End
gua nggak tau kata-kata pengadilan kayak gimana, soalnya gua nggak pernah masuk ke sana, gak ada niatan buat masuk, hahaha. and maaf kalo gak ada kata-kata pak hakim, ane bukan anak hukum.
sory. kalo ada Typo, nggak aku edit. :D
>>>>>>>>>>
"Astaga!"seru Erik heboh melihat adegan eksotis di depannya.
Kontan May dan Bagas melepaskan pagutan bibir mereka, kepala mereka menoleh kearah Erik yang menganga gak percaya. May tersipu malu kepergok sedang berbuat mesum di ruangan Bagas, meskipun sudah berstatus suami istri, tapi dia masih saja malu. Sedangkan Bagas mendesah berat. Matanya menatap Erik yang menganggu kesenangannya. Hampir saja melakukan olahraga seperti semalam, tapi karena kehadiran sahabat sompretnya ini, niat mesumnya harus batal.
"Loe gak bisa ya? Kalau masuk keruangan orang itu ketuk pintu dulu?"
Erik menaikan alis sok kecakepan. Nggak memperdulikan perkataan sinis sahabatnya. Erik melanggang masuk dan duduk di sofa di hadapan May. Tangannya bertopang dagu, matanya menatap May, tak lupa senyuman tersungging di bibirnya. Gayanya kali ini seolah sedang menganggumi lawan jenis.
Bagas berdecak gak suka sama kelakuan sahabatnya. "Mata woy mata, jaga tuh kalo nggak mau keluar dari tempatnya."
Erik hanya diam masih dengan pose yang sama, nggak perduli sama apapun yang di katakan Bagas, seolah perkataan Bagas nggak kedengaran.
"Loe cantik yah May, tapi sayang udah punya laki, coba dulu gua yang deketin loe, pasti sekarang loe sama gua."
May menaikkan alisnya geli, dan tersenyum heran, kepalanya menggeleng dramatis. Dasar sarap. Berani-beraninya goda istri orang tepat di depan suaminya, bukan di belakang.
"Gua ngehergain loe Gas, jadi gua rayu istri loe di depan, gua nggak mau main nusuk di belakang. Gua maunya main dance di depan aja. Iya kan May?"kata erik mengerling genit.
May tersenyum dan menggeleng. Sahabat suaminya ini memang aneh.
"Sekali lagi loe ngerayu Istri gua, gua bunuh loe."
"Wuuuu,"Seru Erik menggoda, "loe pengen masuk penjara buat nemenin adek ranjang loe yah? Biar ah uh ah sepuasnya di jeruji besi? Kangen yah sama dia? May liat suami loe, masak dia mau nemenin dedeknya dari pada istrinya yang lagi bunting. Ck ck ck ck."
Bagas menggeram mendengar sindiran halus keluar dari bibir Erik. Sedangkan May menaikkan alisnya, menatap Bagas penuh dengan aura kekesalan yang gak akan pernah bisa di tutupi.
"Loe apaan sih Rik ngomongnya?"Geram Bagas mendelik sebal kearah Erik yang di balas tatapan polos usia 5 tahun. "jangan dengerin omongan dia, yang. Erik emang gitu."sambung Bagas menggenggam jari-jari istrinya yang mendengus dan menoleh menatap kearah lain. Wajah BT jelas hadir di wajah cantiknya.
Erik terbahak di tempatnya duduk. Melihat Bagas yang kelimpungan karena istrinya cemburu baru kali ini dia melihatnya, bahkan sewaktu Gladys cemburu atau ngambek lelaki itu cuek, akhirnya Gladys yang memainta maaf dan merayu bukan Bagas.
Bagas mendelik menatap Erik geram bukan main. "Puas banget yah loe bikin gua kelimpungan? Kemaren sekertaris yang loe pilih, sekarang bikin bini gua cemburu. Punya dendem kusumat loh sama gua?"tanya Bagas emosi.
Erik makin terbahak di tempatnya duduk. Tangannya memukul-mukul sofa sebelahnya.
