My Boss 11- what happen it's my heart??
Setelah hari pertunangan itu, nggak ada yang istimewa atau berubah dalam hubungan kami-- ah maksudku Bagas dan aku, hanya saja dia berubah menjadi pendiam, dan tentunya menyebalkan, kalo nggak menyebalkan itu bukan Bagas namanya.
Contohnya seperti saat ini, dia menyuruhku mengurutkan semua keuangan yang keluar dari tahun 2000 sampe sekarang, menyebalkan kan?.
"Bagasnya ada?"
Kepalaku mendongak untuk menatap wanita di hadapanku, sepertinya aku kenal wanita ini, tapi di mana ya??.
"Saya tau kalo saya itu cantik, tapi nggak usah menatap saya seperti itu, Bagasnya ada apa nggak?"
Aku menghela nafas sebal mendengar kenarsisannya. sifat dia sama seperti Bagas, ugh. tapi dia siapa?.
"Mbak ini siapa?" tanyaku berusaha ramah yang di jawab tatapan sinis, boleh nyolok mata orang pake tang nggak? nyebellinnya kebangetan, di tanya baik-baik malah kayak gitu.
"Mbak? sejak kapan saya jadi mbake loe? Bagasnya ada apa nggak?"
Sumpah demi apapun ya, dia itu ngesellinya nggak ketulungan.
"Sudah buat janji?" tanyaku mencoba berusaha ramah, siapa tau dia kolega Bagas yang penting, kalo aku bersikap kasar sama dia bisa-bisa di gantung aku sama Bagas di monas, gantiin Anas yang sampe sekarang nggak di gantung-gantung.
"Ck, tinggal ngasih tau ada apa nggak susah bangetsih jadi orang!" katanya menggeprak mejaku sebal, melenggang keruang Bagas, gak perduliin aku yang terkaget sama tindakan bar-barnya, sekarang aku yakin kalau dia itu bukan salah satu kolega Bagas, mana ada kolega sifatnya sebar-bar itu?.
Oh mampus, dia keruangan Bagas. dengan cepat aku menyusul wanita bar-bar itu dan seketika tubuhku mematung di ambang pintu.
Dadaku berdetak cepat, bukan detakan seperti biasanya saat melihat Bagas atau saat nggak sengaja tubuh kami bersenggolan, tapi detakan yang menyakitkan, aku nggak tau apa yang sedang aku rasakan, yang aku tau aku harus pergi suapaya mataku nggak melihat adegan eksotis di hapanku.
Tapi sayangnya heels yang kukenakan seakan di kasih lem perekat yang membuatnya gak bisa bergerak, mataku terus menatap si cewek di pangkuan Bagas yang sedang mengendurkan dasi Bagas, sedangkan tangan Bagas? aku nggak tau, karena terhalang meja kerjanya, haruskah aku bersukur karena ada meja di sana atau aku harus mengutuki meja itu yang menghalangi jarak pandangku tentang aktifitas mereka? entahlah, aku nggak tau.
Entah sudah berapa lama mereka berciuman yang kini berganti cumbuan, erangan si cewek jelas terdengar di telingaku, mataku tertutup merasa nggak sanggup melihat lebih adegan mereka, tubuhku berbalik berniat untuk kembali ke mejaku tapi seketika niatanku batal, kakiku berdiri kaku melihat ketiga tatapan mata menatapku dengan pandangan yang--- entahlah aku nggak tau.
Tau-tau Andre sudah memelukku dengan erat, tanganku masih terkulai lemah di kedua sisi tubuhku, aku hanya diam merasakan pelukan Andre yang sangat nyaman, aku sangat membutuhkan pelukan Andre saat ini, yang aku sendiri nggak tau kenapa aku harus membutuhkan pelukan Andre??
"Jangan menangis May," bisiknya di telingaku.
Keningku mengkerut mendengar perkataanya, menangis? siapa? dengan lemah kuangkat tanganku kearah pipi, merasakan basah di kedua pipiku, sejak kapan aku menangis?? desahan dari dalam menyentakkan ku dari jalan fikirku sendiri dan melepaskan pelukan Andre.
