˖✦ 𝟭𝟱. ›
🥐
.
.
Akademi Walkis, satu-satunya sekolah sihir yang berfokus pada bakat dan kekuatan. Disini, kemampuan akan diasah setajam mungkin sampai mencapai titik yang paling tinggi. Mereka seolah tak mengenal kata-kata 'lemah' dan 'takut'. Semua murid yang ada disana, dituntut untuk menjadi kuat.
Dan dari banyaknya siswa jenius dari Walkis, ada beberapa orang yang telah dijadikan kandidat untuk menjadi Visioner Suci tahun ini. Salah satunya bernama...
"Domina Blowelive, yoroshiku."
Seorang pria bersurai merah jambu itu mengukir senyum di wajah, dia mengambil salah satu kursi murid yang ada disana, kemudian meletakkannya di depan meja [Name], dan langsung duduk.
"Kau manis sekali, anak baru. Pindahan dari mana? Saint Ars? Easton? Atau sekolah rendahan lainnya?" tanya Domina, dia memiringkan kepalanya lalu tersenyum.
[Name] masih diam tak menjawab. Ocehan demi ocehan yang di lontarkan oleh Domina sama sekali tak berarti baginya. Dia benar-benar benci dengan pengganggu. Gadis ber-manik merah muda itu menggenggam pulpen nya kuat-kuat, menyalin sisa catatan dari papan tulis yang masih belum ia selesaikan.
"Tulisanmu rapi. Tapi kau lamban dalam menulis." komentar Domina, dia melipat kedua tangannya ke punggung kursi, lalu menidurkan kepalanya. "Di Walkis, semua harus tuntas tepat waktu. Dan semua orang di kelas sudah selesai mencatat kecuali kau."
[Name] mendengus kasar. Yah, setidaknya dia tahu itu dan dia tidak bisa protes bahwa dirinya memang lamban. Tapi kenapa dia harus di ceramahi habis-habisan oleh pria asing satu ini? Menyebalkan.
"Aku yakin kau dari Easton."
Sontak, [Name] langsung mengangkat kepalanya karena kaget. Darimana dia tau? Padahal Ryoh sudah meminta kepala sekolah Walkis untuk menyembunyikan sekolah lama [Name] agar tak diketahui oleh murid-murid disana. Takut kalau-kalau terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Tapi...
...kenapa pria menyebalkan ini malah tau?
"Kau tau darimana?" tanya [Name], mengerutkan dahinya.
Domina tersenyum miring, memandangi [Name] dari bawah. "Easton memang dipenuhi orang-orang tak konsisten, jadi tak usah terkejut." jawabnya, lalu tertawa kecil.
[Name] mencibir sebal, mengepalkan tangannya kuat. Ah, kenapa dia benar-benar direndahkan disini? Ataukah murid-murid di Walkis memang suka merendahkan orang lain karena merasa sudah hebat? Atau hanya pria ini saja?
"Paling kalau dipukul Mash juga kau akan tumbang." ledek [Name], tersenyum puas.
Domina sedikit mengangkat kepalanya, menatap [Name] dengan raut serius. "Mash?"
"Ya, Mash Burnedead."
"Ah, sou? Dimana dia?"
"Di—" kalimatnya terpotong. [Name] kembali terdiam, menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Oh... dia terjebak dengan perkataannya sendiri. Padahal, Mash sudah tak lagi bersamanya, tapi [Name] tetap saja menyebut nama pemuda itu tanpa ragu.
Apa itu sebuah naluri? Atau hanya kebiasaan?
[Name] menghempaskan pulpennya dia atas meja, cukup keras sampai membuat Domina dan murid lain di kelas jadi terkejut di tempat. Gadis itu berdiri, kemudian melangkahkan kakinya menuju pintu kelas dengan perasaan gundah.
"Manis sekali." Domina berdecak kagum, mulutnya tak berhenti untuk menarik lengkungan tipis dari kedua sudut bibirnya-memandangi langkah [Name] sampai keluar kelas.
"Kalau kubawa pulang.. apa Doom dan yang lain akan suka?"
.
Seorang perempuan berambut kuning dengan bando pink polos itu tak henti-hentinya mengejar Mash sedari tadi, bahkan pemuda itu tak kunjung memberinya kesempatan bicara walau hanya semenit. Ibarat mengejar seekor capung, semakin keras dia mengejar, semakin tinggi dia terbang.
Padahal kan, Mash cuma jalan cepat.
