˖✦ 𝟭𝟳. ›

🥐
.

.






2 jam berlalu.

[Name] mengucek-ucek matanya kala merasa ada cahaya terang yang masuk ke dalam retina nya. Gadis bersurai emas itu merasa susah untuk bergerak ketika mencoba bangun, seolah ada sesuatu yang meliliti pinggangnya. Akhirnya, [Name] membuka mata nya perlahan, samar-samar ia dapat melihat sosok pria bertopi badut yang sedang memeluknya erat.

[Name] mengernyitkan dahi, bingung.

"WOI, KAN AKU JUGA MAU PELUK DIA! MINGGIR KAU FAMIN!"

"Tenanglah, Delisaster. Kita sudah sepakat untuk tidak menyentuh gadis itu."

"TERUS FAMIN APA?!"

Doom menghela napas berat. Yah, dia bahkan sudah lelah untuk menjelaskan pada adik-adiknya bahwa Famin itu egois dan tidak mau patuh pada siapapun kecuali ayah mereka. Famin juga tak segan-segan untuk menyerang saudaranya ketika merasa permintaannya tidak terpenuhi. Oleh karena itu, Cell War menganggapnya yang paling berbahaya.

Doom berkacak pinggang. "Kalau Famin macam-macam, aku akan turun tangan."

Domina yang tengah berusaha menahan Delisaster agar tak lepas kendali pun mengangguk setuju. Doom benar-benar penyelamat, karena dia takkan mampu untuk melawan kakak kedua nya jika saja Famin mencoba untuk menyerang [Name]—mengingat bahwa kakaknya itu seorang psikopat sadis.

[Name] menelan saliva nya dengan kasar. Sungguh, kenapa tiba-tiba dia terbangun di ruangan yang penuh dengan orang-orang aneh seperti ini? Gadis itu memijit keningnya frustasi. Perlahan, dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ada lima orang pria yang berada di satu kamar dengannya. Dan semuanya orang asing kecuali Domina.

[Name] kembali berdecak setelah tau bahwa satu-satu nya orang yang dia kenal disini malah pelaku yang menculiknya tadi pagi. Sebenarnya, seberapa tak beruntung nya dia hidup? Semua terasa menyedihkan.

"Keluarkan lidahmu."

Deg!


Terperanjat karena Famin tiba-tiba bangun dan berada di sebelahnya, [Name] langsung menarik selimut untuk menutupi wajahnya.

"Lidahmu, coba keluarkan." titah Famin lagi. Dia menarik ujung selimut yang menutup wajah [Name] menggunakan kartu milik nya.

"Na-nandesuka?"

"Aku mau melihatnya. Lidahmu, yang berdecak tadi."

[Name] diam. Dia memilih untuk tidak menjawab. Entah kenapa melihat raut wajah Famin yang datar namun dengan permintaan yang aneh membuatnya jadi bergetar ketakutan. Memang, ada apa jika dia berdecak? Apa itu mengganggu Famin?

"Kau tuli?" Famin menggerakkan kartu nya ke telinga [Name], sembari mendekatkan wajahnya pada gadis itu. Dan mulai berbisik. "Kartu ku bisa membelah apa saja, bahkan tulang-belulang. Jadi dengarkan perkataanku, keluarkan lidahmu."

[Name] bergidik ngeri. Ia hampir berteriak kala kartu milik Famin berhasil melukai daun telinga-nya. Setetes darah bergulir turun mengenai sisi kartu, mengalir indah dan jatuh mengotori selimut putih yang di pakai oleh [Name]. Famin tersenyum lebar, kemudian segera menjilati telinga [Name] yang tergores luka karena ulahnya.

Domina dan Delisaster yang melihat itu pun langsung mencebik. Mereka berdua langsung menoleh melihat Doom dengan raut mengadu, lalu berteriak. "KAK DOOM! HENTIKAN FAMIN!"

Tanpa mengucapkan sepatah kata, Doom langsung beranjak dari tempatnya. Dia berjalan gontai menuju tempat tidur, sesekali meregangkan otot lehernya sambil menatap Famin lamat-lamat.

Merasa terintimidasi, Famin langsung mengarahkan kartu nya ke leher [Name]. "Maju selangkah lagi, akan kupotong kepalanya."

Doom tak bergeming, dia tetap berjalan mendekat ke arah Famin, perlahan mengeluarkan pedang besar di punggungnya. Dan sebelum semua orang mengetahui apa yang terjadi, Doom melayangkan satu serangan menggunakan pedangnya ke tempat tidur, dan 0,1 detik kemudian.. ruangan itu hancur lebur.