Dengan susah payah aku tersenyum "Aku nggak papa, mau ketemu Bagaskan?" tanyaku dengan suara serak, Andre menatapku dengan pandangan yang sekali lagi aku nggak tau arti tatapan itu "sebentar aku panggilin yah," sambungku dengan nafas berat dan berbalik berniat mengetuk pintu ruangan Bagas suapaya mereka berdua menghentikan aksinya tapi terhalang saat tangan Andre mencekal tanganku yang ingin mengetuk dan mengenggamnya, berjalan begitu saja masuk kedalam ruangan Bagas.
Mataku terpejam dan bersembunyi di belakang Andre melihat wanita yang sedang mencium leher Bagas, sedangkan Bagas mendongak menutup kedua bola matanya, sekali lagi aku nggak tau kenapa hatiku sakit melihat adegan itu.
"Kak Bagas!" panggil Andre tegas sedikit menaikkan oktafnya, seketika suara-suara aneh itu menghilang, mungkin mereka berhenti melakukan 'atifitasnya'
"Andre? mama? kak Lala?"
Aku semakin merapatkan tubuhku ke Andre, tangan kananku mencengkram kemeja yang di pakai Andre, sedangkan tangan kiriku membekep bibirku yang ingin mengeluarkan isakan akibat hidungku yang mancet nggak bisa nafas, sakit dalam hatiku semakin membuncah nggak tau kenapa dan sialnya isakanku berhasil lolos. ini menyebalkan.
"Mmm-May"
Aku hanya diam mendengar panggilannya dan semakin kuat mencengkram kemeja Andre.
"May---"
"Berhenti di situ!" printah Andre entah di tunjukan untuk siapa, yang jelas bukan untukku, karena aku masih berdiri di belakangnya mencengkram erat kemejanya kuat dan menyembunyikan wajahku di punggung Andre, isakanku masih terdengar tapi samar-samar.
"Ndre,"
"Gua bilang berhenti di situ. denger ya Gas, selama ini gua masih manggil loe abang karena gua fikir loe pantas di panggil seperti itu, tapi nggak untuk hari ini, sekarang gua tau dan sadar kalo loe nggak pantas buat gua panggil abang, karena panggilan abang hanya untuk orang yang pantas di panggil abang, but it's not you." kata Andre membalikkan tubuhnya, memelukku sembari berjalan keluar dari ruangan Bagas, sekarang aku tau siapa orang di suruh 'berhenti' sama Andre tadi. wajahku semakin tenggalam di dada bidang Andre yang terus berjalan entah kemana, aku nggak tau ekspresi apa yang di tunjukkan tante Ningsih, kak Carla, Bagas, maupun semua orang saat melihatku menangis di pelukan Andre seperti ini. aku nggak tau dan nggak mau tau.
AUTHOR POV
Mereka keluar dari gedung kantor Bagas masih dengan pose seperti tadi. May sama sekali nggak mau melepaskan pelukannya di tubuh Andre, meski saat ini mereka sedang berada di mobil, Andre duduk di belakang memangku May yang masih ayik menangis di dadanya, laki-laki tampan itu menghela nafas berat, ia merasa bersalah atas kejadian ini semua, andai saja dia tidak menjerumuskan sahabatnya kedalam pesona kakaknya ini mungkin nggak terjadi, ah salah!! andai saja dia bisa menarik rasa ketertarikan dalam tubuh May untuk kakaknya dia nggak mungkin menjerumuskan May kedalam lobang ini.
Selama ini dia berfikir kalo May harus sadar sama perasaanya terhadap kakaknya, tapi nggak dia sangka, permainannya ini menjadi boomerang untuk hidupnya sendiri, dia hanya berfikir semoga May dan kakaknya sadar sama perasaanya masing-masing tapi-- laki-laki tampan itu merasa bersalah, secara tidak langsung dia yang membuat May menangis seperti ini.
Gadis dengan kepekaan untuk dirinya di bawah standar sedang menangis untuk pertama kalinya. gadis yang selama ini Dia jaga selayaknya kaca sekarang kaca itu sedikit retak, gadis yang dia sayangi sepenuh hatinya sebagai adik kini gadis itu sedang menderita karena ulah konyol-nya. kepalanya pening penuh dengan rasa bersalah yang begitu dalam.
Andre terus mengusap lembut punggung May sejak beberapa menit yang lalu, sejak dia keluar dari rungan Bagas, sejak dia melihat gadis itu menangis meski gadis itu sendiri nggak sadar kalau matanya sudah mengeluarkan mata sebagai bentuk betapa sakit hatinya melihat adegan di hadapannya kala itu.
