Episode 42 : Berterus Terang
Kim Taehyung
Banyaknya selebriti memilih sendiri karena mereka takut jika konsentrasi dalam berkarir terhambat oleh masalah cinta. Beberapa orang mengatakan jika memiliki kekasih, konsentrasi dan perhatian bisa terpecah.
Aku justru lebih kurang konsentrasi saat Yana belum menjadi kekasihku. Aku terus-terusan memikirkannya, memikirkan perhatiannya, dan memikirkan body seksinya. Kini, sejak kami resmi menjadi sepasang kekasih aku cukup lega dan lebih konsentrasi bekerja sebab aku yakin ia sangat mencintaiku.
Bersama Yana dan Jigoong, aku seperti memiliki keluarga kecil. Perhatian diberikan Yana bertubi-tubi. Ia seperti seorang istri, sementara Jigoong ia seperti adikku. Mereka benar-benar mendukung karirku dan selalu memberikan perhatian.
Aku kini juga mengenal kata rindu. Terlalu sibuk bekerja justru membuatku teringat akan dirinya. Jika teringat aku langsung menelepon rumah sekedar menanyakan 'sedang apa?' atau sekadar bertanya 'apakah kau memikirkan diriku?' Terdengar posesif, tetapi itulah sebuah hubungan antara dua orang yang dimabuk asmara.
Aku dan Yana bercakap-cakap lewat telepon. Aku meneleponnya melalui telepon rumah. Kami hanya bercerita tentang aktivitas kami. Yana tampak khawatir padaku jika aku terlalu sibuk berlatih atau sibuk dengan kegiatan lainnya. Rasa lelahku melebur seketika saat mendengar perhatian yang ia berikan.
"Yeobo, aku sangat mencintaimu," ujar Yana di balik telepon.
"Aku juga mencintaimu, muach!" jawabku.
Setelahnya sambungan kuputus mendadak, sebab Xiaoyu tiba-tiba datang setelah mengetuk pintu. Seperti biasa, gadis itu datang tak dijemput, pulang tidak akan kuantar. Sebab aku sibuk.
"Yeobo!" panggilnya.
Aku mendesah, gadis ini masih suka memanggilku Yeobo. Ada dua orang yang memanggilku seperti itu, yang satu kuinginkan dan yang satu lagi tak kuinginkan. Yang tak kuinginkan tentu saja Xiaoyu. Aku harus memberikan penegasan pada dirinya supaya ia tak hidup dalam belenggu harapan karena menanti cinta seseorang yang sudah memiliki tambatan hati lainnya.
"Yeobo, kau menelepon siapa?" tanya Xiaoyu. Pertanyaan gadis itu seperti sedang mengintrogasiku. Xiaoyu langsung duduk di sofa tepat di sebelahku.
"Em, um. Ibuku!" jawabku.
Xiaoyu mengangguk. "Bagaimana dengan pelayan Indonesiamu itu? Apa kau sudah memecatnya?" selidik Xiaoyu. Ia tampak santai bertanya dan menyilangkan kakinya saat duduk di sebelahku.
"Sudah, ia sudah pulang. Mungkin ia akan segera menikah," jawabku berbohong.
"Oh, baguslah," jawabnya. Ia seperti lega mendengar pernyataan Yana sudah pulang ke Indonesia. Padahal,Yana masih berada di Seoul dan masih satu atap denganku.
"Xiaoyu, aku sedikit sibuk. Sekarang katakan, kau ada perlu apa?" tanyaku.
"Kau mengusirku, Yeobo?" gerutunya.
Aku mengusap rambutku lalu mengurut keningku. Aku cukup pusing dengan ulahnya. "Bukan begitu, karyawan agensi sudah mulai membicarakanku, mereka mengira kalau aku ...."
"Kalau aku kekasihmu?" potong Xiaoyu.
"Iya, aku tak ingin nama kita terseret di situs pergunjingan. Kau tahu, bukan? Kalau terseret skandal besar akan menimpaku dan semua kontrak akan ... mmmmm! " Tiba-tiba Xiaoyu menciumku.
Tangannya meraih pelan kepalaku. Aku berusaha mendorongnya dan berhasil, tubuh gadis itu sedikit menjauh dariku. Hingga ciumannya terlepas begitu saja. "Xiaoyu, kau jangan lakukan ini lagi! Sebab aku bisa sangat membencimu!"
Xiaoyu menangis, ia seperti kecewa dengan penolakanku. "Tapi, Yeobo. Aku benar-benar mencintaimu!"
