8. Alasan yang lain

Happy Reading
.
.
.

"Permisi, Nona Yuna"

Seorang pria berpakaian formal tampak membungkuk ketika memasuki sebuah ruangan yang di dominasi warna coklat.

Perempuan yang sedang duduk di salah satu sofa hanya melirik tanpa minat.

"Dua orang anggota detektif ingin bertemu dengan anda," ucap pria itu dengan sopan. Yuna yang mendengar itu hanya menatap angkuh pria yang ada di depannya.

"Aku hanya ingin Edogawa Ranpo yang masuk kesini," ucapan Yuna segera di angguki oleh sang pria.

Ketika pria yang di sebut bodyguardnya pergi, Yuna langsung tersenyum miring.

"Kena kau!!" Ucapnya dalam hati.

Tok tok tok

"Masuk"

Ranpo memasuki ruangan dengan tatapannya yang datar.

"Silahkan duduk Ranpo-san," ucap Yuna dengan senyum manisnya dan Ranpo duduk tepat di hadapan Yuna.

"Jadi ada apakah seorang detektif datang ke tempat ini?" Pertanyaan Yuna membuat Ranpo hanya mendengus.

"Aku hanya ingin kau memperbaiki nama detektif, kau membuatku repot," Ranpo menatap tajam Yuna yang hanya di balas dengan senyuman manis darinya.

"Aku akan mengabulkanmu," ucap Yuna masih memasang senyum andalannya. Ranpo masih menunggu, dia tau pasti ada ucapannya selanjutnya.

"Tapi kau harus tinggal bersamaku!"
Ucap Yuna dengan tatapan tajam kearah Ranpo, tetapi Ranpo hanya membalas dengan seringai.

"Aku menolak"

Yuna menatap kesal.
"Kenapa? Kenapa kau tidak ingin bersamaku Ranpo?"

Ranpo hanya menaikan alisnya.
"Kau sudah tau alasannya"

Yuna mendecih
"Hanya karena perempuan itu? Apa yang di miliki perempuan itu yang tidak di miliki olehku?"

Ranpo kemudian bangkit berdiri
"Aku tidak perlu memberitaumu karena kau pasti tidak akan mengerti"

Yuna menatap kesal kearah Ranpo.

"Ranpo---"

"Kau tau, aku mulai muak denganmu," Ranpo menatap datar Yuna. "Aku hanya ingin kau memperbaiki nama Busō Tantei-sha, karena kami bertugas untuk membantu masyarakat Yokohama, bukan hanya kau saja," lanjutnya lagi.

Yuna hanya terdiam menatap Ranpo sedangkan yang di tatap masih memasang wajah datar.

Karena tidak mendapat reaksi dari perempuan yang ada di depannya, Ranpo akhirnya mencoba untuk mengakhiri semua ini.

"Aku permisi," ucapnya dengan melangkah kearah pintu keluar tapi sebelum sampai ke pintu, Yuna bersuara.
"Ranpo-kun tunggu!"

Yuna menghampiri Ranpo dan mencekengkram jubah detektif yang di pakai Ranpo.
"Ranpo-kun jangan pergi," ucapnya dengan memohon. Ranpo menatap Yuna dan melepas cengkramannya tapi bukannya di lepas, Yuna malah menubrukkan badannya kearah Ranpo sehingga posisinya ialah Yuna yang memeluk Ranpo.

"Aku akan melakukan apapun asal kau jangan pergi," ucapnya lagi

"Lepas"

"Tidak"

Ranpo mendengus "Menyebalkan sekali hari ini," batin Ranpo merutuki nasibnya yang sial dan juga Kunikida yang sekarang sedang berada di luar ruangan. Ranpo rasanya ingin cepat-cepat keluar dari rumah ini dan memakan makanan manisnya.

"Aku sudah bilang aku tidak mau," Ranpo mencoba melepas pelukan Yuna tapi Yuna malah tambah memeluk erat.

Ranpo rasanya ingin menarik paksa Yuna tapi masalahnya itu malah akan menyakiti Yuna, dan Ranpo sama sekali tidak ingin berlaku kasar dengan seorang perempuan.

"Lepaskan aku"

Yuna kali ini mengalungkan tangannya di leher Ranpo dan tatapannya kali ini benar-benar membuat Ranpo ingin sekali mendorong perempuan ini dari tubuhnya.