May mengerutkan keningnya mendengar perkataan Bagas, kepalanya menoleh kearah Bagas "Jadi yang milih sekertaris kayak gitu kak Erik, bukan kamu?"tanya May memotong perkataan Bagas yang ingin berbicara entah apa.
Bagas mengangguk polos "Iya. Sekertaris aku Erik yang milihin."
May menaikkan salah satu alisnya, matanya melirik Erik sinis yang mampu membuat Erik berhenti tertawa dalam sekejap. Kali ini Bagas yang ingin tertawa.
May berdiri dari duduknya. Tangannya berkacak pinggang, gayanya terlihat nyonya besar yang melihat kartu rekening anaknya amblas, tanpa sisa.
"Kak Erik sengaja ya milihin asistent kayak gitu buat Bagas? Maksud kak Erik apaan kayak gini? Kak Erik mau aku sama Bagas berantem? Iya? Pantes gak nikah-nikah. Siapa juga yang mau nikah sama cowok kurang kerjaan kayak kak Erik."
Erik membrenggut di tempatnya duduk. Ternyata benar, May kalau ngamuk itu lebih menyeramkan dari pada singa kelaparan yang keluar dari habitatnya sedang mencari makan.
Dalam hati bagas terbahak dan men-sukurin sahabatnya. May kalau marah memang gak ada yang bisa tandingin. Menyeramkan.
"Piss... damai. Cuman becanda kok May, piss yah, loe kan lagi hamil, nanti kalo anak loe gampang marahan gimana?"
"Biarin aja. Anak-anak gua, gua yang ngelahirin, gua yang ngebesarin, ya suka-suka gua lah."
Hampir saja tawa Bagas meledak kalau tatapan sinis May gak melayang kearahnya.
"Udahlah sayang. Gak usah marah-marah, kasian dedeknya, udah ya, nggak usah marah."kata Bagas berdiri dan mengelus pundak wanitanya yang di hadiahi tatapan bengis tiada tara.
"Kamu ngebelain dia? Kamu seneng dapet sekertaris terong-terongan, kayak gitu? Iya?"
Bagas menggaruk kepalanya yang gak gatal bingung. Alamat deh.
"Cabe-cabean kal,i bukan terong-terongan."celetukan Erik gak tepat suasana.
Bagas mendelik mendengar perkataan sahabatnya. Nih anak gak bisa mikir sebentar apa? kalau mau bicara liat suasana dulu.
May menoleh menatap kearah Erik makin berang. "Suka-suka gua lah, bibir-bir gua, mulut-mulut gua, kenapa loe yang ribet?!"
"Udah deh, Rik, loe pergi aja, dari pada loe di sini bawa sial."
Erik mendelik nggak terima sama perkataan Bagas. Bagas ikut mendelik, menyuruh Erik pergi dari ruangannya dengan bahasa isyarat.
Mau nggak mau Erik keluar dari ruangan Bagas, nggak memperdulikan tatapan bengis yang di layangkan May sampai membuat tengkuknya merinding disko.
"Udah sayang, jangan marah-marah. Kasian adeknya, udah ya,"kata Bagas mengajak May duduk, tangannya mengelus punggung wanitanya yang sedang mengontrol emosinya.
"Habis kak Erik nyebelin sih."katanya manja beda 180 drajat dari yang tadi.
Bagas tersenyum maklum. Moodboster orang hamil emang gak bisa di tebak. "Iya sayang, tapi kamu juga harus mikirin dedek, kamu gak mau kan, dedeknya kalo udah gede suka marah-marah?"May mengangguk. Dia nggak mau nanti anaknya suka marah-marah gak jelas. "kalo nggak mau dedek nanti kalo udah gede suka marah-marah, kamu juga jangan gampang marah, control emosimu, ok sayang?."
"Susaaahhh,"
Bagas tersenyum gemes melihat istrinya yang manjanya gak ketulungan. Dia nggak menjawab perkataan May, dia melah beralih memeluk tubuh istrinya dan mengusap-ngusap punggung istrinya sayang. May menempelkan dagunya di pundak Bagas, tangannya memeluk Bagas posesif.
.
