Episode 37 : Rayuan V
Kim Taehyung
Aku dan Seokjin saling bertatap saat ia bertanya tentang perasaanku pada Muza Yana. Aku membeku. Beberapa saat kemudian ponselku bergetar, ini membuat perhatianku beralih pada ponsel. Aku mengambil ponselku di saku celana denim yang kukenakan. Di layar tertera nomor telepon rumah tengah menghubungiku. Aku mengangkat ponsel tanpa berkata 'halo.'
"Chaeyeon Eonni, akhirnya aku berada di rumah Taehyung-ah," kata suara di balik telepon. Aku terperanjat, bukankah ini suara Ling Xiaoyu? Aku masih diam terfokus mendengarkan suaranya. Apa yang ia lakukan di apartemenku?
"Kau tahu tidak, ternyata wanita kampungan yang berasal dari Indonesia itu memang benar pelayannya Taehyung-ah. Aku telah berhasil merundung dirinya dan aku memperbudaknya, sesuai saran kalian," cerita Xiaoyu. Gawat, ternyata seharian ia berada di apartemenku, mengapa Yana tak memberitahuku?
Aku masih menyimak ceritanya pada Chaeyeon. Chayeon adalah teman Xiaoyu yang juga anggota Twins. Ia mengira telepon rumahku tersambung ke ponsel Chaeyeon. "Kau tahu tidak, Eonni? Dia tak mau bersumpah padaku untuk tidak mencintai Taehyung-ah. Jelas saja aku marah besar padanya! Dia kira dia siapa? Dasar wanita miskin!" Apa yang dilakukan Xiaoyu pada Yana? Aku makin penasaran.
"Eonni? Mengapa kau diam saja? Kau jangan lupa save nomor ini, ya. Ini nomor apartemen Taehyung-ah." Aku tak menjawab.
"Eonni? Eonni, mengapa kau diam saja?" tak kujawab. Aku langsung menutup ponsel. Aku langsung bangkit dari duduk dan menyambar jaket yang tergantung di gantungan pakaian.
"Taehyung-ah, kau mau ke mana?" ujar Seokjin. Pria itu menatapku heran. Mungkin karena setelah mengangkat telepon ia melihatku terburu-buru akan pergi.
"Ada suatu hal penting, Hyung," jawabku sambil memasang resleting jaket,
"Kau tidak bergabung dengan yang lain? Nanti salju pertama turun, kita akan melihatnya bersama-sama," timpal Seokjin.
"Duluan saja, Hyung. Nanti aku menyusul," sambungku. Aku langsung terburu-buru pulang. Aku merasa Xiaoyu telah berbuat yang aneh-aneh di apartemenku. Sial, dari mana ia tahu alamatku?
Di perjalanan aku memikirkan bagaimana cara meminta Xiaoyu keluar dari apartemen. Tentu aku tak bisa mengusirnya begitu saja, jika aku mengusirnya dengan tegas bisa jadi ia akan menceritakan segala hal kepada teman-teman Twins-nya itu.
***
"Xiaoyu? Xiaoyu?" panggilku begitu membuka pintu apartemen. Aku membuka pintu langsung dengan kartu yang ada padaku.
"Yeobo!" jawab Xiaoyu. Ia muncul dari dalam seolah ia pemilik apartemen ini.
Aku melihat penampilannya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tak ada berubah darinya dan tak ada yang aneh. Aku celingukan mencari Yana, aku tak melihatnya di ruang tamu. Aku bergerak ke belakang dan benar saja, aku melihat Yana terduduk lemas dan memegangi potongan rambutnya. Xiaoyu telah memotong rambut Yana hingga pendek sebahu.
Aku mencoba tak memarahi Xiaoyu. Salah bertingkah akan membuatnya murka dan hal-hal tak terduga bisa aja akan terjadi. Aku kembali melihat Yana yang tampak sedih karena rambutnya dipangkas Xiaoyu, ia mencoba membersihkan sisa potongan rambutnya. Ingin aku merasakan kesedihannya, tetapi ada Xiaoyu, aku takut gadis itu mengira Yana pelayan yang spesial.
"Aku memotong rambutnya," ujar Xiaoyu santai. Ia berjalan mengikutiku.
"Mengapa kau lakukan itu padanya?" tanyaku heran.
"Itu karena aku sangat membencinya. Kau harus memecatnya! Aku tak ingin ia bekerja di sini," protes Xiaoyu.
"Xiaoyu, dia pelayanku! Jika dia tidak kupekerjakan, siapa lagi yang mengurus semuanya? Memangnya kau bisa menggantikannya?" Aku menantang Xiaoyu.
