˖✦ 𝟬𝟵. ›
🥐
.
.
Finn dan Dot menghela napas secara bersamaan, dua orang itu tengah menidurkan kepalanya di meja yang sama. Yah, bagaimana tidak? Semakin tau hubungan 'pertemanan' Mash dan [Name] yang tak normal, semakin frustasi pula mereka.
Lance berdecih, pria bersurai biru itu melihat Dot dan Finn dengan tatapan merendahkan. "Dasar buta cinta. Padahal kasih sayang antar sahabat itu juga perlu. Ya kan, Anna?" lalu mencium liontinnya.
Dot memasang ekspresi jijik, mengacungkan jari tengahnya. "Diam kau, siscon sialan! Kau juga tidak normal!" pekiknya dari jauh.
"Anna, tolong jangan dengarkan dia."
Dot mendelik, lalu berteriak. "NPC AN***G!"
Finn menghembuskan napas panjang. Dia membalikkan posisi tidurnya. Tak ingin melihat pertengkaran Dot dan Lance yang kekanak-kanakan. Tapi.. yang dia temukan malah Mash dan [Name] yang duduk di satu kursi yang sama.
Mash duduk di sebuah kursi, sedang sahabatnya sendiri duduk di pangkuannya. Mash merangkul [Name] dari belakang, menyenderkan kepala nya ke bahu gadis itu—yang tengah fokus membaca buku.
"Aku iri. Aku iri karena aku tidak normal seperti mereka." batin Finn, tersenyum sambil menitikkan air mata.
Dot yang jengah setelah bertengkar dengan Lance pun ikut menoleh ke arah Mash dan [Name]. Pria bersurai merah itu menyikut lengan Finn pelan.
"'Kimi cimi timin'. CUIH! SUKA BILANG LAH BA***AT!" Dot menggerutu kesal, mengepalkan kedua tangannya geram.
Finn menepuk pundak Dot pelan. Yah, cuma ini yang bisa dia lakukan untuk menenangkan temannya. Karena ia bahkan tak tau harus berkata apa lagi.
Tapi, masih ada satu hal yang mengganjal di benaknya soal Mash dan [Name]. Finn mengangkat kepalanya, berpikir sejenak. Ya. Itu dia.
"[Name]!" seru Finn, dia duduk tegap di kursinya dengan tampang serius.
[Name] menoleh, lalu tersenyum sambil memegang bukunya. "Ya?"
"Apa Mash pernah tersenyum?"
Ya, benar. Mash sama sekali tak pernah tersenyum. Mulai dari ujian masuk Akademi Sihir sampai sekarang, pria itu tak pernah menampakkan giginya. Walau sebanyak apapun lelucon yang dibuat temannya, pria bersurai hitam itu masih diam dengan tampang masa bodoh.
"Oh, sering." jawab [Name], dia melebarkan senyuman. "Apalagi jika kepala nya di elus." katanya sambil menunjuk Mash yang masih nyender di bahu nya.
Dot dan Finn saling pandang. Tersenyum kecut. "Itu mah sama kau doang."
Finn berdehem. Dia beralih menatap Mash. "Mash-kun." panggilnya.
Mash sedikit memiringkan kepala, lalu melirik Finn di seberang meja. "Hm?"
"Apa [Name] pernah marah?"
[Name] itu, sudah jadi murid paling sopan di kelas. Dia ramah, bicara nya lembut. Dia juga tak kasar dan selalu menghargai pendapat orang lain daripada pendapatnya sendiri. Jadi, kalaupun ada yang bilang [Name] sedang marah, tak akan ada yang percaya.
Mash mengangguk datar. "Pernah." jeda sedikit, "[Name] suka marah kalau aku menggigit pipi nya."
Hm. Kan.
Dot dan Finn langsung tersenyum.
SENYUM PENGEN NABOK DUA SEJOLI ITU.
BRAAKK!
Pintu terbuka lebar, seorang perempuan berambut kuning berdiri dengan senyuman ceria di wajah. Bola matanya mencari-cari keberadaan Mash di dalam ruangan itu. Dapat. Segera dia menghampirinya.
"MASH-KUN~ Aku datang!" ucap Lemon dengan kegirangan, melangkah ke meja Mash dan [Name].
