27. Virus
Happy Reading
.
.
.
"Bagaimana sachou?"
Yosano hanya menggeleng melihat semua rekan agency detektifnya satupersatu. "Di badan sachou muncul seperti lingkaran, aku tidak bisa menghilangkannya"
Semua tampak gusar setelah mendengar penuturan dari Yosano.
Kamu angkat bicara "Ranpo ada di dalam?" Tanyamu. Yosano mengangguk.
"Sepertinya Ranpo terpukul sekali"
Kamu menghela nafas, setelah tadi pagi mendapat telepon dari Tanizaki, kamu dan Ranpo langsung bergegas datang ke agency, kamu jelas bisa melihat sorot mata Ranpo yang khawatir walau ekspresinya seperti biasa saja, tapi kamu tau mata tidak bisa membohongi.
"Kita harus mencari orang yang menciptakan virus itu, demi sachou"
Semuanya hanya mengangguk mendengar ucapan Yosano.
.
.
.
"Lapor ketua ternyata bukan itu orangnya"
"Baiklah kau bisa terus mencari, jangan sampai kita termakan oleh musuh." Mori memutus sambungan teleponnya, dia menatap Elise yang sedang berkacak pinggang menatapnya.
"Kenapa Elise-chan?"
"Kau mengabaikanku." Elise cemberut. Mori tertawa. "Baiklah ayo kita kembali"
Mori mengajak Elise untuk masuk ke dalam mobil, ketika mereka sudah di dalam tiba-tiba mobil yang mereka tumpangi meledak. Tentu saja semua itu menarik perhatian pejalan kaki yang ada disana.
Dari kepulan asap itu muncul seorang anak kecil yang terbang membawa pria dewasa. "Ah yang tadi hampir saja," ucap Mori yang ternyata selamat dari kejadian tersebut. Elise masih cemberut.
Setelah keduanya menapaki tanah tiba-tiba datanglah seorang petugas "apakah tuan tidak apa-apa?"
Mori mengangguk "Putriku tadi menuangkan jus di tangki mobil, dia berpikir mobilnya haus, jadi tidak masalah, pak"
Petugas itu mengangguk "apakah ada yang terluka? Biar aku periksa" ketika petugas itu memeriksa Mori, seketika petugas itu dengan cepat menusuk pisau ke perut Mori. Petugas itu menyeringai.
Mori terbatuk "S-sial"
Dan detik selanjutnya segelpun muncul di tubuh sang ketua mafia.
Semua anggota mafia yang berjaga disitu segera menyerang petugas tersebut tapi tentu saja gagal karena petugas tersebut menghilang dibalik kerumunan orang.
Di lain tempat dan waktu berbeda setelah kejadian tersebut, seorang pria memasuki sebuah gang buntu dan melepas topi yang dipakainya, matanya memicing seperti mencari sesuatu.
"Mencari ini?"
Pria tersebut menoleh dan mendapati pria lain memegang topinya sambil tersenyum miring.
"Tidak aku sangka, kau menemukanku jauh lebih cepat, Dazai."
Pria yang memegang topi tertawa dia melempar topi tersebut kearah pria di depannya. "Berhenti main kucing-kucingan Fyodor"
Fyodor menangkap topi itu dan menatap Dazai, pria di depannya. "Jadi kenapa kau kesini? mau bercakap-cakap denganku atau mau bergabung denganku?"
"Bagaimana cara menghilangkan virus itu?" Tanyanya. Fyodor terkekeh. "Hoo jadi kau kesini mau bertanya soal itu, karena aku baik jadi aku beritau, virus itu akan hilang bila salah satu orang yang terkena virus tersebut menghilang"
Dazai memicing menatap Fyodor, sangsi dengan ucapannya, tapi Fyodor hanya menaikan salah satu alisnya "kau tidak percaya? Oh itu tidak masalah bagiku, jadi terima saja nasip kalian orang-orang lemah yang akan hancur"
"Kau picik Fyodor," Dazai menatap datar. Fyodor tersenyum miring. "Terimakasih"
Fyodor tiba-tiba menatap Dazai lagi. "Aku ingin beritau juga, sepertinya akan jauh lebih menarik jika perempuan yang kau cintai itu berada bersamaku, yakan?" Kedipan Fyodor membuat Dazai geram, ketika dia ingin menarik Fyodor tiba-tiba peluru tembakan melesat mengenai punggung Dazai nyaris mengenai organ vital.
Fyodor melihat Dazai dengan sorot mata datar "aku tau bahwa kau sudah tau akan tertembak tapi malah mengorbankan semuanya disini, tapi tenang saja aku masih mengizinkanmu untuk melihat perempuan kesayanganmu merenggang nyawa dengan sangat cantik"
Setelah berbicara tersebut Fyodor pergi meninggalkan Dazai.
.
.
.
"Kalau memang hanya itu cara satu-satunya kita harus lakukan demi sachou"
Juunichiro berseru, semua yang ada disitu hanya saling pandang. "Tapi bukankah sachou menyuruh kita untuk tidak menyerang port mafia?" Tanya Atsushi.
"Ya memang," jawab Yosano. "Tapi mau bagaimana lagi itu yang harus kita lakukan." Juunichiro berseru.
