˖✦ 𝟭𝟭. ›

🥐
.

.







Pukul 22.00.

Lampu seluruh asrama di matikan, area yang luar dari sekolah ditutup, menandakan bahwa murid-murid Easton harus meninggalkan segala aktivitasnya di malam hari dan langsung tidur sebagai ganti.

Tapi, di sebuah asrama Adler yang paling ujung, seorang gadis bersurai emas kecokelatan masih terjaga di kursi belajarnya dengan lampu lentera yang menyala terang di atas meja.

"Hoaamm.."

[Name] mengucek-ucek matanya yang telah berat. Meski begitu, rasa kantuk yang menyerang tak membuat nya berhenti menulis. Akibat membolos di saat jam terakhir dan bertemu Rayne, gadis itu jadi harus menyalin catatan sejarah sihir dan mengumpulnya besok.

20 menit berlalu.

[Name] menutup buku-buku nya yang berserakan di atas meja, menyusunnya dengan rapi. Dia meluruskan kedua kakinya yang terasa pegal, lalu meregangkan otot-otot tangannya yang kaku.

"Hufft.. aku tidak sabar untuk tidur." gumamnya. Yah, setidaknya lain kali, dia tak mau membolos lagi.

[Name] beranjak dari kursi, lalu berdiri. Sebelum melangkah pergi, netra merah muda nya melirik novel-novel yang menumpuk di sebelah buku tulis. Dia.. langsung teringat dengan Mash. Ah, hatinya berkedut sakit.

Padahal, [Name] sendiri yang meninggalkan sahabatnya itu, tapi dia juga yang merindukannya.

"Mash.." [Name] menggigit bibir bawahnya, lalu menundukkan kepala sebelum rasa pilu menyebar ke seluruh badannya. Oh, dia ingin sekali bertemu dengan pria bertampang polos itu.


DUK!
DUK!


Tersentak, [Name] langsung menoleh ke arah pintu. Suara pukulan kencang yang terdengar familiar itu pastilah orang yang dia tunggu.

Dengan perasaan yang menggebu-gebu, [Name] langsung berlari cepat menuju pintu kamar, segera dia memutar kenop pintu, dan membukanya lebar-lebar. Lalu terlihatlah, pemuda jangkung bersurai hitam yang berdiri diluar sana.

"Mash!"

Mash sedikit menunduk menatap seorang gadis yang telah membukakan pintu untuknya. Mata mereka saling bertemu. Oh, tuhan. Mengapa [Name] begitu menggemaskan dengan tubuh mungilnya itu? Terlebih, ekspresi manisnya yang sedang menatap Mash dengan kepala mendongak terlihat begitu imut.

Tanpa aba-aba, pemuda itu langsung membungkuk, dan dengan satu gerakan, Mash memeluk kedua kaki [Name] dari depan, lalu mengangkatnya.

"Mash?!" pekik [Name] ketika Mash berhasil menggendong tubuhnya. Kedua tangannya melingkar ke leher pria itu, berpegangan erat agar tak jatuh.

Jengkel dengan kelakuan sang sahabat, [Name] memasang wajah geram dan memukul pundak Mash sedikit keras. "Kau ini, kenapa tiba-tiba—"

"Aku merindukanmu."

[Name] tersedak, membelalakkan matanya, hampir saja ia terhuyung ke belakang karena mendengar kalimat Mash—kalau saja pria itu tak memeluknya dengan erat.

Ah, imut sekali.

Mash langsung berjalan membawa [Name] ke meja belajar, kemudian menurunkan gadis itu di atas meja-sedang dia sendiri duduk di kursi. Mash menatap wajah [Name] dari bawah, lalu menidurkan kepalanya ke paha gadis itu.

[Name] tersenyum, tangannya terangkat untuk mengelus kepala Mash dengan lembut. Padahal, dia hanya membolos disaat jam pelajaran terakhir, tapi sahabatnya itu sudah se manja ini.

"Sejak tadi aku penasaran." gumam Mash pelan.

"Hm? Penasaran apa?"

"Apa yang ada di tempat tidurmu?"

[Name] tertegun, dia langsung menoleh ke tempat tidurnya sendiri. Ada.. bando pink dan bunga-bunga sihir yang diberikan oleh Rayne tadi siang.

Gadis itu menundukkan kepala. "Itu... kakak Finn yang memberikannya padaku."

Mash diam.

"Jangan marah, Mash. Aku sama sekali tak menatap wajahnya. Aku menepati janjiku."

Hening.

[Name] meneguk ludah. Tiba-tiba dia jadi gelisah karena merasa bersalah. Mash memang sering diam, tapi sahabatnya itu tak pernah sekalipun tak menjawab perkataannya. Ini membuat [Name] sedikit takut.

