Episode 31 : Dihempas
Aku bangun tidur bersama rasa malas-malasan dengan mata yang sengaja masih kupejamkan. Bukan karena sejatinya aku memang pemalas, tetapi lebih karena acara semalam yang melelahkan, belum lagi Cha Minho hampir saja menemukanku. Aku hampir saja tertangkap dan kembali ke neraka itu.
Perlahan mataku kubuka, ternyata aku sudah berada di kamarku, maksudku kamar pelayan. Aku mengucek mataku dan aku baru ingat kalau terakhir aku pulang bersama V dengan mobilnya. Lantas, bagaimana aku bisa sampai ke kamar? Aku tak merasa berjalan, aku juga tak pernah tidur sambil berjalan.
Secepatnya aku membuka selimut, ternyata aku masih mengenakan pakaian pesta lengkap dengan sepatunya. Apa mungkin V yang menggendongku ke kamar? Atau Jigoong? Tidak, Jigoong kami tinggalkan di lokasi acara, rasanya tidak mungkin kalau Jigoong. Apa benar V yang menggendongku ke kamar? Bodoh sekali, bodoh sekali aku tidak merasakan dekapannya. Aku menyesali, mengapa aku tidur terlalu pulas.
Perlahan sudut bibirku terangkat, aku tersenyum bahagia. Pria itu baik sekali hingga tidak membangunkanku saat tidur. Ia seperti tak ingin mengganggu tidurku. Tiba-tiba dadaku berdebar, aku menggigit bibirku, andai saja aku menyadarinya.
Aku keluar kamar dan mencari V, aku ingin berterima kasih padanya karena menggendongku ke kamar, bahkan tak membangunkanku.
Aku menemukan pria sangat tampan rupawan itu di ruang keluarga sambil menonton TV. Mataku lagi-lagi terbelalak, pagi ini ia menonton Pintu Barokah setelah sebelumnya ia menonton Azab dan tentu saja di stasiun TV yang sama, Indochanel. Dari layar TV kulihat pemeran anak-anak yang sedang berjualan kue keliling lalu dizalimi temannya.
"V," panggilku. Ia masih terpaku di layar televisi sambil bersumpah serapah dengan bahasa Korea. Ia sepertinya mengumpat karena teman pemeran utama terlalu kejam.
"V," aku kembali memanggilnya.
"Huh, what?" Ia menoleh pada akhirnya. Setelahnya, ia kembali menatap layar TV yang menayangkan barang dagangan pemeran utama yang jatuh berserakan karena ulah temannya.
"Mengapa kau tak membangunkanku setelah pulang dari acara semalam? Aku merasa merepotkan," kataku basa basi.
Ia menoleh kembali. "Merepotkan? Tidak. Kau tidak merepotkanku, memangnya ada apa?"
"Iya, aku berterima kasih padamu, kau menggendongku ke kamar," ujarku percaya diri.
"Siapa yang menggendongmu ke kamar? Aku menyeretmu!" jawabnya santai. Setelahnya, ia kembali menatap layar televisi yang menayangkan teman pemeran utama yang tiba-tiba kecelakaan ditabrak motor oleh seseorang tak dikenal. "Ough!" ujarnya sambil menutup wajah. V tak mempedulikanku.
"Ugh! V," umpatku. Tanpa pamit aku kembali ke kamar.
***
Begitu sampai di kamar aku teringat dengan ponsel yang dipinjamkan Jigoong. Iya, aku sempat berswafoto dengan Chanyeol. Aku langsung menyambar ponsel yang sepertinya diletakkan V di meja kamar.
Dengan wajah teramat bahagia aku membuka galeri. Namun, wajah bahagiaku mendadak berubah menjadi panik. Tiba-tiba fotoku dengan Chanyeol menghilang. Aku menepuk keningku. Apa mungkin aku lupa menyimpannya? Tidak, kurasa tidak. Ponsel itu langsung menyimpan hasil jepretan secara otomatis. Tak mungkin jika tiba-tiba hilang.
Dengan bersabar aku membuka semua galeri dan penyimpanan data, tetapi tak ada hasil. Semua foto sepertinya menghilang. Apa mungkin V pelakunya? Mengapa ia membuka ponsel ini? Ini sama dengan pelanggaran privasi. Aku benar-benar kesal padanya.
