Hadiah Pertama Dari Suaminya
"Katanya mau nggak tidur saja." Hessa ingat Afnan mengatakan rencana tersebut setelah mereka berbicara di telepon tadi malam. Karena gelisah dan tidak bisa tidur, sebaiknya tidak tidur sekalian.
"Ketiduran subuh-subuh," kata Afnan setelah minum mineral dengan cepat.
"Dimarahi papaku nggak?" Hessa penasaran dengan apa yang dikatakan Afnan pada ayah Hessa tadi.
"Nggak. Dibilangi saja kalau semua orang sudah menunggu dari tadi. Aku bukan ogah-ogahan untuk menikah. Cuma telat saja tadi. Telat yang benar-benar telat, karena ketiduran. Mana mungkin nggak niat menikah sama anaknya papa kamu, anaknya cantik banget begini." Afnan merasa bersalah kepada keluarga Hessa, karena mereka pasti berpikir Afnan tidak serius dengan pernikahan ini. Tidak serius ingin membangun masa depan bersama Hessa.
Hessa mendorong Afnan yang tengah serius mengamatinya. Wajah Afnan terlalu dekat dengan wajah Hessa.
"Aku ke sana dulu." Mendengar namanya dipanggil, Afnan menunjuk ayah Hessa. "Mikkel bohong saat bilang kamu cantik. Yang benar kamu cantik sekali." Afnan menyentuh pipi Hessa lalu cepat-cepat pergi karena ayah Hessa sudah melotot ke arah Afnan.
***
Hessa masuk ke kamarnya dan duduk di kursi, memeriksa lagi list keperluan, apa saja barang-barang yang akan dibawa Hessa pindah ke Aarhus. Aarhus. Sampai setelah pesta pernikahan usai, masalah kepindahan ini masih memberatkan Hessa.
Menikah dengan Afnan, orang yang tidak terlalu dikenalnya, hanya bertemu tiga kali dan Skype dua kali seminggu selama dua bulan sebelum menikah, sudah memberikan tekanan sendiri kepada Hessa. Mereka sudah menikah tadi pagi. Sesuatu yang tidak bisa dibatalkan. Hessa juga tidak bisa memprediksi bagaimana kehidupan pernikahannya nanti. Salah. bukan nanti. Tapi mulai saat ini. Akan jadi seperti apa pernikahannya dengan Afnan? New love story? Nightmare?
Ada dua pihak yang terlibat dalam pernikahan ini. Hessa adalah pihak yang akan meninggalkan rumahnya, keluarganya, dan orang-orang yang disayanginya. Sesuatu yang membuat Hessa merasa sedih. Hessa adalah pihak yang akan mengganti alamatnya. Ddia akan berganti kota, negara, dan benua. Sesuatu yang membuatnya takut, takut dengan kehidupan baru di tempat baru.
Demi melihat orangtuanya yang bangga dan bahagia karena berbesan dengan keluarga Afnan, demi melihat orangtuanya lega karena anak gadis pertamanya akhirnya menikah, demi melihat orangtuanya tenang sudah melepaskan tanggung jawab terbesar mereka—memastikan bahwa Hessa sudah menikah dengan laki-laki yang baik, demi melihat semakin terbukanya kesempatan adiknya untuk menikah juga, Hessa menelan sendiri semua ketakutannya.
Hessa menoleh ke kiri saat mendengar suara pintu dibuka dan dia mendapati Afnan di sana. Inilah ketakutan paling besarnya. The biggest fear, their first night together. Malam di mana dia akan mulai berbagi tempat tidur dengan orang yang tidak mencintainya. Orang yang tidak begitu dikenalnya. Kekhawatiran menyeruak. Bagaimana kalau Afnan memaksakan kehendaknya?
Afnan masuk dan mengunci pintu. Suara anak kunci diputar itu memberikan alarm peringatan di kepala Hessa. Oh, Tuhan, kenapa dia takut. Bukankah dia adalah istri Afnan sekarang? Dia memang sudah menjadi milik Afnan dan Afnan bisa melakukan apa saja bersamanya.
Di cermin, Hessa melihat pantulan Afnan yang sedang mengganti bajunya dengan kaos. Afnan baru saja mengantarkan sepupu-sepupunya kembali ke hotel setelah mereka semua beramai-ramai mengobrol di rumah Hessa. Semua keluarga Afnan akan pergi ke Bali dan Lombok besok untuk berlibur.
Afnan meloncat ke tempat tidur dan berbaring di sana.
Hessa kembali menunduk menekuri tulisannya.
"Aku punya hadiah buat kamu," kata Afnan.
"Hadiah apa?" Hessa menoleh ke kanan, tertarik.
Afnan bangun dan turun dari tempat tidur. Lalu membuka lemari dan mengaduk ranselnya.
"Sini." Afnan kembali ke ranjang.
