Chapter 24.2 : Haruskah berakhir?
Embusan angin menuju ujung musim gugur semakin terasa, orang-orang masih tampak berkeliaran malam itu walau sudah mulai larut. Mata Ba Da masih terperangkap dengan semua yang ada di jalanan. Dia sudah menghabiskan semangkuk sup tulang sapi sepuluh menit yang lalu, sedang Min Hyun kini di depan kasir, membayar semua makanan yang mereka lahap juga sebungkus paket untuk ibunya yang sedang berada di apartemen.
"Sudah selesai memerhatikan jalanannya?" Pertanyaan dari suara berat itu langsung menyadarkan Ba Da, dia meluruskan punggung sampai kedua tangannya terangkat ke udara.
"Sudah! Terima kasih atas makanannya malam ini, kalau begitu aku pamit." Tangan Ba Da sudah bergerak meraih tasnya, tapi Min Hyun dengan cepat menahan dengan wajah yang sama-sama heran, mereka saling tatap. "Apa lagi? Tidak boleh sentuh-sentuh," protes Ba Da, Min Hyun seketika melepaskan genggamannya.
"Ada yang perlu kita bicarakan, bukan? Aku akan sekalian mengantarmu." Min Hyun bersuara dengan cukup serius, tapi Ba Da hanya memutar bola mata.
"Tidak perlu, lagi pula apartemenmu dan rumahku cukup jauh." Ba Da langsung menolak mentah-mentah, dia melambai sembari melangkah keluar dari kedai itu.
"Kalau begitu jangan khawatirkan aku lagi, walau aku mengirim foto saat aku hampir mati ... jangan datangi aku. Jadi, aku tidak perlu mengantarmu pulang." Min Hyun menjawab sekenanya.
"Berhentilah mengelak seolah kau tidak memerlukanku, Min Hyun. Seandainya dari awal kau tidak ingin dikhawatirkan, tidak perlu mengirimiku pesan seperti itu. Aku ini dokter dan aku tidak bisa melihat pasien terluka." Ba Da tampak frustrasi, begitu pun Min Hyun yang mulai tampak lelah.
"Benar, aku hanyalah salah satu pasien yang menyebalkan bagimu, kan, Ba Da? Aku hampir saja salah paham." Min Hyun tertawa, tapi kalimat itu sedikit pun tidak lucu bagi Ba Da.
"Bukan begitu ...," cicit Ba Da merasa tidak enak.
"Jadi, apakah kita harus melanjutkan obrolan kita tentang masa lalu? Karena kau sepertinya ingin membahasnya." Min Hyun melipat tangan di dada.
"Benar, tapi semua itu ada pada pilihanmu, kau bisa abaikan aku saja dan lupakan semuanya. Tapi kalau memang benar ingin membicarakannya ... ikuti aku." Ba Da lalu menarik tasnya dan keluar dari restoran itu. Tapi sebelum benar-benar kakinya berada di trotoar, gadis ini menatap Min Hyun, menunggu pria itu untuk segera mengikutinya.
Min Hyun masih diam di tempatnya, saat ini dirinya berada di sebuah pertikaian antara hati dan akal sehatnya. Jika dia nantinya mengambil langkah, berarti dia harus rela melupakan segala kisah yang sudah menjeratnya selama ini. Namun, jika dia diam, berarti tak ada kisah untuknya dan Ba Da di masa depan.
Kaki Min Hyun bergerak sedikit, ada getaran besar di dalam tubuhnya, apalagi melihat bayangan Ba Da yang perlahan mulai menghilang di balik kerumunan orang-orang.
"Tolong kirimkan paket sup tulang ini ke Apartemen Blossom lantai lima, katakan ini dari Park Min Hyun," ucapnya bergegas kembali pada kasir. Setelahnya, langkah kaki itu terus berpacu dengan waktu menuju Ba Da yang mulai terlihat sosoknya bermandikan cahaya lampu di halte bus.
"Kwon Ba Da!" teriak Min Hyun sebelum gadis itu melangkah masuk ke salah satu bus yang berhenti.
"Aku pikir kau tidak ingin membicarakan hal itu, kenapa tiba-tiba berlari?" tanya Ba Da sangsi. Min Hyun hanya terkekeh.
"Kau yang meninggalkan aku," ucap Min Hyun dengan nada dibuat-buat imut, kalimat itu membuat Ba Da melongo. "Ya Tuhan, aku merasa mual." Min Hyun menepuk pipinya sendiri karena berkelakuan aneh.
"Ish, kau sendiri yang tampaknya tidak ingin mengikutiku, Park Min Hyun." Ba Da mencibir, sedang Min Hyun masih menunjukkan senyum manisnya.
Sesaat keduanya kini duduk di kursi sebelah kanan bus, berdampingan selayaknya pasangan. Namun, tenggelam dalam pikiran yang meragu, sekali lagi dua orang itu membisu dalam waktu yang cukup lama.
Posisi penumpang kala itu cukup lengang. Ba Da yang tampak lelah setelah bekerja seharian menatap lekat pada jendela, dia menarik napas dan menyandarkan kepalanya pada kaca. Mata gadis itu perlahan menutup seiring dengan pikirannya yang kini terus berputar tentang pria yang duduk dengan tenang di sampingnya.