Ponsel kembali kuletakkan di atas meja. Hatiku benar-benar teriris. Foto yang seharusnya menjadi kebanggaanku justru menghilang tiba-tiba. Bertahun-tahun aku menginginkan foto itu, tetapi foto itu justru menghilang tiba-tiba. Aku tak bisa tinggal diam, foto itu tak akan bisa digantikan dengan foto lain, termasuk itu foto dirinya. Tetap aku menduga pelakunya adalah V. Siapa lagi kalau bukan dirinya, ia seperti susah melihat orang lain senang.
Aku berjalan kembali ke ruang keluarga tempat ia menonton serial Pintu Barokah. Kemarahanku sudah berada di puncak ubun-ubun, aku bahkan siap jika ia mengusirku dari rumah, aku juga akan siap menjadi gelandangan di Korea. Sungguh tak bisa ditoleransi, ia seperti mengabaikan kesenanganku.
"Hei, V!" panggilku saat baru saja sampai di ruang keluarga.
V menoleh dan meninggikan dagunya sebagai isyarat berkata 'apa.' Tentu saja masih dengan wajah datar biasa saja tanpa ekspresi.
"Mana fotoku bersama Chanyeol di ponsel Jigoong? Kau pasti menghapusnya?" tuduhku.
V mengangkat bahunya, ia menghisap rokoknya dan mengembuskan asapnya. Setelahnya, ia mematikan rokoknya dan membuang puntungnya ke dalam asbak lalu kembali menonton TV.
"Damn!" rukutukku dalam hati. Aku sangat kesal hingga mengepalkan tangan, tetapi lelaki itu seperti tak peduli atas kekesalanku. Ia selalu menganggap sepele hal apa pun.
Tiba-tiba aku air mataku meleleh. Aku menangis, aku sedih. V benar-benar merusak kesenanganku. Aku menangis di depannya, tetapi ia diam menonton TV tanpa mempedulikanku. Ia bahkan tidak iba melihatku sangat terpukul seperti ini.
Bagaimana caranya aku bisa mendapatkan momen foto bersama Chanyeol lagi? Kurasa sampai kapan pun tidak akan pernah terjadi. Aku heran mengapa ada majikan seperti V? Tidak memberikan hak bersenang-senang kepada pelayan sepertiku, tidak bisa melihat pelayan senang, sungguh kejam.
Kembali aku teringat bagaimana susah payah aku ke Beijing, tetapi justru sampai ke Korea. Aku teringat bagaimana aku melihat Chanyeol hanya bisa lewat internet, aku teringat saat melihat iklan yang dibintangi Chanyeol di videotron. Kini aku sudah mendapatkan kesenangan dengan bertemu Chanyeol, V justru merusak segalanya. Ia menghapus semua foto tanpa menyisakan satu pun. Apa maksud ia melakukan semua ini? Benar-benar kejam.
Aku kembali berkata sambil menangis, "Asal kau tahu, V. Aku kemari karena dirinya. Aku menjadi pelayanmu karena aku bersemangat bertemu dirinya. Kau sungguh tega merusak segalanya, V."
V hanya menatapku dengan tatapan datar lalu menyeruput kopinya tanpa melepas pandangan dariku. Sikapnya menunjukkan kalau ia tak peduli atas ocehanku. Ia meletakkan cangkir kopinya dengan wajah yang masih menatapku.
Setelah dilambung tinggi, kini aku dihempaskan. Setelah aku bahagia mendapati kenyataan bahwa ia menggendongku ke kamar, kini aku harus menerima kenyataan fotoku bersama idolaku ia hapus secara semena-mena. Melihat ekspresi datarnya itu aku merasa buang-buang waktu karena memprotes kenyataan. Tanpa pamit aku kembali ke kamar.
Di perjalanan ke kamar aku berpapasan dengan Jigoong. "Mengapa kau menangis, Muza Yana?" tanya Jigoong.
Aku tak menjawab pertanyaan Jigoong yang baru saja keluar dari kamarnya. Aku justru menangis lebih kencang.
"V, menyakitimu?" Jigoong bertanya ingin tahu.
Aku menggeleng. "Tidak, aku hanya lelah," jawabku seraya meninggalkan Jigoong yang sepertinya tak mengerti.
Aku membanting pintu kamar dan merebahkan diriku di atas tempat tidur. Terlalu susah menerima kenyataan seperti ini. Terlalu susah rasanya saat kesenangan tiba-tiba dirusak. Aku kembali menangis, aku merajuk. Mungkin untuk hari ini aku mengurung diriku di kamar dan mengabaikan semua pekerjaan rumah tangga. Aku capek, aku lelah, dan aku pasrah jika ia mengusirku karena tak mengerjakan pekerjaan rumah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top