Episode 12 : Temani Aku
Muza Yana
Segar rasanya setelah mandi dengan air hangat. Aku memakai piyama yang tadi kuselipkan di salah satu pakaian yang kubeli. Aku memilih empat belas macam pakaian untuk kupakai sehari-hari. Ada dress, kemeja, celana jeans, jumpsuit jeans, kaos oblong, rok selutut, dan lainnya. Dalam belanjaan itu aku memasukkan pakaian dalam dan piyama.
Aku membaringkan tubuhku di tempat tidur single yang ada di dalam kamar ini. Akhirnya aku melepas penatku, setelah kabur dan sempat belanja. Untung saja saat belanja aku tidak tertangkap anak buah Cha Minho. Berulang aku aku mengucapkan puji syukur karena kini aku merasa aman di dalam rumah V.
Aku tak bisa menceritakan apa yang terjadi padaku. Biarlah aku dan Tuhan yang tahu. Semoga aku bisa bekerja dengan baik dan V memberiku gaji, meski dipotong kerugian kaca mobilnya yang retak. Yang penting aku selamat di sini. Aku pasti akan menghubungi keluargaku secepatnya.
Lamunanku buyar ketika bel masuk rumah berbunyi. Aku yakin Jigoong tidak akan membukakan pintu. Pria itu justru santai sejak V mengangkatku sebagai pelayan. Sejak pulang belanja pun ia mengurung diri dalam kamarnya dan tidak keluar lagi.
Aku bergegas membuka pintu, dan astaga, makhluk sangat tampan ciptaan Tuhan berada tepat di depan pintu. Ia berdiri dan aku kembali menganga. Mengapa dalam keadaan diam seperti patung ketampanannya justru naik beberapa kali lipat?
"Anyeong," sapaku sok akrab.
Aku sudah berpikiran negatif terhadap dirinya. Aku mengira ia akan pulang pagi. Ternyata ia hanya sebentar saja. Mungkin ia hanya mengantar Xiaoyu saja lalu kembali pulang.
V hanya tersenyum smirk ia melenggang berlalu. Ia berjalan pelan, mungkin karena ia lelah. Aku menutup pintu dan berjalan pelan dibelakangnya. Debar dadaku sepertinya tak selaras dengan pikiranku. Aku justru tak konsentrasi gara-gara debaran sialan ini. Aku heran, punya kekuatan magis apa dia? Hingga aku dibuat berdebar tiap berdekatan dengannya.
Beberapa langkah kemudian, ia berhenti dan menoleh ke samping. Aku juga ikut menghentikan langkahku. Mau apa dia?
"Aku mau mandi," katanya tiba-tiba.
Apa urusannya denganku kalau dia mandi. Apa harus kumandikan? Jelas saja aku mau memandikanmu, kawan.
"Siapkan air panas di kamar mandi tengah!" Ia memintaku menyiapkan air panas di kamar mandi tengah.
"Baiklah," jawabku. Kamar mandi tengah yang ia maksud adalah kamar mandi yang ada di tengah antara ruangan keluarga dengan ruang makan. Setiap kamar di apartemen V ada kamar mandinya. Tetapi, kamar mandi di tengah memiliki bathtub yang lebih besar dibandingkan bathtub di kamarnya. Begitu kira-kira, sebab aku belum pernah masuk ke kamarnya.
Kamar mandi tengah ukurannya cukup luas dilengkapi bathtub yang besar, kira-kira seperti kamar mandi di spa. Untuk kenyamanan kurasa sangat nyaman. Aku hanya melihatnya sekilas saat room tour tadi.
"Yana! Setengah jam lagi temui aku di kamarku!"
Hah, apa? Menemui dia di kamarnya? Untuk apa? Jangan mengada-ngada. Aku baru saja keluar dari lembah prostitusi mengapa ia justru memintaku menemuinya di kamarnya? Gawat.
"Ba baik," terpaksa aku sanggupi. Aku tak tahu harus menjawab apa lagi. Dadaku lagi-lagi berdebar. Aku melenggang ke kamar mandi tengah untuk menyiapkan air panas.
"Yana!"
Belum sempat aku mengerjakan perkejaan ia justru memanggilku. "Iya?" jawabku.
"Ganti bajumu, aku tak mau kau menemuiku dengan berpakaian seperti itu!" ujarnya.
Hah, jadi aku harus berpakaian seperti apa ke kamarnya? Apa aku memakai lingerie, atau mungkin bikini? Aku menggigit bibirku, apa yang ia inginkan? Aku makin berdebar. Tanpa berkata iya, aku melenggang masuk ke kamar mandi menyiapkan air hangat. Aku berpikir keras. Berpakaian seperti apa yang ia maksud? Mungkin nanti aku berpakaian biasa saja, sebab aku tak punya lingerie.
***
Setengah jam kemudian aku memenuhi instruksinya untuk menemuinya di kamarnya. Aku memakai jumpsuit jeans dipadu kaos putih. Aku tidak memakai lingerie seperti hayalan gilaku itu. Pintu ia buka setelah kuketuk pelan. Lagi-lagi dadaku berdebar. Apa di sini aku mengakhiri kegadisanku?
