Episode 47 : Pertama kali
Kim Taehyung
Beberapa saat. Aku merasa membaik sendiri. Aku lelaki yang jarang menangis. Tetapi, entah mengapa saat aku merasa ditipu seseorang yang sangat dekat denganku, aku merasa sangat terpukul. Aku mengusap air mataku. Tiba-tiba semuanya terasa sunyi. Dadaku berdebar hebat, seperti terjadi sesuatu. Apa Yana benar-benar menganggap serius kata-kataku? Apa ia benar-benar pergi?
Aku keluar dari kamarku, aku berlari menuju kamarnya. Aku membuka pintu dan benar saja, ia tak ada di kamarnya. Ia benar-benar meninggalkanku. Aku hanya menggertaknya agar ia kembali ke kamarnya, tetapi ia menggap serius. Mungkin karena sikapku yang terlalu keras hingga ia pergi. Jika ia memang benar-benar pergi, mengapa ia tak menunggu pagi.
Aku menggaruk kepalaku. Bodoh sekali diriku ini, jika terjadi sesuatu padanya, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri.
"Yanaaaaa!!!!!" pekikku di kamarnya.
Jigoong tergopoh-gopoh datang. "Hyung, ada apa?" tanya Jigoong cemas.
"Jigoong, Yana pergi meninggalkanku," ucapku.
"Hyung, sudahlah. Kurasa ia belum jauh. Kita susul saja," usul Jigoong.
"Jogoong kau di sini saja, aku akan mengabarimu. Kau kabari aku jika ia kembali, ia tak membawa bajunya," kataku.
"Baik, Hyung. Hubungi aku jika kau membutuhkan bantuanku," timpal Jigoong.
Aku mengangguk. Tanpa mengganti bajuku, dengan menggunakan celana pendek dan kaos oblong, aku keluar apartemen. Sampai di luar aku celingukan. Aku langsung menuju Lift. Sialnya lift sedang bekerja menurunkan penumpang. Aku menekan lift di sebelahnya untuk menyusulnya turun. Kuharap lift yang ia naiki sibuk menurunkan penumpang di tiap lantai.
Beruntung lift yang kunaiki tidak ada penumpang yang menekan tombol, hingga dengan cepat aku sampai di lantai dasar apartemen. Begitu sampai ternyata banyak orang-orang lewat. Aku hanya menunduk dan membuang muka. Kuharap mereka tidak memotretku. Kuharap mereka tidak menyadari keberadaanku.
Dengan sabar aku menanti lift di sebelah hingga pintunya terbuka. Aku menuduk dan berdo'a semoga tidak ada masalah baru karena aku berkeliaran di lantai dasar apartemenku.
Begitu lift terbuka, aku melihat beberapa orang keluar dari lift. Mereka tampak sibuk hingga tak mengenaliku. Mereka tentu saja orang penting dan beberapa aktor hingga kemunculanku di depan lift bukan menjadi perhatian mereka.
Setelah mereka keluar, benar saja, Yana ada di dalam lift. Ia menunggu penumpang lainnya keluar dari lift. Aku lega, Yana sepertinya tertunduk sedih. Setelah semua penumpang keluar dari lift aku cepat-cepat masuk lift dan menutup pintu lift.
"Yeobo," katanya lirih. Ia menatapku dan kembali menangis. Aku menekan tombol 15 untuk kembali ke apartemenku.
"Kau tega sekali meninggalkanku," ucapku dengan wajah sedih.
"Kau yang memintaku pergi. Aku, aku tak pantas untukmu. Sebaiknya aku pulang saja. Katanya sambil menekan tombol lift. Aku menahan tangannya ia menatapku. Kami saling beratatap mata. Empat hari tak bertemu dengannya, aku merindukannya.
"Aku sudah menekannya. Kau tak perlu menekankannya lagi," bisikku. Ia justru menangis menutup mulutnya.
Aku masih menatapnya. Aku membuka mulutnya. "Pulang, ya. Aku sangat mencintaimu, jangan tinggalkan aku," bisikku.
Ia menggeleng, beberapa detik kemudian pintu lift terbuka menunjukkan sudah sampai di lantai lima belas. Aku menekannya kembali hingga lantai dua puluh, pintu lift kembali tertutup. Bersamaan dengan tertutupnya pintu lift. Aku menyudutkan tubuh Yana dan bibirku meraih bibirnya dengan penuh rasa rindu. Ia memejamkan mata dan meremas lembut kedua lenganku. Kali ini aku tak menahan diriku, aku makin dibuat menggebu-gebu.
Setelah sampai di lantai dua puluh, aku kembali menekan tombol ke lantai satu kembali. Kami melanjutkan kembali hasrat cinta dua insan. Beruntung tidak ada yang menaiki lift. Aku kembali memeluk Yana yang sebelumnya tersakiti olehku.