Bunyi Palu di ketuk 3 kali membuat suasana pengadilan seketika riuh. Orang dari kubu korban bersuka cita mendengar perkataan pak hakim yang memenjarakan Tanti selama 15 tahun. Dari pasal 338 'Barang siapa yang sengaja merampas nyawa orang lain, di ancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun'. Sedangkan dari kubu terdakwa menghela nafas pasrah. Meski mereka sudah memakai pengacara yang paling handal tapi Tanti tetap di penjarakan.
May tersenyum riang dan bertepuk tangan. dia merasa puas karena Tanti mendapatkan ganjarannya, meski hanya lima belas tahun, tapi bagi dia nggak masalah, asal wanita itu jauh-jauh dari hidupnya. Semestinya wanita itu mendapatkan lebih, tapi sayang, obsesinya soal Bagas gak di terima oleh pihak majelis, entah karena apa, mungkin karena hal itu bukan termasuk masalah di sini, padahal baginya itu masih masuk. Entahlah, dia bukan anak hukum, dia nggak tau menau soal hukum, ini pertama kalinya dia memasuki meja hijau, dan beruntungnya, dia langsung menjadi korban. Wow.
May berjalan kearah Bagas yang sedang tersenyum tipis.
Mata Bagas melirik kearah Tanti yang menunduk, tangannya meraup wajah yang berantakan. Wajahnya polos tanpa make up, beda dari kesehariannya selama ini. Hembusan nafas lelah ia keluarkan sampai gak sadar kalau May sudah ada di sampingnya.
Kepala wanita itu menoleh kearah tatapan mata Bagas dan menghela nafas lelah. Fikiran suaminya terlalu rumit untuk dia ikutin.
"Kamu nyesel, Gas?"tanya May lirih, wanita itu duduk di samping Bagas, menatap Bagas terluka.
Bagas menolehkan kepalanya kearah May, dan tersenyum lebar. senyuman yang nggak sampai mata. "Kamu tadi bilang apa sayang?"
May tersenyum samar mendengar pertanyaan Bagas. Dia kembali menghela nafas lelah. "Kamu samperin aja dia, aku tunggu di mobil."kata May berdiri, berjalan menjauh di temani tatapan penuh sesal dari Bagas. Matanya beralih kearah Tanti yang berdiri, berjalan, mungkin ke BUI.
Cepat dia berdiri, berjalan kearah Tanti, nggak perduli sama tatapan keluarganya maupun keluarga Tanti.
Tante Ningsih menatap Horor kearah anaknya yang berjalan mendekat kearah Tanti, matanya berkeliling menatap ruangan, mencari menantu kesayangannya, tapi dia nggak menemukannya, dia memilih pergi untuk mencari menantunya yang sekarang entah dimana.
"Bentar."kata Bagas memegang pundak Tanti, membuat Tanti berhenti berjalan mengikuti Polisi di depannya.
Polisi yang mengawal Tanti ikut berhenti, menoleh kearah Bagas. Menatap Bagas bingung, gak halnya sama semua orang yang masih ada di sana. Menatap Bagas bingung. Super bingung.
"Maaf pak. Ada yang mau saya bicarain sama terdakwa lebih dulu, boleh?"
Pak polisi yang menjaga Tanti saling melirik satu sama lain sebelum akhirnya mengangguk. "Boleh, silahkan bicara di sana."kata pak Polisi menunjuk salah satu ruangan yang entah kegunaanya untuk apa.
"Ada yang ingin gua omongin Tan, Bentar aja,"
Tanti terdiam, benaknya penuh tanda tanya. meski begitu, kepalanya mengangguk, berjalan mengikuti arahan pak polisi yang menyuruhnya berbicara di dalam ruangan yang ada di sana.
"Waktu kalian hanya 10 menit."kata pak Polisi sebelum berlalu dari hadapan dua orang di ruangan itu.
Bagas mengangguk mengerti, nggak ada senyuman di bibir lelaki itu, matanya menatap Tanti dengan pandangan yang nggak bisa di artikan. Tanti bergerak gelisah mendapat tatapan seperti itu.
"Gua minta maaf."
Tanti mendongak menatap Bagas nggak percaya. "Maaf?"