Hessa berdiri dan pindah duduk di tempat tidur, di sebelah Afnan.
"Ini." Afnan mengubah posisinya, duduk bersila menghadap Hessa.
"Apa ini?" Hessa mengamati action figure di tangannya. Ada kertas ditempel di situ, bertuliskan: lulusan Jones University. Universitas Jomlo Ngenes.
Hessa menatap Afnan tidak mengerti.
"Dia cinta pertamaku." Afnan memberi tahu.
"Apa?!" Hessa mengamati patung kecil anak perempuan berambut panjang warna pink memakai baju astronot.
"Tokoh di Gundam. Dia itu pinter, kuat, sabar, lembut, bagaimanapun dalam duniaku dia sempurna."
"Tunggu dulu, kenapa dia jadi cinta pertamamu? Kamu naksir beginian?" Hessa tertawa keras. Astaga! Kurang aneh bagaimana lagi Afnan ini? Ada masa-masa Hessa menggilai anggota boyband dari luar negeri saat dia remaja. Tapi setidaknya boyband masih manusia. Bukan makhluk rekaan seperti yang ada di tangannya ini.
"Iya. Waktu dulu masih remaja aku membayangkan kalau wanita seperti dia luar biasa. Aku nggak punya pacar karena aku cari cewek seperti dia. Cerita Gundam kan cowok banget. Tapi ada cerita cintanya sedikit-sedikit. Cewek ini pacaran sama pilot Gundam musuhnya. Yah, walaupun menyebalkan, aku kalah sama mereka. Pilot Gundam saja punya pacar. Padahal mereka bergaulnya di langit."
"Afnan, Afnan. Kamu ini nerd tingkat berapa, sih? Berapa banyak mainan Gundam yang kamu punya?" Hessa merasa ini adalah kenyataan yang lucu sekali.
"Banyak. Tapi aku bukan nerd!"
"Terus?"
"Aku cuma sering terobsesi dengan sesuatu." Afnan membela diri.
"Yah, tetap saja aneh." Hessa tertawa.
"Lihat sisi baiknya dong, Hessa. Itu menunjukkan loyalitasku. Kamu bisa menunggu sampai aku tergila-gila padamu suatu saat nanti. Kalau itu sudah terjadi, kamu nggak akan bisa berbuat apa-apa." Afnan memberi alasan.
Hessa langsung menunduk, menyembunyikan wajahnya yang tersipu-sipu.
"Kamu ... apa nggak punya sesuatu yang normal yang kamu sukai?" Hessa masih mengamati makhluk kecil di tangannya.
"Maksudnya apa?"
"Ya mungkin cowok suka nonton bola, suka balap ... kamu kok suka science, mainan robot ini...."
"Yah, whatever I am passionate about is my world. Aku dulu suka sekali renang, aku menang banyak lomba. Aku rajin membaca teorinya serajin aku berlatih di klub. Aku membaca cerita-cerita perenang hebat dunia, mengumpulkan inspirasi. Lalu aku suka sekali dengan Gundam, masa-masa remajaku cuma dipenuhi segala sesuatu tentang Gundam. Kits, games, movies. Ikut forum-forum dan macam-macam. Waktu masuk universitas, aku suka biologi, aku belajar terus dan serius karena aku mau jadi yang terbaik di sana."
"Astaga." Hessa tertawa lagi.
"Kamu lihat sisi baiknya lagi dong, Hessa."
"Apal agi?" Hessa masih tertawa. Sisi baik apalagi yang didapat dari science, renang, dan robot?
"I will be passionate about you and you will be my world. Seperti aku berdedikasi pada sains, renang, dan Gundam." Afnan menjelaskan dengan tidak sabar.
"Oh...." Hessa tersipu-sipu sendiri. Untuk kedua kalinya malam ini.
"Aku jadi bodoh kalau urusan merayu wanita, nggak bisa bikin kalimat murahan." Afnan memerhatikan Hessa yang diam saja, dan Afnan merasa rayuannya tadi mungkin aneh di telinga wanita. Wanita mana yang mau disamakan dengan Gundam dan science? Tapi hanya itu yang terpikir olehnya. Afnan ingin Hessa tahu bahwa dia menganggap Hessa penting. Sangat penting.
Afnan tidak memerlukan teori macam-macam tentang cinta. Afnan hanya perlu menikah dan punya istri, juga anak-anak yang luar biasa. Lalu Afnan akan menyayangi mereka semua dan menjadikan mereka semua sebagai hartanya yang paling berharga. Cinta dan hal-hal klise lain bisa menyusul nanti-nanti.
"Kenapa kamu ngasih aku ini?" Hessa memerhatkan makhluk kecil berambut merah muda itu di tangannya.
"Itu sebagai tanda ... aku sudah nggak memerlukannya lagi. Karena aku punya kamu sekarang. Siapa yang butuh cinta pertama? Kamu akan jadi yang terakhir."
####
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top