Aku telah mempermainkan lift ini. Setelah sampai di lantai satu, beberapa penumpang masuk lift tanpa memperhatikanku yang bersandar di dinding. Aku dan Yana seperti seseorang yang tidak saling kenal. Hingga lantai lima belas kami keluar lift. Secepatnya aku menyambar tangan Yana dan membawanya kembali pulang. Ia menurut saja.
Sesampainya di apartemen ia masuk bersamaku. Aku kembali menyerangnya. Kami berjalan saling berpelukan. Ia maju dan aku mundur hingga kami masuk ke kamarku.
"Jigoong, aku sudah menemukan Yana!" pekikku. Aku memberinya kabar agar ia tak mencari-cariku.
"Syukurlah, sekarang di mana Yana?" pekik Jigoong.
"Kami di kamar!" timpalku.
"Ya ampun, jangan lupa pengaman!" sambungnya.
"Brengsek!" ucapku tak mau kalah.
Yana tersenyum saat mendengar pengaman yang disebutkan Jigoong. Aku dan Jigoong berbahasa Korea. Pengaman yang didengar Yana tentu saja kondom. Dasar Jigoong anak nakal.
Aku menatap Yana dengan intens. Aku belum bisa ia tinggalkan. Aku sangat ingin di sampingnya. Aku mengecup tangannya sambil menatap matanya.
"Yeobo, mengapa kau membawaku pulang. Kau yang memintaku pergi," ujarnya pelan.
"Maafkan aku, Baby. Tak seharusnya aku mengusirmu. Aku tak serius mengusirmu, sudah malam. Kukira kau akan keluar besok pagi. Ternyata kau langsung keluar. Kau jangan tinggalkanku lagi," ucapku serius.
"Yebo, aku. Aku ini bukan wanita penghibur. Aku wanita baik-baik. Sebelumnya aku ingin ke Beijing. Tetapi aku malah dipekerjakan di sini. Aku tak tahu kalau aku dibawa ke Miari," cerita Yana.
"Sudahlah, Baby. Aku tak mempermasalahkan itu lagi," timpalku.
"Kau mengatakan kalau kau rapat ke Cha Myung? Apa direktur itu yang bercerita padamu? Demi Tuhan, dia belum menyentuhku. Ia klien pertamaku, setelahnya aku kabur dan bersembunyi di mobilmu."
"Sudahlah, Baby. Aku tak mempermasalahkan masa lalumu" jawabku. Setelahnya aku mengecup lembut keningnya.
"Kau tak percaya padaku!" Ia meninju pelan dadaku.
"Baby," jawabku.
Ia berjinjit dan mencium bibirku. Sekuat tenaga ia berangsur mendorongku. Aku mundur mengikutinya dan akhirnya ia mendorongku hingga aku terhenyak di tempat tidur. Ia masih berdiri dan menatapku. Napasnya terengah-engah. Aku juga terengah-engah. Dadaku tiba-tiba berdebar.
Yana menatap mataku. Aku masih dalam posisi terlentang. Yana membuka kancing bajunya satu persatu hingga semuanya terbuka.
Ia mendekat dan membuka kaos oblong yang kukenakan. Aku pasrah saja dan menatapnya penuh hasrat dan keinginan. Kini kami sama-sama melucuti pakaian kami. Aku menarik Yana hingga ia berada di atasku.
Lalu semuanya terjadi begitu saja. Ini pertama kali bagiku dan ini juga pertama kali bagi Yana. Kekasihku masih perawan. Aku menyesal tidak mempercayainya. Malam ini ia benar-benar membuktikannya.
***
Muza Yana
Paginya aku terbangun dari tidur. V ada di sebelahku. Kami belum berpakaian hanya menutupi tubuh dengan selimut. Semalam dengan nekat aku membuktikan kalau aku tidak pernah berurusan dengan hidung belang seperti direktur Cha itu.
"Yeobo," panggilku.
Ia terbangun dan tersenyum. Tentu saja ia tersenyum, tadi malam adalah malam pertama kami. "Maaf, Baby. Aku menyesal tak percaya padamu. Hingga semua terjadi begitu saja. Aku janji, aku akan bertanggung jawab," ujarnya.
"Kau jangan khawatir, aku puas memberitahumu dengan cara seperti itu," jawabku santai sambil mengusap rambut ikalnya.
"Kau kini sudah tak suci lagi, karenaku," katanya pelan.
"Aku baik-baik saja. Aku tak menyesalinya. Sebab aku mencintaimu, Yeobo!" jawabku. Hal bodoh sudah kulakukan. Sebelumnya aku memegang prinsip melakukan hubungan seks setelah menikah, tetapi semuanya hancur. Semua hancur karena V mengiraku karyawan rumah bordil yang tentu saja sebelumnya ia mengiraku sudah tidak suci.
"Aku mandi dulu, aku mau menyiapkan keperluanmu. Kau akan ke agensi bukan?" tanyaku.
Ia mengangguk."Benar," jawabnya.
"Baiklah, aku mandi dulu," kataku bangkit dari tidur.
V memegang tanganku tiba-tiba. Aku menoleh padanya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top