Bagas mengangguk masih tanpa senyuman. "Gua minta maaf, karena gua loe ada di sini, karena gua nggak peka sama keinginan loe, karena gua lebih milih cinta sama orang lain ketimbang loe yang dari dulu selalu ngarepin cinta dari gua. Gua minta maaf Tan, gua nggak ada maksud buat kayak gini."Kata Bagas tulus, lelaki itu menghela nafas sebelum kembali berbicara. "ini semua salah gua, gua yang nggak peka sama keinginan loe, gua yang nggak bisa baca pancaran di mata loe. Untuk itu gua minta maaf. Gua selalu nganggep loe sebagai adik gua, gua sayang sama loe sebagai kakak, nggak akan bisa lebih. Dari dulu sampai sekarang, gua selalu nganggep loe sebagai adik."sambungnya kembali menghela nafas berat. Dia berdiri dari duduknya "kalo nanti loe udah keluar di sini, gua masih membuka tangan gua untuk loe, gua akan selalu nerima loe apa adanya, meski hanya sekedar kakak dan adik. Jangan pernah racuni otak dan hati loe dengan benci. Gua tau, loe sebenernya baik. Dan selamanya loe akan selalu baik di mata gua, jangan pernah bikin gua kecewa untuk kedua kalinya. Ok?"sambungnya dengan senyuman manis, tangannya terulur mengacak rambut Tanti, membuat wanita itu menahan air matanya yang ingin tumpah. Bagas bergerak, berjalan menjauhi Tanti yang masih menunduk.
"Loe nggak harus minta maaf Gas, ini semua emang salah gua, gua yang terlalu terobsesi sama loe."
Bagas berhenti melangkah, kepalanya menoleh kesamping, melirik Tanti dari ekor matanya. Bibirnya menyunggingkan senyum. "Gua udah maafin loe sebelum loe minta maaf. Gua pamit. Jaga diri loe baik-baik, jadilah wanita yang baik setelah keluar dari sini, belajarlah intropeksi diri sebelum bertindak."kata Bagas tanpa menoleh kearah Tanti sedikit pun, lelaki itu kembali berjalan menjauh.
Tanti mnghela nafas berat, air mata yang sejak tadi dia tahan tumpah juga, semua kesalahan di masa lalu berputar dengan sendirinya. Dan rasa penyesalan hadir di dalam hatinya yang paling dalam. Andai saja waktu bisa di putar, dia nggak akan pernah melakukan keji seperti itu. Tapi sayang, dunia nggak akan bisa berhenti berputar, dunia akan selalu berputar, dan dia berjanji dalam hatinya sendiri, kalau dia nggak akan pernah mengulangi kesalahan yang sama.
"Maaf."katanya lirih yang nggak akan pernah di dengar oleh siapapun. Dia berdiri, menutup matanya dan menghela nafas berat. kepalanya mengangguk untuk menyemangati dirinya sendiri sebelum dia berjalan menghampiri pak polisi yang berjaga di depan pintu.
"Ngapain loe bang tadi?"todong Andre begitu melihat Bagas berjalan kearah pintu keluar.
Bagas menoleh kearah Andre dan tersenyum, tangannya menepuk pundak adiknya beberapa kali. "Cuman ngelurusin masalah aja."Katanya berbalik bersiap untuk kembali melangkah, namun belum ada selangkah, dia kembali berbalik menatap Andre, senyuman tipis tersungging di bibirnya. "Sory ya, selama ini mama dan kakak selalu banding-bandingin loe dengan gua. Dan makasih udah ngejagain bini gua selama ini."sambungnya dan berlalu pergi, meninggalkan Andre yang terdiam di tempatnya berdiri, keningnya berkerutan nggak percaya. Itu tadi kakaknya? Kesambet apaan dia? Kenapa jadi sok bijak kek gitu?.
Bagas terus berjalan dengan langkah ringan. Sekarang dia tau kenapa Andre dan May dulu empet sama dia, itu semua karena kelakuannya yang merasa sok iya sendiri, perbuatan May selama hamil yang menjengkelkan membuatnya berputar apa kesalahannya, dan terbukalah semua. Betapa dia sangat mencintai istrinya yang kadar keegoisannya melebihi dirinya sendiri.
