Episode 46 : Identitas
Kim Taehyung
Tak perlu memakan waktu lama. Hanya butuh tiga hari saja untuk mendapatkan identitas Yana yang tertinggal di rumah bordil. Jigoong memerintahkan seseorang untuk benar-benar mencari dan merahasiakan kalau akulah yang memintanya.
Jigoong memerintah seseorang yang aku sendiri juga tak tahu siapa orangnya. Menurut cerita Jigoong, seseorang yang ia mintai tolong adalah seorang pria yang biasa ke Miari. Jigoong memang memiliki pergaulan yang sangat luas. Bahkan Jigoong juga kenal dengan beberapa preman di daerah Gangnam.
Tidak tanggung-tanggung aku menghabiskan biaya sepuluh juta won untuk penyelidikan ini. Penyelidikan ini benar-benar rapi dan terstruktur. Bahkan si penyelidik tidak tahu kalau aku yang memintanya. Dari cerita Jigong, pihak rumah bordil meminta bayaran saat memberikan identitas Yana. Penyelidik mengaku kalau dialah yang akan memperistri Yana dan siap mengganti biaya penjemputan Yana.
Jigoong memberiku bungkusan plastik hitam. Aku membukanya perlahan dengan dada berdebar hebat. Satu persatu kubuka ada paspor, visa, kartu tanda penduduk, ATM dan ponsel. Semuanya terpampang jelas kalau pemiliknya adalah Muza Yana, wanita yang kini menjadi kekasihku.
Aku menggigit bibirku dan meninju dinding kamar. Bagaimana ini bisa terjadi. Apa wanita itu sengaja ke Seoul untuk menjual dirinya? Hatiku tercabik dan teriris-iris.
Setelah melihat identitas itu aku meminta Jigoong memotret semua identitasnya. Aku melihat semuanya, identitasnya yang berasal dari Indonesia. Ponselnya tak bisa dinyalakan karena baterainya habis.
"Hyung, kau sabar. Semua bisa diselesaikan baik-baik. Mungkin ia tak sengaja atau mungkin …."
Kata-katanya kupotong. "Mungkin apa? Maksudmu Yana ke mari sengaja mencariku? Sudahlah, dari identitasnya ini sudah jelas kalau dirinya ke Seoul untuk bekerja di Miari," kataku tegas.
"Aku tak percaya, Hyung. Kau bisa bertanya padanya baik-baik," saran Jigoong.
"Ugh! Ugh! Ugh! Sial!" Aku marah dan meninju dinding berkali-kali. Aku menahan rasa sakit kepalan tinjuku. Rasa sakit ini tidak sesakit hatiku.
"Kau jangan menyakiti dirimu, Hyung. Jika kau keberatan bertanya padanya. Biar aku saja yang menanyakannya. Aku akan pulang dan kau di sini saja," kata Jigoong.
"Tidak, Jigoong. Aku akan pulang dan bertanya padanya," kataku geram.
"Kau jangan Sampai menyakitinya. Tabahkan dirimu, Hyung," timpal Jigoong.
"Aku akan pulang, Jigoong," kataku serak.
"Aku ikut, Hyung," pinta Jigoong.
"Terserah padamu, apapun keputusanku jangan kau ganggu gugat!" kataku dengan wajah nanar.
"Hey, Hyung. Kau mau mengusirnya?" tanya Jigoong tak percaya.
***
Muza Yana
Kekasihku sudah empat hari tidak pulang. Katanya, ia sedang berada di New York karena menjadi bintang tamu di sebuah acara talk show. Empat hari tiba-tiba serasa menjadi seabad kala merindukan dirinya. Ia hanya sesekali mengabari lewat telepon rumah.
Malam ini saat aku hendak beristirahat di kamarku, aku mendengar V dan Jigoong masuk apartemen. Mereka membawa kunci, mungkin karena malam mereka tak membangunkanku. Karena aku sangat bahagia mereka pulang, aku langsung berlari menemui mereka.
Sampai di ruang tamu, aku langsung berhenti. Aku melihat V dan Jigoong yang menatapku sambil melongo. "Selamat datang," sapaku ramah.
V dan Jigoong masih menatapku dengan tatapan kosong. Ada apa dengan mereka? Mereka seperti baru kembali dari tersesat di hutan belantara dan menemukan seorang gadis yang mirip alien.
