Takdir Kita

*****
Malam sudah larut hanya suara derik hewan malam yang menambah kesyahduan malam tanpa bulan.

Ratu Zhang Junda baru saja selesai menghadiri rapat, terlalu banyak kesibukan membuatnya lelah. Ia melepas baju kebesarannya dengan dibantu beberapa pelayan. Dikibaskan tangannya yang mungil berharap para pelayan segera pergi dari hadapannya. Ini sudah waktunya ia tidur. Para pelayan mengerti, mereka membungkuk hormat dan segera undur diri.

Ratu Zhang Junda segera berganti baju dengan baju tidur yang tipis, ia lebih nyaman dengan kain tipis daripada kain yang tebal karena itu akan membuatnya gerah.

Ratu yang masih berstatus gadis itu berjalan ke cermin, menatap wajahnya yang terpantul di cermin lalu tersenyum. Perlahan ia mencopoti aksesoris yang terlalu banyak menghias rambutnya, dengan jari-jari lentik ia menyisir rambutnya yang kelam dan halus penuh kehati-hatian.

Sudah saatnya ia tidur.

Gadis bermata bulat nan bening itu berdiri, siap untuk naik ke atas ranjang empuknya.

Tanpa sepengetahuannya, seorang pria mengendap-endap masuk ke kamar lalu membungkam mulutnya dengan paksa. Ratu Zhang Junda meronta namun kekuatannya tak sebesar pria tersebut.

Ia kalah.

Pria itu sedikit memukul tengkuk sang Ratu, membuatnya jadi tak sadarkan diri. Menatap ketidakberdayaan sang Ratu ia lalu tersenyum tanpa membuka topeng yang ia kenakan.

Perlahan diangkatnya tubuh mungil Ratu Zhang Junda lalu membawanya kabur dari istana melalui jendela kamar. Bahkan kelihaiannya dalam menculik patut diacungi jempol. Bagaimana tidak, ia melakukannya seorang diri tanpa diketahui siapapun termasuk prajurit yang berjaga-jaga di bawah kamar ratu.

Malam itu Ratu Junda sukses diculik tanpa meninggalkan jejak sedikitpun.

*****
Ratu Zhang Junda mengerjapkan mata indahnya berkali-kali, ia mencoba mengingat apa yang baru saja terjadi. Kenapa dirinya berada di bawah pohon besar? Sungguh ini mirip seperti-hutan!

Sebelum semua itu terjawab, ia melihat sosok pria yang berdiri tak jauh darinya sambil terus mengamatinya.

"Siapa kau?" teriak Junda berusaha menunjukkan sisi tegasnya.

Pria itu tak menjawab, ia hanya sibuk berjalan mondar-mandir di hadapannya.

"Aku tanya, siapa kau?" ulang Ratu, kali ini terdengar agak membentak.

Pria yang masih memakai topeng itu menghentikan langkah mondar-mandirnya lalu menatap mata sang Ratu. Perlahan sang pria membuka topengnya, alangkah terkejutnya Zhang Junda melihat siapa pria yang berani menculiknya.

***Xiuhan, 25 tahun. Adik ipar sekaligus Perdana Menteri Kerajaan Hang Wang***

Ratu segera berdiri dari duduknya, mendadak ia merasa takut dalam hati. Ia tak bisa mentolerir ketakutannya pada pria ini.

"Adik...adik ipar," desis Ratu Junda tak percaya. Wajahnya terlanjur pucat, ia bahkan tak bisa berbuat apa-apa dalam keadaan seperti ini.

Pria itu tersenyum lalu mendekati tubuh Junda yang mulai gemetar. Tangannya mengelus pipi Junda lalu meraih dagunya.

"Kau semakin cantik Junda," bisiknya membuat bulu kuduk Zhang Junda meremang.

Ia segera menepis tangan itu namun dengan secepat kilat justru adik iparnya malah menangkap tangannya.

"Kau tidak boleh melakukan ini Xiuhan," tegas Junda memperingatkan.

Sang Ratu berusaha melepaskan genggaman tangan Xiuhan di pergelangan tangannya.

"Aku sudah menahannya Junda, lalu aku harus menahannya sampai kapan lagi? Hidup dengan wanita cacat seperti adikmu itu sangat membosankan," keluh Xiuhan lalu menyeringai licik.

"Lalu kau mau apa? Kembalikan aku ke istana?!" pinta Junda sambil memasang wajah tegas.

Xiuhan terkekeh namun tak juga melepaskan tangan sang Ratu. Dia mendekatkan wajahnya pada Junda, hanya menyisakan jarak beberapa inchi saja.

"Tubuhmu menggiurkan...aku selalu tergoda jika melihatmu. Bagaimana kalau kita melewatkan malam di sini saja," tawarnya mencoba bernegosiasi.

Junda mendecih, dia tak menjawab dan terus meronta minta dilepaskan.

