Episode 43 : Semusim

Muza Yana

Semusim telah kami lalui bersama. Dalam semusim itu aku sudah mengenal V dengan baik. Aku tahu bagaimana ia marah, sedih, kecewa, tidak setuju, merasa masa bodoh, dan hal lainnya. Sebab biasanya ia hanya menunjukkan dengan menarik sudut bibirnya dan tersenyum sinis.

Aku juga sudah tahu kapan ia ingin diperhatikan, dimanja, dan didengar ceritanya. Segala tentang dirinya baik itu senang ataupun sedih sudah terekam di memoriku. Aku hanya menjadi seseorang yang pertama kali ia cari untuk berbagi.

Setiap sore saat ia libur kami menikmati keindahan Sungai Han dari jendela ruangan makan. Terkadang jika sore tak ada kegiatan khusus, kami menikmati pemandangan sungai Han di malam hari sambil bercerita tentang cinta.

"Kau tampak lelah sekali, Baby," kata V saat aku baru masuk kamarnya pukul 22.00.

"Cucian banyak sekali, aku juga membersihkan kamar mandi. Kau tak usah khawatir. Aku baik-baik saja," kataku meyakinkan. Setelahnya aku duduk di sofa seperti biasanya.

V melihatku lebih dekat. Ia mendekatkan wajahnya dan menatap mataku. "Aku buatkan kau susu, ya?" katanya pelan.

Aku menggeleng. "Tak usah, kau istirahat saja. Kau juga kelihatan capek kembali dari Jepang.

Jemari V mengusap pelan rambutku, setelahnya ia mengecup keningku. "Kau, tunggu di sini. Aku akan kembali membawakan susu hangat."

Beberapa menit kemudian ia kembali dengan segelas susu hangat. Ia memberikan kepadaku dan duduk di sebelahku. Sementara aku, aku hanya memegangi segelas susu itu dan belum berniat meminumnya.

V menoleh lalu mengambil alih gelas dan meminumkan pelan. Aku hanya meneguk sedikit lalu menolaknya. "Ada apa? Apa terlalu hambar? Aku belum mencicipi, sini aku cicipi dulu," ujarnya. Ia pun meneguk susu itu.

"Tidak hambar, kurasa gulanya cukup," komentarnya.

Aku mengambil susu dari tangan V dan meneguknya. "Benar juga."

"Benar bagaimana?" tanya V.

"Rasa susu ini menjadi manis setelah kau cicipi," timpalku.

"Hah, benarkah?"

"Benar, kurasa semua akan terasa manis jika minuman diminum satu gelas berdua dengan kekasih," jawabku.

V terkekeh. "Kau bisa saja," semprotnya sambil mengacak-acak rambutku. "Letakkan gelas itu, kemarilah!" ajaknya.

Aku mengerti maksudnya. Setelah gelas kuletakkan di atas meja yang ada di sebelah sofa, aku langsung duduk dan menyandarkan kepalaku di bahunya. Kami duduk santai sambil menonton TV. Sesekali ia mengusap rambutku. Sementara aku, aku menikmati embusan napasnya, tangan kananku meraih tangan kanannya dan meremas lembut tangannya hingga jemari kami saling bertautan.

V menoleh dan mendapati aku yang menatapnya. V tersenyum dan mencolek hidungku.  Aku tersenyum dan makin mengeratkan rangkulanku di panggangnya. Ia pun juga mengeratkan rangkulannya di bahuku.

Momen seperti ini selalu terjadi setiap pukul sepuluh malam. V sesekali mengecup ubun-ubunku dan aku sesekali mengecup pipinya. Aku benar-benar bahagia dan aku makin mencintainya.

"Ternyata seru juga punya kekasih. Kau tahu, aku sebelumnya tak pernah berkencan. Kau ini kekasih pertamaku," bisiknya.

Betapa bangganya diriku, aku menjadi kekasih pertamanya. Sementara dirinya adalah kekasih keduaku. Sebelumnya, aku pernah berpacaran dengan Gusti sebelum ia selingkuh dengan Hida Shofie. Jika tahu begini, rasanya aku menyesal pernah berpacaran dengan Gusti. Bukankah lebih seru kalau dia dan aku sama-sama menjadi pacar pertama. Sementara dengan Rean, kami hanya dekat saja. Tidak ada pernyataan resmi berpacaran dengannya.

Aku menoleh padanya. "Terima kasih, aku bangga menjadi kekasih pertama. Kau bukan yang pertama, tetapi aku yakin, kau yang terakhir bagiku," jawabku. Setelahnya kembali aku mengecup pipinya. Ia menggeser pipinya supaya aku lebih lama mengecupnya.

"Kau bahkan yang pertama dan terakhir," balas V. Tak mau kalah ia mengecup pipiku. Rasanya sangat hangat. Mata kami saling bertatapan, V mengecup keningku dengan lembut. Setelahnya bibir pria itu turun dari kening menuju bibirku. Aku menyambut hisapan lembut bibirnya. Kembali kami ciptakan getaran cinta sesungguhnya dan kami berciuman dengan saling berpelukan.

Setelah berciuman, kami kembali ke posisi semula, berangkulan. Tanganku merangkul pinggangnya sebaliknya ia merangkul bahuku. Aku kembali menyandarkan kepalaku di bahunya. Malam minggu yang sangat romantis. Hari-hari sebelumnya kami seperti ini hingga dini hari sebelum kami tidur dan pernah beberapa kali kami tertidur di sofa sampai pagi.