Mash yang tadinya tengah menidurkan kepala ke bahu sahabatnya itu jadi terbangun. Dia sedikit menoleh, diikuti dengan [Name]. Keduanya menatap Lemon secara bersamaan.
Lemon.. masih memakai bando pink di kepalanya. Namun kali ini tanpa pita. Bando polos yang sama persis seperti milik [Name] dulu.
"Anoo, sebenarnya aku dengar dari Dot kalau Mash-kun baik-baik saja ketika dibacakan sebuah cerita." kata Lemon malu-malu, membuat semburat merah di wajahnya muncul.
"[Name], boleh aku pinjam buku mu dan membacakannya untuk Mash-kun?" tanya Lemon penuh harap, matanya berbinar-binar.
Dot dan Finn saling tatap. Padahal Mash dan [Name] masih dalam posisi cuddling seperti itu, bukankah harusnya Lemon juga tau bahwa ada yang tak normal diantara mereka? Tapi, dia masih berani dengan tekat kuatnya. Kira-kira apa.. yang akan dijawab oleh [Name]?
"Boleh." [Name] mengangguk, menutup bukunya rapat-rapat, kemudian memberikannya pada Lemon.
Dot dan Finn langsung nganga. "NANDE DA YO?!"
"KYAAA~ [Name], terima kasih banyak!" ucap Lemon, memeluk buku yang diberikan oleh [Name] dengan erat. "Oh, iya. Itu.."
Lemon menunjuk kursi yang diduki Mash dan [Name]. Mengisyaratkan kalau dia juga ingin duduk disana. Tapi masalahnya, mana bisa bertiga?
[Name] mengatup bibirnya. Dia mengalah, lagi. Gadis itu berdiri, mempersilahkan Lemon untuk duduk di tempatnya. Alias, di pangkuan Mash.
"Jangan." Mash mencekat lengan [Name] yang hendak pergi, kemudian menariknya kembali ke dalam dekapannya. "Tidak boleh."
Ah, mendadak [Name] merasa perih yang begitu dahsyat di hatinya. Kalimat terakhir Mash begitu menyesakkan dada. Sungguh, dia juga tak mau pergi. Tapi dia tak boleh egois, kan? Soalnya.. Lemon juga teman Mash sekarang.
[Name] tertunduk sedih, menyembunyikan wajahnya. Dia meremas roknya sampai kusut. "Aku mau pergi sebentar. Jadi kau sama Lemon dulu."
"Kemana?"
"..."
"Kemana, [Name]?"
"Beli sesuatu." jeda sedikit, "kalau menghentikanku, aku akan marah." usai mengucapkan itu, [Name] langsung berdiri.
Tanpa menoleh pada teman-temannya sedikit pun, [Name] melangkah pergi dengan perasaan kalut. Langkahnya.. benar-benar terasa berat. Terlalu berat sampai matanya memerah.
"Yeyyy!" Lemon berteriak kegirangan. Dia memajukan kakinya, hendak duduk di paha Mash.
Tapi tiba-tiba, Mash menarik kursi lain dari belakang, lalu menempatkannya di sebelahnya. "Disini saja." ucapnya datar.
"EEHH? KENAPA?!"
Mash menepuk kedua pahanya. "Yang ini untuk [Name]."
.
Rayne memandangi sebuah bando polos berwarna pink yang ia letakkan di atas meja. Dia menyilangkan kedua tangannya di dada, melirik benda itu dari ujung ke ujung. Bersih, tak ada satupun noda yang melekat disana. Benar-benar seperti baru setelah ia cuci.
Rayne menggenggam bando itu erat-erat. Hanya itu. Dia hanya punya itu.. untuk dijadikan umpan menangkap kelinci barunya. [Name].
"Akan kucari sekarang juga." gumamnya. Yah, karena kelinci nya telah lepas beberapa hari lalu, sekarang Rayne bertekad untuk menangkapnya kembali.
Karena memang sudah sepatutnya, kelinci yang hilang harus pulang pada pemiliknya, benar kan?
🥐
.
IYA IYA GA SAD ENDING DEH, AOALAH KALIAN INI AOALAH!
Btw kasih rate cerita chii bolee ga? 🥺👉🏻👈🏻
Ngerasa kurang bgus gara² sepi pembaca, heheh
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top