Semua yang ada disana menatap bingung.
"Lakukan saja"
Semua menoleh kearah sumber suara. "Apa maksudmu Ranpo?" Yosano menatap Ranpo bingung.
"Port mafia pasti akan menyerang karena informasi ini pasti akan menyebar, mau bagaimanapun kita harus bertarung," ucap Ranpo dengan serius. "Aku yakin kau bisa menangani ini semua Kunikida, karena kau adalah ketua untuk saat ini"
Kunikida menatap Ranpo yang tampak serius, sedari tadi memang dia sedang berpikir apa yang harus dia lakukan.
"Baiklah kita harus merencanakan sesuatu"
Dan semuanya mengangguk.
Sementara di rumah sakit, Dazai tampak berbaring dengan badan yang di perban, tatapannya mengarah pada jendela.
Tiba-tiba pintu terbuka menampilkan sosok [Yourname] dengan membawa buah apel di dalam plastik.
"Bagaimana keadaanmu, Dazai-kun?" Tanya [Yourname]
Dazai menoleh kemudian tersenyum. "Aku tidak apa-apa"
[Yourname] menatap Dazai. "Kau pasti sudah tau bahwa kau akan masuk ke rumah sakit"
Dazai hanya tertawa kecil. "Ya begitulah"
"Kenapa?" Tanya [Yourname]. "Untuk mendapatkan informasi?" Lanjut [Yourname] lagi.
"Ya, tapi ada satu hal lagi"
[Yourname] memberikan perhatian penuh kepada Dazai, menunggu apa yang alasannya.
"Untukmu"
Dazai memberikan tatapan yang lembut kepada [Yourname].
"Kenapa kau.." [Yourname] tidak melanjutkan kalimatnya karena dia bingung harus seperti apa.
"Ketika kita bertemu waktu aku masih di port mafia, aku sudah menyukaimu, aku juga tidak tau mengapa, mungkin karena kekuatanmu tidak mempan dengan kekuatanku," Dazai terkekeh mengingat kejadian dulu, kemudian dia melanjutkan "Awalnya aku pikir aku hanya penasaran tapi sepertinya aku benar-benar jatuh hati, sampai aku mengawasimu dari jauh"
Pandangan Dazai kini mengarah kembali ke jendela. "Aku masuk ke agency detektif bersenjata karena dua orang, Odasaku dan kau"
Dazai menghela nafas, dia tidak tau mengapa menceritakan masa lalunya kepada [Yourname].
"Aku iri.." Dazai melihat [Yourname] lagi. "Aku iri dengan Ranpo"
"Kenapa kau iri?" Tanya [Yourname], karena jelas sekali Dazai adalah tipe orang yang tidak mungkin iri dengan siapapun.
"Karena bertemu denganmu lebih dulu"
[
Yourname] melihat Dazai yang pandangannya sedikit redup.
"Dazai..."
"Bisakah kau memelukku?"
[Yourname] terkejut. "Hah?"
Dazai menatap [Yourname] seperti memohon, melihat hal itu [Yourname] jadi tidak tega, dengan perlahan mendekat dan Dazai langsung menyambutnya dengan perlahan.
Mereka berpelukan beberapa detik. Kemudian Dazai mengeluarkan suara di tengah keheningan. "[Yourname]"
"Ya?" Sahut [Yourname]. Hening lagi. "Maafkan aku"
Ketika [Yourname] ingin bertanya mengapa Dazai meminta maaf tiba-tiba tengkuk [Yourname] merasa sakit dan seketika pandangannya menggelap.
.
.
.
"Ranpo!"
Yosano memanggil Ranpo yang kini berlari di lorong rumah sakit. Menabrak beberapa pasien, Ranpo tidak peduli karena sekarang pikirannya sedang kalut.
"Ranpo, hei!"
Brak
Ranpo menggeser salah satu pintu yang diketahui adalah kamar pasien. Dan mendapati di dalam ruangan itu tidak ada siapapun. Ranpo mendecih.
"Ranpo," Yosano melihat Ranpo yang kini benar-benar kacau.
"Kenapa kau tidak memberitauku bahwa [Yourname] menemui Dazai?" Ranpo menatap tajam Yosano, yang ditatap hanya memasang wajah bingung.
"Apa salahnya? [Yourname] hanya ingin menjenguk..."
"Salah!" Ranpo memotong ucapan Yosano.
"Sial"
Ranpo sangat berharap Dazai tidak akan melukai [Yourname] tapi pikirannya jauh lebih cemas karena sesuatu hal. Memikirkannya saja membuat kepala Ranpo tambah pusing.
"[Yourname]," suara Ranpo sangat lirih. Dia menatap keluar jendela dan memohon supaya sahabat yang sangat dia cintai selamat.
Ya. Yang sangat dia cintai.
To be continued
.
.
.
Selamat malam. Jangan lupa vote dan komen ya. Bentar lagi fanfic ini tamat, jadi pencet bintang dan komen ya.
Salam ikemen bsd.
Oh ya mau promosiin fanfic aku yang lain nih judulnya "Me And She" di baca ya walau bukan tentang Ranpo sih. Tapi mohon dukungannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top