"Yeobo, besok bantu aku membersihkan taman ya," pintaku. Sejak kami menjadi sepasang kekasih, setiap hari Minggu, kami membersihkan taman. Ia membantuku.

"Ah, maaf, Baby. Besok aku harus ke salah satu perusahaan yang kutanami saham. Sudah lama aku tak berkunjung. Kebetulan kemarin aku menerima undangan dari direkturnya," kata V dengan wajah sedikit keberatan.

"Sayang sekali, tapi tak apa. Aku akan membersihkan sendiri," kataku.

"Baby, kamu jangan terlalu capek. Biarkan saja taman itu. Jigoong bisa mencari seseorang untuk membersihkannya," ujarnya.

"Oh, tak apa, Yeobo. Taman itu sebenarnya sudah bersih. Aku hanya mengajakmu melihat-lihat sambil bercerita denganku," jawabku pelan.

"Mmm." V tampak berpikir sambil membelai rambutku. "Bagaimana kalau sore saja? Setelah aku pulang dari Chamyung," jawabnya.

"Oh begitu,baiklah. Tak apa, kau selesaikan saja urusanmu. Lain kali saja kita membersihkan taman," kataku meyakinkan.

"Sore saja. Setelahnya kita berendam di air panas bersama." V memberikan alternatif. Ya, kami juga sering berendam air panas di kamar mandi ruang tengah. Tidak terjadi apa-apa karena kami berendam masih dengan pakaian lengkap. Aku berendam dengan tanktop dan celana pendek. Sementara V, menggunakan celana pendek dan telanjang dada.

Tak terjadi hal-hal yang jauh. Namun, tentu saja kami bermesraan dan berciuman dalam suasana hangat sambil berendam.

V mencolek hidungku kembali hingga aku tersadar dari lamunan. "Sabar, ya? Jika kami libur panjang, kita akan liburan ke kepulauan Fiji," ujarnya tiba-tiba.

Aku tersenyum dan menenggelamkan wajahku di dadanya. "Jangan dipaksakan, yang penting kau tetap berkarir. Aku akan selalu mendukungmu. Aku mengerti kesibukanmu, kau tenang saja."

V mengusap rambutku lalu menghadapkan wajahku tepat di depan wajahnya. "Itu yang kusuka darimu, selalu memahami kesibukanku."

Aku tersenyum, kedua telapak tangan V menyentuh kedua pipiku. Ia tersenyum lalu memejamkan mata kami kembali berciuman. Makin panas hingga dadaku berdebar-debar. Aku takut hal-hal di luar batas terjadi pada kami. Perlahan kami melepas ciuman itu dan mengganti dengan pelukan.

"Baby, kau tidur di sini ya!" ajaknya tiba-tiba.

"Hah!" Aku terkejut dan melepas pelukanku. Selama ini aku belum pernah sengaja tidur di kamarnya kecuali tertidur dengannya di sofa. Beberapa kali kami pernah tertidur di sofa setelah bercerita dengan posisi saling menyandarkan bahu atau kadang aku mendapati kepalaku yang tertidur di pangkuannya.

"Jangan khawatir, aku akan tidur di sofa. Kau tidur di tempat tidurku," bisiknya.

Aku ternganga. Itu artinya kami sekamar? Setelah beberapa bulan kami seatap, sekarang kami sekamar. Hebat sekali, tentu saja aku mau. Semoga saja kami tidak khilaf.

"Baby, aku janji tidak akan terjadi apa-apa. Kau tidur saja, aku ingin setelah bangun tidur, kau orang yang pertama kali kulihat," sambungnya.

"Bukankah, biasanya begitu? Aku orang yang pertama kau lihat? Sebab Jigoong selalu bangun kesiangan, dan aku yang selalu membangunkanmu setiap pagi," timpalku.

"Bukan begitu, aku ingin saat membuka mata, aku melihatmu langsung," sanggahnya.

Aku tertawa pelan, ia juga tertawa. Kuraih tangannya dan kami saling menggenggam tangan. "Baiklah, aku akan tidur di sini. Kau jangan tidur di sofa, kau tidur saja di sebelahku," ujarku.

"Hah, kau yakin?" ia kembali bertanya.

"Yakin," jawabku disertai anggukan. "Aku yakin, tidak terjadi apa-apa di antara kita," desisku.

"Peluk boleh?" ia bertanya. Aku hanya menjawab dengan senyuman.

"Ayo!" ajaknya. Ia memalingkan wajahnya seraya menunjuk tempat tidur. Aku berjalan dan membaringkan tubuhku di tempat tidurnya. Ia mematikan TV dan mematikan lampu. Lalu mengempaskan tubuhnya tepat di sampingku. Ia menarik selimut menutupi tubuh kami.

"Selamat tidur, Baby," bisiknya di telingaku.

"Selamat tidur, Yeobo," jawabku. Ia memeluk perutku dari belakang hingga embusan napasnya terdengar seperti nada cinta.

Aku memegang tangannya yang tengah memelukku. Beberapa saat ia sudah tertidur. Cepat sekali, sepertinya ia kelelahan hingga dalam hitungan detik saja ia langsung tertidur.

Kami satu kamar, satu tempat tidur, dan satu selimut. Aku tersenyum, berusaha untuk tidak berteriak senang atas apa yang terjadi saat ini. Kami tidur berpelukan. Tidur dipeluk pria paling tampan di dunia, aku mencoba memejamkan mataku sepertinya susah karena aku ingin merasakan rasanya dipeluk berjam-jam.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top