Langkahnya berhenti melihat mamanya yang sedang berbicara entah apa sama May, sedangkan May hanya tersenyum tipis, mata terluka dan kecewa Nampak jelas di wanita itu, tapi May masih tersenyum, seolah senyumnya berkata 'Aku rak popo', tapi Bagas jelas tau kalau istrinya itu sedang apa-apa, dan dia tau ada apa sama istrinya ini. Kehamilan May memaksanya untuk lebih peka, dan itu sepertinya berhasil.
Dia tersenyum geli dan kembali melangkah kearah mobilnya, dimana istri dan mamanya sedang berbicara.
May menoleh kearah Bagas dan memberunggut. "Udah selese bicaranya?"tanya wanita itu yang terdengar sengak.
Bagas mendengus geli. "Udah kok sayang."
"Kamu ini apaan sih Gas? Ngapain nyamperin cewek gila itu sih? Kamu nggak punya otak buat mikir yah?"
Bagas menoleh kearah Mamanya dan tersenyum manis. "Bukan gitu Ma, mama gak perlu tau, ok?"
Tante Ningsih memutar kedua bola matanya malas, dan berlalu dari hadapan menantu serta anaknya. Bisa-bisa darah tinggi dia kalo masih berdekatan dengan Bagas.
"Masuk yang, aku mau ngajak kamu pergi."kata Bagas membuak pintu sebelah kemudi.
May hanya diam dan masuk kedalam. Rasa jengkel di dalam hatinya gak bisa hilang dalam sekejap. Dia kira Bagas bakal ngejar dia dan bilang apa gitu, gak taunya lelaki itu malah menyetujui perkataanya. Dasar gak peka.
Mobil yang mereka tumpangi bergerak menjauh dari pengadilan di sana. Bagas melirik May dari spion yang sedang asik dengan dunianya sendiri, menatap jendela luar, menatap tetesan air mata jatuh dari atas langit yang sudah beberapa bulan ini gak pernah jatuh.
"Kamu kenapa yang?"tanya Bagas menggenggam tangan May yang langsung di tampik kasar.
Bagas tersenyum geli melihat sifat kekanakan istrinya. Lelaki itu kembali memegang tangan May dan menggenggamnya kuat, nggak perduli May yang ingin menarik tangannya.
"Sayang, kamu marah karena aku temui Tanti tadi?"Tanya Bagas, May bungkam. "aku tadi temuin Tanti hanya untuk mengucapkan beberapa kata aja, yang. aku nggak ingin ada dendam di antara kita, aku ingin setelah Tanti keluar dari penjara, dia berubah, dia nggak terobsesi lagi sama aku, kalau dia nggak terobsesi sama aku, dia nggak akan pernah ganggu hubungan kita, rumah tangga kita. Iya kan sayang?"
May masih terdiam, tapi mimic wajahnya berubah dari yang tadi. Perlahan kepalanya menoleh kearah Bagas dan menatap suaminya intens, mencari tau apa Bagas berbohong apa nggak.
"Aku nggak ingin dia kembali nyakitin kamu setelah keluar dari Penjara. jeruji Besi hanya untuk memperingatkan dia kalau mau bertindak, tapi nggak bisa menghilangkan dendam di hatinya. Jeruji besi hanya akan menambah masalah kalau dia gak paham maksud kita memasukkannya kedalam penjara. Jalan satu-satunya hanya bilang baik-baik padanya. Aku ingin hari ini semua dendam di hatinya mau pun kita hilang, aku nggak ingin menjalani hari dengan dendam dan obsesi."kata Bagas tersenyum manis, tangannya mengelus pipi istrinya yang lumayan chabi dan menekan hidung istrinya yang di sambut decakan nggak suka dari sang empu hidung.
"Nanti hidungku pesek kalo kamu terus teken kayak gini."