"Kau ini, ugh!" jawab Xiaoyu sambil bersedekap. Ia seperti tampak kesal. Jelas saja ia kesal, sebab ia tak bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah. Aku yakin, Xiaoyu tidak pernah menyentuh pekerjaan rumah. Ia adalah anak salah satu konglomerat dari Tiongkok, hidupnya tentu saja seperti seorang ratu.
Muza Yana masih sibuk membersihkan potongan rambutnya dan memasukkan ke dalam kantong plastik. Ia tak mengerti pembicaraanku dengan Xiaoyu karena kami berbahasa Korea.
"Xiaoyu, ayo kita keluar. Kita jalan-jalan, ya?" ajakku pelan dengan mengulurkan tanganku. Aku harus pura-pura bersikap baik dengannya walau aku kasihan melihat Yana diperlakukan buruk oleh Xiaoyu.
"Tidak mau, aku mau di sini! Aku mau tinggal di sini. Aku mau jadi nyonya rumah di sini!" tolak Xiaoyu tegas. Ia bersedekap dan memalingkan wajah dariku.
Astaga, sudah diajak keluar baik-baik ia juga tak mau. Bagaimana ini? Ia seperti merasa puas setelah tahu ini apartemen pribadiku. Ia mungkin mencari-cari tahu lokasi apartemenku, entah dari mana. Sekarang aku bingung mengeluarkan dirinya dari sini. Aku mengusap keningku.
Selain aku berpikir cara mengeluarkan Xiaoyu dari sini secara baik-baik, aku juga memikirkan cara supaya Xiaoyu tidak berbuat macam-macam atau menyebar berita buruk. Beberapa saat setelah berpikir, tiba-tiba aku teringat salju pertama.
Salju pertama adalah mitos keabadian cinta. Kurasa Xiaoyu bisa kubujuk dengan alasan ini. Kulihat ia masih memalingkan wajah sambil memainkan helaian rambutnya.
"Xiaoyu!" panggilku pelan. Aku mencoba merayunya. Sebisa mungkin aku mengubah wajah menjadi terlihat teduh dengan tatapan cinta kasih yang mungkin saja disukai para gadis. Panggilanku akhirnya membuatnya menoleh.
Mata gadis Tiongkok itu berbinar setelah melihatku. Ia meremas jemarinya, ia seperti meleleh melihatku dan terbawa perasaan. "Iya, Yeobo."
"Maukah kau melihat salju pertama denganku?" tanyaku. Aku masih menatapnya dengan tatapan mata memabukkan sambil mengulurkan tangan.
"So sweet, yes I want, I want!" ia berteriak kegirangan.
Xiaoyu tentu saja senang, ia tersenyum manis dan menyambut uluran tanganku. Ia juga mengangguk pertanda setuju. Xiaoyu sepertinya tahu mitos 'salju pertama' ia tampak senang. Sementara aku merayu Xiaoyu, ternyata Yana menyaksikan sejak tadi. Ia berdiri mematung melihat aksi rayuan gombalku pada Xiaoyu. Mataku kini berpindah menatapnya, ia tampak sedih dan tertunduk lagi.
Aku pamit pada Yana dan berhasil membawa Xiaoyu pergi dari apartemenku. Dengan terpaksa, aku mengizinkan tanganku digandeng oleh Xiaoyu. Ia meremas-remas tanganku dan menggeser-geser tubuhnya lebih dekat padaku. Niat sekali dirinya.
Aku mengajaknya berjalan-jalan memutar kota sambil menanti 'salju pertama.' Ia tampak kegirangan karena berhasil berdua di dalam mobil bersamaku. Seharusnya salju pertama sudah turun, tetapi kulihat dari jendela mobil, salju belum juga turun. Mungkin saja perkiraan cuaca sedikit meleset.
Ponselku bergetar, sambil meminggirkan mobil aku mengangkat ponsel. "Namjoon, Hyung?"
"Taehyung-ah, kau di mana?" sapa Namjoon.
"Aku, mengantar Xiaoyu. Baiklah, kau bicara dengannya ya, Hyung?" kataku. Setelahnya aku memberi ponselku pada Xiaoyu.
"Namjoon, Oppa," sapa Xiaoyu. Xiaoyu bercakap-cakap dengan Namjoon. Ia tertunduk dan mencoba mengerti dengan penjelasan Namjoon. Ia memberikan kembali ponselku dengan wajah agak kecewa. Setelahnya aku mengantarnya kembali ke asrama Twins di distrik Gangdong.
Perasaanku mendadak lega. Namjoon banyak membantuku. Aku mengirimkan pesan instan pada Namjoon sesaat setelah merayu Xiaoyu. Aku memohon padanya untuk menjelaskan pada Xiaoyu kalau aku dan teman-teman memiliki acara sendiri. Xiaoyu sepertinya memahami dan ia rela kuantar kembali ke asrama Twins.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top