1. Sweet Moment in The Morning

“Tolong bangunkan Kento, Hime-chan.”

“Eh? Dia belum bangun?” Hime melirik arloji berwarna pink yang melingkar di pergelangan tangannya. Jarum pendeknya berada di angka 6.

“Sepertinya anak itu memang sengaja agar kau membangunkannya.”

Hime tertawa geli mendengar perkataan ibu Kento. “Haish. Dia benar-benar.” Hime menggelengkan kepalanya. “Baiklah, Obaa-san. Aku akan membangunkan Kento.”

Ibu Kento mengangguk. Hime tersenyum. Dia langsung menaiki anak tangga menuju lantai dua, karena kamar Kento berada di lantai dua.

Hime berdiri di depan pintu kayu berwarna cokelat. Dia menghela napas, sebelum akhirnya Hime membuka pintu. Pemandangan yang pertama kali dilihatnya adalah kamar berwarna putih dan hitam dengan barang-barang yang tersusun rapi. Aroma tubuh Kento menguar seketika, menusuk indra penciuman Hime.

Hime melangkahkan kakinya mendekati Kento yang masih terlelap. Ia tersenyum tipis. Tubuh Kento masih tertutupi selimut tebal dengan posisi telungkup. Hime tidak langsung membangunkan Kento, ia justru membuka tirai jendela. Membiarkan cahaya matahari masuk ke dalam kamar.

Eungh.” Itu suara Kento. Ia membuka matanya perlahan. “Silau.” Kento menatap jendela di hadapannya.

“Selamat pagi, Tuan Muda Yamaken,” seru Hime saat dirasa Kento belum menyadari kehadirannya.

Kento menoleh. Ia menatap Hime yang sudah lengkap dengan seragam sekolah mereka tengah memperhatikan dirinya. Sedetik kemudian, ia tersenyum lebar, menampilkan deretan gigi putihnya. Matanya menyipit.

“Selamat pagi juga, Hime-chan.”

Hime duduk di samping Kento. Tangan kanannya menarik paksa selimut yang menutupi tubuh Kento. “Ayo, bangun!”

Kento merengek. Ia menarik kembali selimut tebalnya. “Aaahh. Sebentar lagi, Hime-chan.”

“Tidak!” Hime menggeleng tegas.

Kento tersenyum jahil. Ia lantas menarik tangan Hime, membuat gadis itu jatuh menimpa tubuh Kento. Jarak keduanya sangat dekat. Hime bahkan bisa mendengar deru napas sahabatnya dan Kento bisa dengan jelas mendengar detak jantung Hime berdetak sangat cepat. Lelaki itu juga bisa melihat dengan jelas wajah Hime yang merona disirami cahaya mentari pagi.

“A—apa yang kau lakukan?” Hime membenarkan kembali posisinya.

Kento tersenyum. Ia bangun dan duduk di hadapan Hime. “Hanya menggoda sahabatku.” Kento mencolek dagu Hime.

Pipi Hime memerah. Ia memukul pelan dada Kento.

Cuph!

Kento mengecup pipi Hime singkat. “Baiklah. Aku akan mandi. Tunggu sebentar, ya?” Kento turun dari tempat tidurnya seraya mengerling nakal pada Hime.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top