"Di istana selalu ada yang mengawasi, aku tidak bisa bergerak sama sekali. Kalau di sini...kita bisa melakukan sesuka hati kita. Kau mau berapa kali Junda?" tawarnya lalu terkekeh kembali.

"Jauhkan otak mesummu Xiuhan. Aku takkan pernah menghianati adikku sendiri," tegas Junda membuat Xiuhan murka seketika.

Ia melepas genggamannya dan membanting tubuh Junda hingga terpental ke tanah. Gadis itu jatuh terjungkal, menggigit bibir bawahnya karena menahan rasa sakit di tangan dan kakinya.

Ia tahu Xiuhan memang sangat mencintainya sebelum ia menjadi ratu sampai sekarang. Dulu dia pria baik dan pernah menjadi teman dekat namun kekasarannya muncul takkala ia dijodohkan dengan adiknya, Wu Yen.

Dulu Wu Yen juga cantik seperti dirinya namun karena suatu kecelakaan ia harus menderita lumpuh dan tak bisa berjalan untuk selamanya.

"Jangan membuatku marah Junda!" peringatnya sambil mendekat lalu mencengkeram kaki Junda.

Gadis itu ketakutan namun ia berusaha menyembunyikannya. Ia adalah seorang ratu, ia harus tegas. Diberanikan tangannya menampar wajah tampan Xiuhan, dalam hidupnya baru kali ini seorang Zhang Junda melakukan kekerasan.

Pria itu mengelus pipinya yang mungkin terasa sakit, dia menatap Junda seolah mau memangsanya. Zhang Junda beringsut mundur, ia tahu Xiuhan sudah berada di puncak kemarahan.

Benar saja.

Xiuhan lebih beringas mengungkapkan kemarahannya.
Dengan tangannya yang kekar, dia menjambak rambut Junda dan mengacak-acak baju yang dikenakan sang Ratu.

Gadis itu merasa seperti ditelanjangi, membuatnya malu setengah mati. Dengan sisa keberaniannya, ia meraih tanah dan melemparkannya ke arah mata Xiuhan.
Pria itu sontak menutupi matanya yang terkena taburan tanah dengan meraung-raung semakin marah.

"Junda apa yang kau lakukan? Aku akan membunuhmu!" raung Xiuhan sambil menggosok-gosok matanya yang terasa pedas.

Zhang Junda tak menyiakan kesempatan itu, ia berdiri dan mulai berlari mencari arah jalan pulang ke istana. Kakinya yang terluka tidak ia hiraukan, ia terus berlari dan sesekali menoleh ke belakang. Ia berharap Xiuhan tidak menyusulnya dengan cepat.

Suasana malam yang gelap membuat Junda kesulitan mencari arah, ia harus melangkah kemana? Bahkan menapakkan kaki di hutan ini saja belum pernah.

Wajahnya putus asa tatkala ia menyusuri jalan yang rupanya justru membawanya ke tebing laut. Sedangkan di belakang sana ada Xiuhan yang terus menceracaukan namanya dengan penuh kemarahan.

"Junda...kemarilah! Kau takkan bisa kemana-mana lagi. Ayo turuti saja apa mauku dan aku akan segera mengantarmu pulang," ucap Xiuhan melembut saat tahu Junda sudah berada di tebing laut.

Gadis itu gemetaran, langkah kakinya terus mundur. Matanya yang indah dan kelam terus mengawasi sosok di depan yang terus maju menghadangnya.

"Ayolah Junda, aku sangat mencintaimu. Ayo kita lakukan sekali saja, aku takkan mengatakannya pada siapapun. Kau bisa percaya padaku," rayu Xiuhan terus maju menghadang.

Oh..astaga! Junda sudah benar-benar berada di tepian tebing, ia tak bisa mundur lagi.

"Aku lebih baik mati daripada harus menghianati Wu Yen," teriak Junda dengan berani.

"Junda... " desisnya lirih. Xiuhan berhenti melangkah, ia tahu jika ia satu kali saja melangkah ke depan Junda pasti akan jatuh ke laut.

Zhang Junda menarik napas lega karena Xiuhan tahu maksudnya. Kakinya yang gemetar sedikit maju ke depan, ia tak mau ambil resiko. Disaat kelengahannya, Xiuhan berhasil menarik tangannya dan mendekapnya erat.

Astaga! Junda memang sangat polos dan tentunya bodoh!

Xiuhan menyeringai menang karena Junda kini sudah berada di dekapannya.

"Junda..." panggilnya dengan menggoda.

Zhang Junda kembali ketakutan, ia berupaya melepaskan diri. Malam yang gelap ini, ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya. Gadis itu terus memukul dada pria yang mendekapnya, mendorongnya kuat-kuat hingga akhirnya terlintas sebuah akal di benaknya.

Sang Ratu menginjak kaki Xiuhan dengan sangat keras hingga secara refleks pria itu mendorong tubuh Zhang Junda hingga terlempar jatuh ke laut tanpa sempat berpegangan apapun.

Sang Ratu tercebur ke laut membuat Xiuhan panik. Zhang Junda yang tak bisa berenang, sekuat tenaga mencoba tetap berada di permukaan.