"Ne, Ranpo-kun, jika kau tidak mau tinggal bersamaku, berarti aku saja yang tinggal bersamamu," ucap Yuna sambil tersenyum manis, dia memainkan rambut Ranpo dengan senyum yang di buat selucu mungkin.

Ranpo menatap aneh perempuan yang ada di hadapannya.

"Tidak"

Yuna cemberut, dia kesal Ranpo selalu bilang tidak, tetapi beberapa lama kemudian Yuna tiba-tiba tersenyum lagi, Ranpo yang melihat itu semakin jengkel.

"Baiklah kalau begitu," Ranpo menatap datar ketika Yuna mulai merapatkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya kearah Ranpo.

"Aku akan memberikanmu sesuatu yang tidak pernah di berikan oleh perempuan itu," ucap Yuna dan secara tiba-tiba Yuna berjinjit dan mencium Ranpo. Ciuman satu pihak karena Ranpo sama sekali tidak melakukan apapun, Yuna kesal, kenapa Ranpo sama sekali tidak tergoda dengannya.

"Sudah puas?" Ranpo menatap Yuna dengan datar setelah Yuna melepas ciumannya. Ranpo kemudian segera melepas rangkulan Yuna.

"Ne, kau tau, sayangnya bukan kau yang pertama menciumku," Ranpo menyeringai dan itu membuat mata Yuna membulat kaget.
"Bo-bohong"

Ranpo mengabaikan Yuna, dia segera menuju kearah pintu dan untuk terakhir kali sebelum dia pergi, dia menatap Yuna terlebih dahulu.

"Kau jelas tau apa yang di lakukan seorang perempuan dan seorang laki-laki sepertiku jika berada dalam satu rumah," ucap Ranpo dengan tersenyum, lalu setelah mengucapkan itu Ranpo meninggalkan Yuna yang hanya terdiam.

.
.
.

"Tadaima"

Kamu yang mendengar suara Ranpo segera menghampiri pintu depan.

"Okaeri," ucapmu setelah melihat Ranpo yang melepas sepatunya dengan sembarangan. Kamu yang melihat itu segera merapihkannya dan setelah merapihkannya, kamu melihat Ranpo yang masih melepas kaos kakinya.

"Ranpo"

"Apa?"

"Bagaimana dengan Yuna?" Tanyamu penasaran karena sedari tadi ketika kamu ke kantor busou tantei-sha (Armed detective agency) kamu sangat cemas dan takut akan terjadi apa-apa dengan Ranpo.

"Dilarang menyebut nama itu," ucap Ranpo dengan ekspresi yang seolah-olah memang sudah kesal dengan nama tersebut.

"Baiklah jadi--"

"Dilarang bertanya," Ranpo memotong ucapanmu yang sedang ingin bertanya mengenai Yuna, kamu bisa melihat Ranpo segera bangkit berdiri untuk ke kamarnya.

"Ranpo.. aku ingin tau"

Ranpo menatap kamu yang tatapannya seolah mengatakan -berkata-sekali-lagi-kau-kucium-
Akhirnya kamu hanya diam memendam rasa keingintahuanmu.

"Makan malamnya sudah siap," ucapanmu hanya di balas deheman oleh sang detektif.

Kamu jelas melihat kondisi suasana hati Ranpo kurang bagus setelah bertemu dengan Yuna, tapi tentu saja Ranpo menutupnya dengan ekspresi datar dan juga keterdiamannya.

Seperti saat ini, Ranpo tampak makan dengan tenang, ketenangan Ranpo sama saja seperti dia sedang memikirkan sesuatu, kamu tau Ranpo pasti sedang memikirkan sesuatu yang tidak ingin di bagi oleh dirimu.
Rasanya kamu ingin sekali bertanya tapi Ranpo tampak tidak ingin di ganggu.

Tiba-tiba ponselmu berdering, menandakan ada panggilan masuk.

"Moshi moshi Yosano"

"........"

"Ya aku bersama dengan Ranpo"

"........"

"Eh benarkah?"

"........."

"Baiklah aku akan memberitaunya"

Kamu menutup teleponmu dan menatap Ranpo yang masih memakan omelet buatanmu.