"Xiaoyu, maaf, aku tidak bisa," jawabku lirih. Baru saja aku membuat patah hati seorang wanita. Sebelumnya aku pernah membuat patah hati beberapa idol wanita, pemain drama dan trainee agensi ini.
Xiaoyu makin menangis. Ia mengusap air matanya. "Kau tahu, Yeobo. Sejak aku menjadi trainee aku sudah jatuh cinta padamu. Aku mencintaimu dalam diam, selama empat tahun. Sementara kau! Kau bahkan sedikit pun tak mengizinkan aku mencintaimu dan tak sedikit pun kau belajar mencintaiku," rintihnya.
"Xiaoyu, kau jangan menangis, cinta itu tak bisa dipaksakan," lirihku.
Ia menoleh padaku memperlihatkan matanya yang memerah. "Benar cinta itu tidak bisa dipaksakan, seharusnya sejauh ini kau mengenalku dulu, menilai ketulusan cinta yang kupunya," ujarnya. Setelahnya gadis itu menyeka air matanya dengan tisu yang ia ambil dari tas miliknya.
"Xiaoyu, aku cukup lama mengenalmu, tetapi aku hanya bisa menganggapmu sebagai sahabat. Karena kau lebih muda dariku kau juga seperti adik perempuan bagiku." Aku paling tidak bisa melihat wanita menangis. Mendengar penjelasanku, Xiaoyu justru menangis lebih kencang.
Ia menggeleng. "Kau sudah punya kekasih, bukan?" tebaknya. "Kau berkencan dengan penggemarmu yang kaya raya itu, bukan? Yang membeli slot iklan televisi di acara semalam?" Setelah asal menebak ia justru menuduhku.
"Hah, itu siapa? Aku tak mengenalnya. Kau jangan begitu, kau bisa memunculkan berita baru!" kilahku. Aku sendiri baru tahu kalau ada yang membeli slot iklan demi menonton acara BTS tanpa diganggu iklan. Aku terkekeh mendengar tuduhan Xiaoyu. Aku hanya bisa terkekeh dalam hati, sebab Xiaoyu sedang sedih. Aku tak ingin bahagia di atas penderitaan Xiaoyu.
"Baiklah, aku ucapkan terima kasih. Kau selama ini sudah baik padaku. Aku mengira kebaikanmu adalah balasan cinta untukku. Jika kau menganggapku sahabat, tak apa. Mungkin aku memang tak pantas untukmu," isaknya.
"Xiaoyu, maaf," lirihku.
Xiaoyu mengangguk. Ia masih terisak. Ia mengambil tasnya dan bergegas meninggalkanku. Ia berjalan cepat dan ketika hampir sampai pintu ia bertabrakan dengan Suga yang baru saja memasuki ruanganku.
Suga mengambil kesempatan memeluk Xiaoyu saat mereka bertabrakan. "Ugh, lepaskan! protes Xiaoyu.
"Lho, Adik Xiaoyu, mengapa kau menangis?" tanya Suga penasaran. Suga pun menatap mata Xiaoyu, tetapi Xiaoyu justru menangis lebih kencang.
"Lepaskan, aku mau cepat!" tolak Xiaoyu. Setelahnya Xiaoyu mencubit lengan Suga.
"Augh!" rintih Suga. Xiaoyu pun berhasil pergi. Ia berlari meninggalkan ruangan pribadiku.
Suga menoleh ke belakang memerhatikan Xiaoyu yang sudah menghilang. "Itu ada apa lagi? Mengapa dia menangis?" tanya Suga.
Aku mendesah. "Aku berterus terang padanya," tukasku.
"Hebat sekali, kau menolak cinta wanita paling cantik di dunia," desis Suga.
"Kenapa tidak kau kencani saja dia?," komentarku.
"Aku?" Suga menunjuk wajahnya. "Ah tidak, dia bukan tipeku," jawabnya santai.
Setelahnya Suga duduk santai di sofa dan mengambil remot yang tergeletak di sampingnya. Ia menekan tombol remot menyalakan televisi. Begitu menyala serial Indochanel kembali menayangkan serial Kisah Nyata.
"Hah, Indochanel? Siaran Indonesia? Selain menyukai wanita Indonesia ternyata kau juga menyukai acara televisinya," komentar Suga. Setelahnya, ia tertawa pelan.
Aku hanya meliriknya sekilas. Belum puas, ia kembali menggodaku. "Sekalian saja kau tinggal di Indonesia!"
"Hyung!" Aku memajukan bibirku.
Suga justru tertawa terkekeh. "Selalu bisa!" sambungnya dengan bahasa Indonesia lancar.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top