[Name] memekik kencang, tubuhnya melayang dari atas kasur akibat dentuman keras yang terjadi. Dia memejamkan matanya erat-erat. Sebelum semuanya menggelap, [Name] merasakan tubuhnya dibekap ke dalam pelukan seseorang. Dan, sesuatu yang keras menghantam tubuh mereka.


BUUMM!


Domina yang terlempar akibat kerusakan yang cukup parah itu terguling di lantai kamar. Dia berusaha mendongak, mencari keberadaan Doom yang masih berdiri tegap di tengah puing-puing. "Kak Doom! Uugh.. apa yang kau lakukan?!"

Famin ikut menoleh, sambil menghentikan pendarahan yang cukup dalam di lengan kirinya. Ah, dia bahkan tak menyangka akan terluka akibat pedang Doom. Pria itu berdiri di sudut ruangan, cukup lama sampai menyadari bahwa ada sesuatu yang mengganjal.

"DOOM! MANA GADIS ITU?!" teriak Famin, mengepalkan kedua tangannya kesal. Dia menolehkan kepalanya ke kanan kiri, mencari keberadaan [Name] yang menghilang.

Delisaster meneguk ludah, sebutir keringat bergulir turun dari pelipisnya. Ah, dia melihatnya dengan jelas. Doom sama sekali tidak menyerang Famin dengan sengaja.

Sesaat sebelum kakak tertuanya mengayunkan pedang, sosok pemuda berjubah hitam datang dari satu arah dengan kecepatan luar biasa. Dan sepersekian detik setelahnya, ruangan yang luas itu tiba-tiba hancur oleh Doom yang sempat melayangkan serangan pada pemuda itu. Lalu sekarang, dia menghilang bersamaan dengan [Name].

"Seseorang telah masuk ke kediaman kita tanpa kita sadari." gumam Delisaster.

Epidem menyantap pudding terakhirnya, kemudian mengangguk. "Kalau mau mengejarnya, sekarang masih sempat. Dia keluar dari atap kamar yang sudah roboh." tunjuknya ke atas menggunakan garpu.

Doom, Famin, Domina, dan Delisaster langsung menghilang dari tempat. Tujuan mereka hanya satu, yaitu mengambil [Name] kembali.

"Ya ampun, lihatlah betapa mudahnya seorang gadis merubah mereka." gumam Epidem sambil geleng-geleng. "Untung aku hanya cinta pudding."







.







Di bawah cahaya rembulan yang bersinar terang menghiasi malam, seorang pemuda bersurai hitam merengkuh tubuh mungil yang lebih kecil darinya. Bak melampiaskan rasa rindu yang meluap-luap sampai membuncah, pelukan itu tak merenggang sedikitpun.

[Name] membiarkan dirinya terpojok ke batang pohon yang besar. Ia jatuh terduduk kala sahabatnya berhasil menarik tubuhnya dengan lembut, mendekapnya begitu kuat. Meski dia tak punya keinginan untuk kabur, Mash tetap tak mau melepasnya begitu saja.

"Jangan lepas." bisik Mash, mempererat pelukannya. Dia menenggelamkan wajahnya ke leher [Name] dalam-dalam, hampir tersedak karena tenggorokannya yang tercekat. Ah, betapa dia merindukan gadis ini. Rasanya Mash hampir gila karena tak merasakan kehangatan sahabatnya.

"[Name]... peluk."

Patah-patah, [Name] mengangguk mengiyakan. Dia mengelus kepala Mash lembut. Sejenak, ia dapat merasakan tubuh kekar Mash yang begitu rapuh di dalam pelukannya. Hal itu membuat [Name] semakin merasa bersalah, karena wajah pemuda itu bahkan lebih pucat dari biasanya.

Mash menengadah, menatap [Name] dari bawah. Perlahan, kedua tangannya terangkat untuk menangkup wajah [Name] ke dekatnya. Lalu mengusap kedua pipi gadis itu lembut. Oh, perasaannya kembali menggebu-gebu. Melihat tatapan penuh sayu milik [Name] yang memandanginya, benar-benar terlihat imut. Hal itu membuat Mash ingin melahap habis sahabatnya saat itu juga.

"[Name].." panggil Mash lirih. Dia mendekatkan wajahnya pada [Name], membuat dahi mereka saling bersentuhan. "Aku menginginkanmu."

"....Mash?"

"Aku ingin kamu, seutuhnya."

Cup!








🥐
.






GASS GA NIH GASS GA NIH?
DUH LEMPAR KE CHAPTER DEPAN DEH, KEPANJANGAN KALO DITARUH DISINI 😿

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top