"Yuna telah memperbaiki nama detektif di media, dia mengaku bahwa semua ini adalah kesalahpahaman," ucapmu menyampaikan apa yang di ucapkan oleh Yosano di telepon.

Ranpo hanya mengangguk. Kamu masih penasaran mengenai Yuna dan akhirnya kamu bertanya kepada Ranpo.

"Ne Ranpo, apa yang kau bicarakan dengan dia?" Kamu bisa melihat Ranpo sama sekali tidak menjawab, kamu menghela nafas.

"Ranpo, kita sudah tinggal bersama belasan tahun dan kau sama sekali tidak menceritakan apapun tentang masalahmu? Kau tidak mempercayaiku?" Kamu menatap Ranpo yang kali ini hanya terdiam.

Ranpo meletakkan sumpitnya dan kali ini dia menatapmu balik.
"Aku yang tidak mempercayaimu atau kau yang tidak mempercayaiku?"

"Eh?" Kamu menatap bingung kearah Ranpo. "Apa maksudmu?"

Ranpo masih setia menatapmu tetapi kali ini tatapannya terlihat mengintimidasi.
"Selama di agency kau selalu ingin misi bersama Dazai"

"Itu atas dasar perintah Sachou," kamu protes, enak saja Ranpo menuduhmu.

"Tapi kau menerima saja"

"Tentu saja itukan perintah"

Ranpo mendengus dan menatap kearah lain.

"Ranpo kau kenapa sih?!"
Padahal kamu hanya ingin bertanya perihal Yuna tetapi Ranpo tampak sensitif sekali.

"Dengar Ranpo, sachou memberikanku misi dan berpartner dengan Dazai, itu karena hanya Dazai yang bisa menghentikan kekuatanku, bukankah kau sudah tau?"

Ranpo masih menatap kearah lain.
"Ranpo!!" Kamu kesal di abaikan.

"Ya ya ya, aku paham," Ranpo segera pergi untuk ke kamarnya tetapi kali ini kamu tidak akan membiarkan dia lolos.

"Aku belum selesai Ranpo"

Ranpo melirik kearahmu.
"Apa?"

"Aku ingin bertanya kepadamu?"

Ranpo menatap kamu untuk menunggu apa yang kamu ingin tanyakan
"Tentang ci ci--" ah entah kenapa kamu jadi sulit berkata ciuman.

"Tentang ciuman," lanjutmu lagi. Ranpo jelas melihatmu yang sedang berusaha agar tidak terlihat gugup.

"Kau ingin tau alasannya?"

Kamu mengangguk.

"Alasannya karena Yuna akan menciumku," ucap Ranpo dengan ekspresi datar, dan kamu tampak terkejut.

"Eh? Yuna menciummu?"

Ranpo hanya mendengus, sebenarnya dia malas sekali untuk mengingat kejadian yang tadi.

"Lalu kenapa kau menciumku lebih dulu?"

Ranpo berdecak sebal.
"Siapa sih yang mau di cium dengan perempuan asing lebih dulu? Jadi aku menciummu karena aku--" Ranpo menggantungkan kalimatnya sehingga membuatmu menaikan alis bingung

"Karena aku apa?" Tanyamu

"Karena aku sudah mengenalmu," ucapan Ranpo entah kenapa membuat perasaanmu sedikit lebih hangat.

"Ah begitu," ucapmu sambil mengangguk.

"Sudah cukupkan? Aku ingin tidur"

Kamu mengangguk dan kemudian Ranpo berjalan ke arah kamarnya. Entah kenapa kamu merasa lega karena kamu sudah tau alasannya.

Sementara Ranpo yang sudah memasuki kamarnya hanya menghela nafas dan sudut bibirnya terangkat, dia membentuk senyuman seseorang yang seperti puas karena telah mendapatkan sesuatu.

"Setidaknya aku yang pertama sebelummu, Dazai," itu hanya suara hati kecil seorang detektif jenius Edogawa Ranpo.

Ada alasan di balik alasan, benarkan?

To be continued
.
.
.

Hallo kembali lagi, saya cuma mau bilang terimakasih bagi yang sudah membaca, harap hargai dengan memberi vote dan komen karena penulis juga manusia yang butuh support dari vote and komen, sankyu

Salam bsd

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top