Oh, tidak. Bagaimana kalau Mash benar-benar marah dan meninggalkannya? Atau kemungkinan terburuk, pria itu malah beralih pada Lemon dan membuang dirinya begitu saja?

[Name] menggigit bibir bawahnya. Menggeleng kuat sampai kedua bola matanya memanas. Sungguh, dia tak ingin itu terjadi. "Mash.. jangan diam." pinta nya.

Tetap saja, Mash tak bergeming.

"H-hei.." [Name] mengangkat kepala Mash yang masih tertidur di pahanya, menangkup wajah pria itu untuk memandanginya dengan lurus. "Aku mohon.. maaf."

Mash menengadah dengan tatapan kosong. Dia mengambil telapak tangan [Name] yang menempel di pipinya, kemudian mengecupnya lama. Sesaat setelah itu, Mash langsung menggigit jemari mungil [Name] dengan kasar.

"Ahh, Mash! Ittai"

"Aku lapar." gumam Mash, ia memasukkan jari telunjuk gadis itu ke dalam mulutnya—sesekali menghisap dan mengulumnya dengan agresif.

[Name] mengatup kedua bibirnya, berusaha untuk tidak mengeluarkan suara yang mungkin akan terdengar memalukan. Hanya saja.. rasa hangat dan basah ketika Mash menggigit jarinya itu.. menimbulkan gejala aneh di hatinya.

"..haa."

Mash menghentikan aktivitasnya untuk melumat jemari sahabatnya. Sebagai ganti, pria bersurai hitam itu menelusupkan kepalanya di belahan paha [Name], lalu mendusel ria disana.

Gadis bersurai emas itu tersentak, antara merasa geli dan merinding. Membuat kedua kakinya perlahan terbuka lebar akibat tindakan Mash yang 'sedikit' nakal. "M-mash... jangan disana."

Ah, bagaimana ini? Mash hilang kendali lagi.

Mash mengangkat dagu, dia kembali mengambil jemari tangan [Name] kemudian menautkan tangan mereka. Sesaat setelah itu, dia berdiri dari kursi. Dengan perlahan, dia mendekatkan wajahnya pada [Name], dapat ia rasakan deru napas sahabatnya yang telah memburu karena ulahnya. Imut.

"Tomaranai." ucap Mash, dia tak bisa menahan diri untuk tidak menatap [Name] dengan kabut hasrat. Tangan nakal nya mulai masuk ke dalam piyama gadis itu dari bawah, meraba-raba perut [Name] lembut.

Mash mendorong tubuh [Name], membuatnya terbaring di meja. Barulah dia ikut naik dan menyingkap piyama gadis itu ke atas-sampai mengekspos perut rata [Name] yang putih mulus.

Detik selanjutnya, Mash langsung menyambar perut [Name] dengan liar. Menggerakkan lidahnya untuk menjelajahi kulit gadis itu—menyapu semua yang ada disana. Mash dapat mendengar jeritan kecil yang keluar dari mulut [Name] ketika dia berhasil menggigit pusar Gadis itu sedikit kasar.

"Ah—"

[Name] tersentak kaget, dia menutup mulutnya dengan satu tangan. Oh, astaga. Dia memang sudah menduga kalau Mash akan marah, tapi dia tak menyangka sahabatnya itu akan menggila seperti ini.

"Mash, berhenti.. ungh" [Name] berusaha mendorong kepala Mash yang masih asyik membuat tanda di perutnya, tetapi pria itu tak berkutik sedikitpun. Lidah hangat Mash begitu agresif kala menyentuhnya—membuat [Name] jadi merinding hebat.

Beberapa saat kemudian, Mash menghentikan aksinya. Dia menatap bercak merah yang baru saja ia bentuk di perut [Name], lalu mengecupnya. "Yang ini milikku."

Deg!

"A-ap.. apa?"

Mash menggenggam jemari [Name] yang terkulai, lantas mengecupnya. "Yang ini juga milikku."

"..Mash?"

Pemuda bersurai hitam itu memeluk pinggang [Name] menggunakan kedua tangannya, dan dengan sekali tarikan, [Name] langsung berada di atas pahanya. Segera dia membawa tubuh mungil itu ke dalam dekapannya, memeluk [Name] erat-erat.

Mash berbisik pelan. "Kamu seutuhnya milikku."








🥐
.






ಠ ͜ʖ ಠ

Anw, chii minta maaf kmren ga up, harusnya book Mash up sekali sehari, tp chii punya masalah smpe down+stress dan hampir writerblock gara² itu :(

Sop iler: 5-6 chapter lagi tamat, dan kemungkinan bakal ada scene 'nganu' (^3^)VOTE VOTE VOTE!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top