V menatapku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Aku sudah pasti menganga, rabutnya basah dan terlihat makin menggemaskan. Ia memakai kaos oblong tipis dengan tulisan 'Celine' dan celana hitam parasut sepanjang lututnya. Tak berdandan pun ia justru makin tampan. Aku tak ingin membicarakan ketampanannnya, sudah jelas dirinya tampan paripurna saat menjadi bintang K-Pop bahkan saat ia bersantai di rumahnya.
"Masuk!" perintahnya.
Aku masuk pelan dan berdiri mematung. Lagi-lagi aku bertanya dalam hati. Apa maunya? Mengapa ia mengajakku ke kamarnya?
"Rileks saja!" katanya. Setelahnya ia menutup pintu dan duduk di kursi yang ada di samping tempat tidurnya.
"Duduk di situ!" Ia berkata sambil menunjuk tempat tidurnya. Ah, bangsat! Tiba-tiba aku merasa seperti dalam film-film dewasa. Pembantu 'begitu' dengan majikan. Majikan seorang pria single, pelannya juga seorang gadis. Pikiranku mendadak kotor karena dipengaruhi tontonan film barat.
Aku menuruti kata-katanya dan duduk di tempat tidurnya. Tempat tidurnya sangat empuk dan nyaman saat pertamakali bokongku mendarat. Mau apa pria tampan ini? Mengapa aku diminta duduk di tempat tidurnya.
Posisi duduk kami berseberangan dan berhadap-hadapan. Aku benar-benar berdebar, aku takut juga terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Sudahlah pintu kamarnya ditutup, kini aku diminta duduk di pinggir tempat tidurnya. Di saat mencekam seperti ini Jigoong justru tidak muncul. Di manakah dirinya?
"Mau minum?" tawarnya. Ia menunjukkan minuman soda. Untung saja minuman soda, bukan minuman keras. Aku tau mau mabuk bersamanya.
"Boleh." Aku mengangguk.
Ia memberikanku sekaleng minuman soda. Dadaku masih berdebar bahkan saat membuka kaleng saja aku masih grogi. Tangaku gemetaran walau akhirnya kaleng minuman soda yang ada di tangankh berhasil kubuka.
"Kau suka musik apa?" tanyanya. Hanya bertanya itu? Mengapa harus memintaku masuk ke kamarnya segala.
"Oh, aku suka R&B, jazz, dan pop," jawabku sekenanya.
"Kau suka BTS?" ia seperti ingin tahu.
Tentu saja suka. Aku menyukai BTS dan aku juga menyukaimu. Aku mendramatisir, baiklah aku menyukai Namjoon dan dirinya. "Suka, Bos," jawabku tiba-tiba.
"Ough, jangan memanggilku Bos. Panggil saja V atau Taehyung. Jigoong bahkan kularang memanggilku Bos, aku ini bintang K-pop bukan seorang Bos. Mengerti?"
"Ba-baik lah, B eh V." Astaga aku grogi hingga salah sebut. Setelahnya aku menyeruput minumanku menghilangkan rasa grogiku.
"Kau sudah punya kekasih?" tanyanya tiba-tiba.
Pertanyaan apa itu? Bukankah itu pertanyaan sensitif untuk orang yang baru kenal? Jelas aku bingung menjawabnya.
"Kenapa diam saja? Kalau tidak menjawab berarti sudah punya."
"Oh, tidak V. Aku tidak memiliki kekasih." Lebih baik aku mengaku saja, siapa tahu kapan-kapan ia menjadi kekasihku. Bukankah beberapa film drama bercerita tentang pelayan yang berubah menjadi nyonya besar? Aku terlalu banyak berhayal.
Ia mengangguk mendengar jawabanku. Aku sendiri juga ingin tahu, sebenarnya ia berkencan dengan Xiaoyu atau tidak? Pertanyaan ini ingin kusampaikan, tetapi aku tidak berani, sungguh. Sebab, ini bukan urusanku.
Setelah lama kami bercerita akhirnya terjawab sudah, antara dirinya dengan Xiaoyu tak ada apa-apa. Ya, yang cemburu bukan aku, yang cemburu sudah pasti penggemarnya.
Ia juga bertanya tentang hubungan cinta, pengalaman kisah cinta, dan lain sebagainya. Aku hanya mendengarkan ia bercerita dan sesekali menjawab sebisaku. Selain itu, ia juga bercerita tentang pekerjaannya yang melelahkan. Ia ingin hidup seperti orang biasa yang bisa santai dan bebas ke mana saja.
Aku mengerti, sepertinya ia butuh teman bercerita tentang segala aktivitasnya. Sejak malam ini, pekerjaanku bertambah satu lagi. Yaitu menemaninya bercerita setiap jam sepuluh malam, di kamarnya. Hanya bercerita tidak lebih. Ini semua tidak seperti khayalan kotor yang ada di dalam pikiranku.
Votenya gaess
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top