Perlahan nafas gadis di pangkuannya teratur, dengan hati-hati Andre menunduk mengecek apakah sahabatnya sudah tertidur apa sedang mencoba menghentikan tangisnya, tapi jawabannya di nomor satu, gadis di pangkuannya sedang tertidur.
Andre tersenyum lega melihat wajah May yang damai 'maaf ya May, gua udah bikin loe kayak gini, mulai sekarang gua janji, gua nggak akan merecoki hidup loe sama Bagas lagi, mau loe sadar apa nggak sama perasaan loe, yang terpenting buat gua loe nggak nangis kek gini lagi, maaf, maaf, maaf dan maaf'gumam Andre dalam hati dan mengecup puncak kepala May beberapa kali.
Tak lama mobil yang di tumpangi Andre berhenti di pelataran rumah cewek itu, dengan hati-hati ia membopong tubuh May yang sedang tertidur mencoba untuk nggak mengganggu tidur gadis di pelukannya.
Bunda yang sedang mencabuti rumput di tanaman bunga langsung berlari tergopoh-gopoh kearah Andre, wanita paruh Baya itu ingin menjerit histeris namun dengan spontan tangannya terjulur kearah bibir menutupi bibirnya yang ingin berteriak melihat make up May yang sudah luntur, membuat wajah May nampak menyeramkan. kepalanya menoleh kearah Andre menatap laki-laki itu dengan tanya.
"Patah hati tant."jawab Andre sekenanya menimbulkan kerutan-kerutan kebingungan di wajah cantik wanita paruh baya itu, tak mau bertanya lebih lanjut dia berjalan mendahului Andre kearah rumah membuka pintu utama selebar mungkin.
Andre berjalan memasuki rumah lebih dalam dan berhenti di depan tangga, dia baru ingat kalau dia nggak tau di mana letak kamar sahabatnya ini, kepalanya menoleh kearah wanita di belakangnya dengan pandangan tanya.
Bunda menepuk jidadnya sendiri, kenapa dia bisa lupa kalau laki-laki di hadapannya ini nggak tau di mana letak kamar gadis yang sudah di anggap anak sendiri, wanita paruh baya itu berjalan mendahului Andre ke lantai 2 menunjukan arah di mana kamar gadis itu.
Bunda membuka pintu kamar berwarna peach warna yang sangat di sukai May dan masuk kedalam kamar yang di ikuti Andre, perlahan Andre meletakkan May di atas kasur mencopot heels yang di kenakan May dan menarik selimut sampai batas perut.
Andre masih terdiam berdiri di tempatnya dengan pandangan mata yang terjulur kearah sahabatnya tak menghiraukan Bunda yang sedang mengelap wajah May dengan handuk kecil dan sesekali di celupkan kedalam baskom berisi air.
Bunda berdiri dari duduknya membuang air di baskom kedalam wastefel dan mencuci handuk yang ia pakai untuk membersihkan wajah May, setelah semua selesai bunda berjalan kearah Andre menepuk pelan pundak Andre membuat Andre kembali dari alam bawah sadarnya menatap Bunda bingung.
"sebenernya apa yang terjadi Ndre?"tanya Bunda tanpa basa-basi.
Andre tersenyum tipis mendengar pertanyaan Bunda, laki-laki itu sudah menduga bunda pasti akan menanyakan hal ini, mau cepat atau lambat.
"Sebenernya itu bukan wewenangku untuk menceritakan masalah ini Bun, tapi aku tau sifat May, dia nggak akan pernah cerita ini,"kata Andre memberi Jeda, tatapan laki-laki itu beralih kearah May dan duduk di sebelah May di tepi ranjang, tangannya terulur mengelus kening sahabatnya sayang, Bunda masih diam menunggu kelanjutan perkataan Andre, dia yakin Andre nggak akan membohonginya atau memanipulasi keadaan meski laki-laki itu punya banyak kesempatan untuk melakukan hal dimikian "dia melihat Bagas sedang ciuman sama cewek lain, "
Bunda menutup mulutnya yang sedikit terbuka dengan tangan, wanita itu shok tapi dengan cepat ia mengembalikan mimik wajahnya menatap Andre dan May bergantaian. kalo dia boleh memilih dia lebih senang May bersama dengan Andre, karena sepengeliatannya sejak dulu May selalu tersenyum bila bersama laki-laki itu, beda sama kakaknya yang selalu membuat May kelimpungan, entah karena marah, sedih, sebal sampe kecewa, tapi apa boleh buat? laki-laki itu hanya memandang May sebagai sahabat atau adik kecil yang harus ia lindungi.