"Kalian kenapa? Mengapa menatapku seperti itu?" kataku bingung.
"Oh, oh maaf. Aku rindu padamu. Iya, rasanya seperti bertahun-tahun saja," jawab V. Ia seakan menjawabku dengan rasa canggung. Padahal kami adalah sepasang kekasih, mengapa harus canggung setelah empat hari tak bertemu.
"Kau baik-baik saja, Yana?" selidik Jigoong. Empat hari justru membuat Jigoong menatapku seperti menatap makhluk mitologi Yunani. Ia menatapku antara takut dan penasaran.
"Aku baik-baik saja, Jigoong," aku tersenyum. Aku makin tak mengerti dengan mereka berdua.
"Oh, baiklah. Aku akan beristihat ke kamar. Kalian jangan macam-macam ya!" ucapnya sebelum meninggalkan aku dan V.
Setelah Jigoong menghilang dari hadapan kami, V justru canggung menatapku. Berkali-kali ia berdeham dan menatap langit-langit, ada apa dengan dirinya? Mengapa ia tampak sedikit berbeda dari biasanya.
"V, aku …."
"Aku lelah, Baby," potong V.
"Baiklah, kau beristirahat saja," kataku dengan wajah tertunduk. Melihatnya seperti itu justru membuatku takut. Sesuatu seperti telah terjadi. Tetapi, ya sudah lah.
"Yana, aku ingin berbicara denganmu, mari kita ke kamarku," ucapnya dingin.
Aku hanya menjawab dengan anggukan. Aku sungguh sangat penasaran.
***
Begitu aku masuk kamar V, wajah V berubah menjadi dingin dan kembali sinis. Mata indahnya berubah menyipit. Ia juga mengatupkan bibir seksinya. Setelahnya, ia berjalan menuju jendela kamarnya dan kuikuti dari belakang.
"Kau belum menceritakan siapa kau sebenarnya, hah!" bentak V tiba-tiba.
"Apa, apa maksudmu, Yeobo?" tanyaku tak mengerti. Mengapa pulang ke rumah ia justru marah padaku.
"Kau tidak jujur padaku, aku kecewa padamu!" umpatnya dengan nada sinis.
"Kecewa? Tunggu, ada apa? Aku tak mengerti. Bukankah aku sudah menceritakan diriku. Aku mencari kerja di Seoul, tetapi aku ditipu orang dan aku dikejar-kejar hingga bersembunyi di dalam mobilmu," ceritaku dengan dada berdebar.
Ia mendekat padaku, lalu menatapku dengan wajah penuh amarah dan kekecewaan. Ia berjalan ke arah meja dan mengambil bungkusan plastik dan mengeluarkan isinya lalu membanting ke atas tempat tidurnya.
Aku langsung seperti disambar petir. V menemukan identitasku dan ponselku. Itu artinya V tahu kalau aku berasal dari rumah bordil sialan itu. Aku terkejut, sedikitpun aku tak ingin memungut identitas dan ponselku. Aku hanya mengurut keningku. V pasti berpikiran kalau aku adalah salah satu wanita penghibur di sana.
"Sekarang sudah jelas! Kau membohongiku! Aku tak mempermasalahkan masa lalumu. Kau mencintaiku tetapi kau tak jujur padaku!" umpatnya. Ia teramat kecewa, selama ini aku menutupi aibku. Sebenarnya tak terjadi apa-apa di sana, tetapi tetap saja barangku tertinggal di sana dan ia menganggapku salah satu pekerja di sana.
Aku menangis terisak. Aku menutup wajahku. Seharusnya aku tidak meninggalkan identitasku begitu saja. Tetapi aku terdesak dan harus kabur daripada aku menjadi santapan hidung belang.
"Yeobo, ini tidak seperti yang kau bayangkan. Aku bisa jelaskan," sanggahku.
"Kau mau mengaku apa lagi? Identitasmu hilang, mereka yang menemukan? Hei, di sini barang hilang akan dikirim ke penampungan barang hilang," ucapnya keras.
"Yeobo, ampuni aku. Tetapi aku bukan salah satu wanita penghibur di sana. Kau seharusnya percaya padaku," kataku dengan suara serak.