Air laut yang teramat dingin dengan begitu cepat membekukan tubuh gadis itu. Zhang Junda merasakan tubuhnya mulai mati rasa dan perlahan menjadi berat.
Ia terus mencoba menggelepar di saat terakhir namun dinginnya air laut terus menusuk.

Ia pasrah.

Tubuh mungil itu perlahan tenggelam ke dasar laut, sejenak matanya masih bisa melihat apa isi dalam laut sebelum akhirnya menjadi gelap gulita dan benar-benar gelap.

Seekor makhluk aneh berkelebat, mengarungi luasnya laut seorang diri. Dia menghampiri 'barang' yang jatuh dari langit itu dengan cepat. Perlahan ia mulai tahu 'barang' apakah itu?! Manusia.

Seekor Naga putih menggapai tubuh Zhang Junda seiring dengan bergantinya wujud yang semula seekor naga menjadi seorang oangeran tampan. Pria itu menangkap tubuh gadis itu perlahan, laut telah mengirim gadis ini kepadanya.

Pangeran naga hanya tersenyum lalu membawanya ke istananya di dasar laut.
Mungkinkah Dewa Laut sudah mengirimkan jodoh kepadanya?

****
Bidam Xie sudah memantapkan pilihan.

Dari sekian banyak makhluk yang ia temui, hatinya menunjukkan bahwa gadis inilah yang akan ia pilih.
Ia tak peduli bahwa dunia mereka berbeda, ia hanya peduli ada perasaan suka di dalam dadanya.

Manusia.

Hmm...makhluk ringkih itu tak bisa tinggal di dasar laut kecuali mati. Bidam Xie tahu, ia takkan mungkin bisa membangunkan gadis itu tanpa kekuatannya.

Sekali lagi ia mengamati wajah gadis itu, semakin lama hatinya terpesona dan berdebar.

Benar, laut sudah mengirim jodoh kepadanya. Ia akan menghidupkannya dan hidup bersamanya walaupun jarak jauh akan memisahkan mereka kelak.

Bidam Xie, Raja Naga Laut itu perlahan meraih kepala sang gadis, mendekatkan ke wajahnya dan mulai mencium bibirnya. Bukan sekadar ciuman namun ia memberikan separuh nyawanya untuk gadis itu.

Bidam Xie menatap wajah gadis menawan itu sekali lagi lalu tersenyum. Ia mulai melihat tanda-tanda kehidupan pada gadis tersebut.

Zhang Junda membuka mata, ia langsung menatap mata Bidam Xie. Ada sesuatu yang aneh di dadanya, perasaan mengalir entah itu apa. Perlahan Junda bangun dan menguasai dirinya.

Oh Dewa...bajunya terlalu buruk untuk dilihat apalagi di depannya kini ada lawan jenisnya. Didekapnya dadanya dengan kedua belah tangannya yang mungil, ia malu dan menunduk.

Bidam Xie tersenyum manis, menyentuh pipi halus Zhang Junda lalu menarik dagunya yang cantik.

"Selamat datang di duniaku, Jodohku. Aku telah memberikan separuh nyawaku kepadamu. Mulai sekarang kau adalah milikku dan di hatimu hanya ada namaku Bidam Xie. Apapun yang terjadi tak akan mengubah kenyataan bahwa kau adalah takdirku, aku jodohmu dan kau jodohku. Selamanya," bisiknya lembut berusaha mensugesti Zhang Junda.

Zhang Junda tak menjawab, telinganya terus menyimak setiap perkataan makhluk tampan di depannya. Ia sama sekali tak menolak ketika Bidam Xie yang mengklaim dirinya adalah jodohnya mulai kembali menciuminya.

Ciuman bibir yang biasa, yang lama-kelamaan mulai memanas. Pria itu mempermainkan bibir sang Ratu. Menciumnya, melumatnya pelan dan sesekali mencecapnya. Zhang Junda pasrah, ia hanya merasakan hatinya telah berjodoh dengan pria itu, perasaan yang membuatnya tenang dan begitu damai.

Ia sama sekali tak keberatan ketika Bidam Xie menjurus fokus pada tubuhnya. Melakukan sesuatu yang membuatnya menggeliat dan mendesah hebat.
Zhang Junda merasakan dirinya terbakar dan panas.
Ia hanya bisa menenggelamkan wajahnya di dekapan pria itu.

Zhang Junda mengamati wajah yang asing di depannya namun pria itu mampu membuatnya menjerit tak karuan.

"Bidam Xie..." desisnya lirih sebelum ia benar-benar terpejam.

Pria itu menatapnya penuh gelora, bibir mungilnya tak berucap sama sekali.

"Aku mencintaimu Bidam Xie."

*****

Ps. Ini storyku yang kesekian kalinya. Aku berharap kalian mau baca hingga akhir dan menyukainya.
Terimakasih untuk yang setia koment dan vote.

Salam.
Dacytta.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top