Bagas tegelak mendengar perkataan sang Istri. Di dalam mobil, di bawah guyuran air hujan, yang akan menjadi saksi betapa Bagas ingin berubah menjadi yang lebih baik, menjadi kepala keluarga seutuhnya, memberi perhatian yang lebih, nggak hanya materi. Seperti yang pernah di ucapkan May. Ita nggak hanya butuh materi, tapi juga butuh kasih sayang. Dan sekrang, bukan hanya Ita yang butuh, tapi istrinya dan calon anak-anaknya kelak. Orang yang sukses bukan terlihat dari harta maupun materi dan junjangan hidup, tapi terlihat apa dia berlajar dari masalalu. orang yang sukses akan selalu ingin menjadi lebih baik dari yang dulu, dulu dan dulu.
"I Love you, sayang."
May tersipu malu mendengar 3 kata ajaib itu. "Me too."
Keduanya tersenyum manis, jari-jari mereka saling menggenggam satu sama lain, masuk di cela-cela jari yang kosong.
Kepala May menoleh kesamping dan mengrenyit bingung. Kepalanya menoleh kebelakang. Ini bukan jalan ke-apartement mereka yang selama ini mereka tinggali.
"Kita mau kemana Gas? Ini bukan jalan ke apartement Gas."
Bagas tersenyum misterius. "Emang siapa yang bilang mau ke apartement?"
"Terus?"
"Kamu bakal tau nanti."kata Bagas penuh dengan teka-teki, di tambah kerlingan genit yang di keluarkan lelaki itu.
Selama perjalanan May mengrenyitkan kening heran. Apa lagi yang akan di lakukan lelakinya kali ini? Entah berapa kali dia memutar otak hanya demi tau apa yang akan di lakukan Bagas, tapi satu pun nggak ada yang nyangkut di otaknya.
Bagas tersenyum melihat wajah kebingungan istrinya dan turun dari mobil. Berjalan santai ke sebelah Mobil, membukakan pintu di samping istrinya yang masih belum sadar kalau mereka sudah sampai.
"Sayang. Mau sampai kapan kamu di sini? Ayok turun. Ita udah nunggu di dalam."
May tersentak dari kemelut di benaknya, tangannya menyambut uluran tangan Bagas dan turun dari mobil hati-hati. Kepalanya menoleh kesamping kanan dan terdiam, matanya melotot gak percaya sama apa yang di liatnya.
"Bagas? Ini maksudnya apa?"
"Welcome Home, honey. Sebenernya rumah ini udah lama nggak aku tinggali, rumah ini dulu yang aku tinggali sama Gladys dan Ita sebelum Gladys pergi. Kenapa aku ngajak kamu pindah ke sini karena aku tau selera kamu, selera kamu sama Gladys sama. aku hanya ingin, nanti setelah anak kita lahir, dia bisa main sama temen-temennya, kalau di complex perumahan jauh lebih nyaman buat pertumbuhan bayi kita, apartement gak cocok buat pertumbuhan Bayi kita sayang."
"Bagas,"panggil May penuh terharu. Dia nggak percaya kalau Bagas akan melakukan hal ini. Gak terasa satu titik air mata jatuh di pipinya. Menangis haru.
"Jangan pernah ninggalin aku, tegur aku kalau aku salah didik anak kita, marahin aku, kalau aku sudah bertindak kelewat batas. Demi kamu, demi Ita, dan demi keluarga kecil kita, aku ingin berkorban demi kalian. Aku ingin melihat kalian tertawa di dalam rumah ini, aku ingin kalian merasa bahagia hidup di dunia ini. Aku janji, aku akan berubah demi kalian."kata Bagas menghapus air mata di pipi May, dengan mesra dan sayang dia mencium kening wanitanya.
May menangis penuh haru, wanita itu menghambur dalam pelukan lelakinya yang terkekeh.
Tamat.
kali ini bener-bener tamat. bagi yang minta squel. harap pengertiannya. aku gak bisa update minggu-minggu ini. aku lagi sibuk sama dunia nytaa. tapi aku usahain bakal kasih squel-nya, udah ada clue sih gimna jln cerita cinta si Bayu dan Andre, tapi belum sempet buat. aku usahaiiinnnn banget, banget, banget, bakal aku update, sekali update langsung tiga. cerita chealse, Bayu sama Andre, kalo udah aku update, bakal aku kasih tau di lapak masing-masing. ok? see you next again. aku usahain bakal cepet.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top