Aku berlutut dan memejamkan mata. Tangisku masih membuncah hingga air mata masih mengalir di pipiku. "Kumohon, Yeobo. Percayalah padaku, aku ini korban trafficking, seharusnya aku di Beijing, tetapi mereka membawaku ke mari," kataku pelan. Aku mengusap air mataku dengan punggung tangan.
V tak berani menatapku, ia menatap langit-langit. Ia juga menangis, suara bassnya terdengar jelas saat ia terisak. Ia pasti sangat kecewa. Sangat kecewa saat mengetahui kalau wanita yang dicintainya adalah wanita yang pernah bekerja di rumah bordil. Ia tak tahu dan mungkin tak akan percaya dengan perjuanganku kabur dari sana.
"Aku kecewa padamu, tetapi aku telanjur mencintaimu. Sekarang seperti ini, itu karena kau tak berterus terang padaku. Kalau saja kau berterus terang, sudah lama identitas itu kutemukan," katanya lirih. Ia mengusap air matanya.
"Yeobo, percaya padaku. Kumohon, aku bisa menjelaskan semuanya.
"Aku tak butuh penjelasanmu, Cha Minho dan Chanyeol yang membuka semua kebetulan ini," ujarnya keras. Ia langsung meninju dinding sebelah jendela dan kembali menangis.
"Yeobo, dengarkan aku," pintaku memelas.
"Sekarang keluar dari rumahku!" Ia berkata dengan suara cukup keras dan menunjuk pintu kamarnya yang tertutup.
"Tapi, Yeobo!" Aku masih memohon. Aku bahkan memeluk pahanya memohon belas kasihnya.
"Keluar!!!" perintahnya.
Ia benar-benar marah. Aku berdiri dan menjauh darinya. Aku malu sekali. Mungkin sebaiknya aku pergi dari rumahnya. Aku mengingat beberapa uang ia sering ia berikan dalam jumlah yang cukup banyak. Semuanya ia masukkan ke dalam rekening yang bisa diakses dari beberapa negara.
Baiklah, aku memahami kekecewaannya. Aku memang seharusnya tak bersamanya. Aku ini wanita yang tak sebanding dirinya. Aku harus sadar, lebih baik malam ini aku pergi. Aku cek-in di hotel, besok aku langsung ke Indonesia. Kurasa uang yang ia beri lebih dari cukup.
Aku mengusap air mataku. "Aku pergi, aku akan tetap mencintaimu sampai kapanpun," ucapku pelan.
Aku memungut semua identitasku dan mengambil ponselku. Malam ini aku akan pergi dari rumahnya menuju hotel di luar Gangnam. Aku melangkah pelan meninggalkannya. Ia makin menangis dengan suara cukup keras.
Aku membereskan beberapa baju yang penting kukenakan di perjalanan. Aku tak perlu membawa baju banyak, sebab aku akan pulang. Aku memasukkan identitasku dan beberapa item penting kedalam tas model speedy bermerek Louis Vuitton yang ia belikan beberapa waktu yang lalu saat ia ke Paris untuk pemotretan.
Aku sedih, air mataku tak bisa kubendung. Aku belum berpikiran untuk pulang ke Indonesia. Awalnya aku berpikiran pulang saat meminta restu dari Kakek untuk menikah dengan V. Semua di luar dugaan, aku pulang saat ini juga.
Akhirnya aku pulang ke Indonesia. Jika saat aku ditemukan V di agensinya, aku tidak berpikiran langsung pulang karena aku tak punya uang. Sekarang aku memiliki uang yang cukup untuk kembali ke Indonesia.
Dengan langkah gontai aku berjalan pelan, aku menatap kamarnya sekilas lalu aku meletakkan kartu kunci apartemennya di meja telepon. Aku keluar rumah tanpa membawa kunci, artinya aku keluar dan tidak bisa kembali.
Aku mengusap air mataku. Banyak kenangan manis terukir di apartemen penuh cinta ini. Kini, semuanya harus kutinggalkan termasuk juga kenangan bersama V. Aku makin sedih, mungkin sampai di sini kami berjodoh. Mungkin sampai di sini saja kisah cinta dua insan berbeda negara dan berbeda kelas.
"Selamat tinggal, V. Aku akan selalu mencintaimu," gumamku.
Aku membuka pintu dan menutup kembali pintu apartemen V. Kunci kutinggal di dalam. Aku tak bisa kembali lagi. Aku berjalan pelan sangat pelan menuju lift.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top