Lemon berjongkok, napasnya naik turun. "Mash-kun, jangan buat aku berlari lagi. Kakiku rasanya mau patah." keluhnya, suaranya hampir habis saking lelahnya berlari. Dia jatuh terduduk, berharap Mash berbalik dan menggendongnya seperti di ujian Labirin dulu.
"Tak ada yang menyuruhmu mengejarku." ucap Mash, dia terus melangkahkan kakinya. Meninggalkan Lemon yang terlihat menyerah mengikutinya.
Lemon menelan ludah. Sungguh, kenapa Mash begitu dingin padanya? "[Name] sudah pindah, jadi kenapa kau harus begitu keras meminta pada kepala sekolah Wahlberg agar dia kembali? Apa aku tak cukup?!"
Mash memberhentikan langkah sebentar, menolehkan kepalanya ke belakang. "Tidak. Aku mau [Name]." jawabnya singkat, lalu kembali berjalan.
"Dia cuma temanmu, kan?! Apa harus sebegitunya karena dia pindah?!"
"Iya."
"Apa bedanya aku dengan dia?! Kita juga bisa jadi sahabat!" Lemon bergerak dari duduknya, kembali bersiap untuk mengejar Mash lagi. Memaksakan tungkai kakinya yang telah lemas untuk berjalan.
"Padahal selama ini, aku selalu berusaha keras untuk setara dengan [Name]. Tapi.. kau tetap saja tak mau melihatku. Apa yang dia punya yang tak aku punya?!" teriak Lemon.
Oh, tidak. Kata-kata jahat itu keluar dari mulutnya begitu saja. Semua perasaan terpendam nya yang selalu ia tutupi akhirnya terucapkan juga. Dia lega, namun juga takut. Mash pasti.. membencinya sekarang.
Lemon menengadah, berusaha melihat respon Mash. Nihil. Tak ada siapa-siapa di koridor sekolah kecuali dirinya, pemuda bersurai hitam legam itu telah lenyap entah kemana.
Tap
Tap
"Eh, Lemon? Kau kenapa?"
Lemon menoleh, mendapati Finn yang berjalan menghampirinya. Hal itu membuatnya makin ingin melepas tangis. Hatinya benar-benar sakit telah diabaikan begitu saja oleh Mash.
"Aku.. hiks, ingin mengajak Mash-kun menghabiskan waktu bersamaku. Mumpung [Name] tidak ada, kupikir kami bisa jadi lebih dekat, tapi.. hiks."
Finn menghela napas panjang. Ternyata masalah Mash dan [Name] lagi, pikirnya. Dia berjongkok, menyamai posisinya dengan Lemon.
"Lagipula bukannya aneh?! Padahal mereka cuma teman masa kecil, harusnya aku yang orang baru mudah mendapat perhatian Mash-kun. Apa bagusnya dekat dengan temanmu terus menerus dari kecil? Mash-kun pasti bosan! Tapi saat [Name] pindah, dia.." Lemon meronta-ronta, menghapus air matanya yang mengalir deras.
Finn mengernyitkan kening. Sebenarnya, dia bukannya benci dengan tindakan Lemon yang sudah semena-mena selama ini. Dia hanya tidak suka dengan pola pikir Lemon yang tidak mengerti situasi dan kondisi. Sama halnya sekarang. Lemon bahkan menyimpulkan semua nya sendiri tanpa berpikir dua kali.
Finn menarik napas. "Justru malah sebaliknya, Lemon."
"A-apanya...?"
"Justru karena berteman dari kecil, sulit untuk memisahkan mereka. Karena Mash dan [Name] sudah terbiasa bersama, orang baru tak ada artinya bagi mereka. Seolah, tak ada celah sedikitpun untuk masuk di antara dua orang itu." ucap Finn menjelaskan.
Lemon terdiam. Sejenak, air matanya pun berhenti untuk turun.
"Ketahuilah bahwa hubungan mereka yang selalu kau lihat itu sebenarnya sudah keluar dari batas normal. Dan kau harusnya mengerti, betapa tersesatnya Mash ketika [Name] tak ada di sisinya."
Ah.. jadi, apa selama ini dia cuma pengganggu yang suka meniru-niru kebiasaan [Name] untuk mendapat perhatian Mash?
🥐
.
Kasian kuning ngambang di got 😔🙏🏻
Btw siapa mau jalan² ke rumah nya innocent zero? Chapter depan chii bawain kalian ketemu papah mertua deh wkeke 😋👆🏻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top