.
.
.
Perlahan mata sipit dengan retina berwarna coklat mengerjap beberapa kali sebelum terbuka dengan sempurna, keningnya berkerutan melihat ruangan yang sama persis dengan kamarnya, benaknya terus bertanya-tanya kenapa dia ada di sini? setaunya dia tadi lagi kerja terus-- matanya membelalalak nggak percaya.
Dia tertawa, menertawakan dirinya sendiri kenapa bisa-bisanya dia menangis? dia pasti duah gila, akh!! kenapa dia harus menangis? apa yang dia tangisi? bodoh! bodoh! bodoh! makinya dalam hati mengutuki dirinya sendiri dan memukuli-mukuli kepalanya berkali-kali. kenapa dia nangis?? apa alsan dia menangis? melihat bagas ciuman? memangnya kenapa kalau Bagas ciuman sama wanita lain? ada apa dengannya??? akh!!!
May benar-benar ngak habis fikir kenapa dia nangis? apalasannya yang membuat dia nangiS? dia kan nggak cinta sama Bagas terus kenapa dia harus menangis seperti tadi? oh damn!! dia pasti nanti di ledekin habis-habisan sama Bagas. May-May, kalo punya otak mbok yo di pake, jangan di taruh di dengkul!!
"Loe udah bangun."
May tersentak kaget mendengar suara peria yang sudah ia hafal di luar kepala dan menoleh kekiri kearah Andre sedang berdiri menjulang menatap May dengan tatapan yang gadis itu nggak tau apa artinya.
"Loe kenapa bisa ada di sini?"tanya May keheranan masih dengan posisi tidurnya.
Andre tersenyum manis mendengar perkataanya "Loenya aja yang ngelepasin pelukan gua, gimana gua bisa pulang? lagian loe nangis kejer banget sampe tidur masih meluk gua, segitu patah hatinya ya loe?"tanya Andre menatap May menggoda.
Gadis itu berdecih mendengar perkataan Andre. "Patah hati? gimana gua bisa patah hati kalo gua nggak sedang jatuh cinta? ngigo loe Ndre?"
Andre menggeleng kepala keheranan, gadis di hadapannya benar-benar--!!! entah kata apa yang harus Andre keluarkan untuk memaki sahabatnya, yang jelas dia sangat geram, dia fikir setelah May bangun dari tidurnya dan mengingat kejadian tadi May akan sadar sama perasaanya, tapi yang terjadi malah sebaliknya.
"Nggak cinta? tapi nangis?"tanya Andre talak.
May terdiam mendengar perkataan Andre, itu juga yang dia bingungin, dia nggak cinta sama Bagas tapi kenapa dia nangis? apa alasan dan hak dia buat nangis?.
Andre tersenyum miring melihat wajah kebingungan sahabatnya, jika tadi dia baru berjanji untuk nggak ngerecoki hidup May dengan Bagas tapi sekarang dia membatalkan janjinya, toh janji itu hanya dia ungkapin dalam hati, nggak ada yang tau dan denger kecuali Tuhan, dia juga geram sama kelemotan sahabatnya yang-- naudzubillah.
"Akui aja loe cinta sama Bagas May, kalo loe ngaku sekarang gua nggak akan nyuruh loe buat cium Zein."
May tersentak dari alam fikirnya menoleh kearah Andre menatap laki-laki itu Sengit.
"Gua itu nggak cinta sama kakak loe Ndre, kalo gua bilang cinta dia sama loe itu artinya gua bohongin diri gua sendiri."
'Dan sayangnya loe bohongin diri loe sendiri May kalo loe terus kek gini.'jawab Andre dalam hati.
Andre tersenyum culas "Kita liat aja ok. gua nggak akan nyerah buat loe bilang kalo loe cinta sama Bagas, dan saat itu tiba, gua akan dengan senang hati merekam adegan ciuman loe sama Zein."
"Nggak akan pernah terjadi."kata May mantab, tapi tanpa gadis itu sadari hatinya berdentum penuh dengan keraguan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top