"Kau tidur?" Min Hyun menggeser tubuhnya sedikit menyamping, coba memastikan kesadaran gadis itu dan benar saja Ba Da sudah masuk semakin dalam ke alam mimpinya.
Min Hyun tersenyum melihat wajah tenang itu. "Katanya ingin mengobrolkan hal penting, kenapa mudah sekali kau tidur di samping seorang pria sepertiku, Ba Da?" gumamnya pelan.
Satu hal yang disukai Min Hyun ketika memperhatikan sisi wajah Ba Da adalah sudut bibirnya yang selalu tampak sedang tersenyum walau dia tidak mengekspresikan apa pun. Selama lima bulan terakhir, aktivitas Min Hyun–selain bekerja di kantor–adalah melihat Ba Da dari jauh. Mengumpulkan segala informasi yang berhubungan dengan gadis ini, termasuk kisah masa lalunya–mereka–.
"Kita harus menghapus kenangan buruk, bukan? Kita tidak harus berada di sana selamanya," gumam Min Hyun lagi.
Masih dengan wajah yang menghadap Ba Da, Min Hyun merasa senang dan terluka di saat yang sama. Namun, tiba-tiba saja gadis itu menoleh padanya dan sialnya lagi bus dalam posisi menikung ke sebelah kanan membuat Min Hyung limbung dan terlontar ke depan menuju Ba Da. Mata pria itu membulat, tangannya berusaha menahan tubuhnya tepat di kaca jendela agar tidak menubruk Ba Da, tapi gagal, bibir mereka akhirnya saling bersentuhan.
Hal itu cukup membuat keduanya terkejut dan spontan memberi jarak saat mendengar suara klakson mobil di samping bus yang mereka tumpangi. Min Hyung langsung memalingkan wajah dan bahkan duduk menjauh dari gadis itu. Ba Da yang bingung pun hanya bisa menatap jalanan di sampingnya dan membuka jendela untuk menghirup udara kuat-kuat.
~oOo~
Akibat kejadian itu, keduanya semakin canggung, bahkan Min Hyun hanya bisa mengekori Ba Da selepas turun dari bus. Gadis itu nyatanya juga tidak bisa menatap pria yang kini sibuk mencengkeram rambutnya. Sesekali Ba Da menggigit bibir bawah dan tentu saja kebiasaannya menarik ujung baju ketika cemas terus dilakukannya.
Sampai Min Hyun berinisiatif untuk menghentikan langkah Ba Da. "Berhenti!" ucap Min Hyun memblokir jalan. "Dengar ... tadi itu aku benar-benar tidak senga-"
"Aku tahu, kau tidak perlu menjelaskannya. Anggap saja itu tidak pernah terjadi. Kau bisa pulang sekarang, bus terakhir mungkin akan datang sebentar lagi." Ba Da dengan cepat memotong penjelasan Min Hyun, tanpa sedetik pun membiarkan pria itu melanjutkan ucapannya.
"Tidak, aku harus mengantarmu setidaknya sampai depan rumah." Min Hyun melipat tangannya di dada, Ba Da menatapnya sekali lagi dengan wajah kau tidak perlu melakukannya, tapi Min Hyun menggeleng. "Tidak ada penolakan, lagipula kita masih perlu membahas tentang kejadian dua tahun lalu, yang mungkin bisa menjadi awal baik," lanjutnya lagi.
"Min Hyun, biar aku tegaskan satu hal. Pertemuan malam ini bukan untuk memulai kembali, tapi untuk sebuah perpisahan. Mari tidak bertemu lagi setelah ini dan menjalani kehidupan masing-masing dengan lebih baik," ucap Ba Da tegas dan lugas, dia bahkan sengaja tidak menarik napas selama menjelaskan hal itu pada Min Hyun.
"Kau ... bermain tarik ulur lagi. Berapa pria yang sudah kau permainkan seperti ini? Kau baru saja membuatku bahagia, tapi sekarang apa?" protes Min Hyun, dia bahkan tidak bisa mengendalikan ekspresi wajahnya lagi.
"Maaf aku ... a-aku juga tidak mengerti. Aku seperti ini hanya saat berhadapan denganmu, seperti orang yang kehilangan kemampuan untuk memutuskan sesuatu." Ba Da menunduk dan tangannya menarik ujung bajunya dengan kasar.
"Berhenti menarik bajumu dan hadapi aku. Tatap aku, Ba Da!" ucap Min Hyun dengan suara yang cukup tegas, tangan pria itu menyentuh kedua pundak Ba Da.
"Min Hyun, bagaimana cinta bisa sebegitu rumit? Mengapa waktu seolah menertawakan takdir pertemuan kita? Aku juga ingin bahagia ... terutama bersamamu." Kalimat Ba Da yang terdengar frustrasi itu menggetarkan hati Min Hyun, tubuh gadis itu pun tampak kuyu dan lemah.
"Mari kita berhenti dan mulai membuka lembaran baru." Min Hyun berusaha menguatkan gadis itu, tapi Ba Da menggeleng.
"Aku orang yang telah melukaimu sejak lama, aku yang membuatmu kehilangan wanita yang paling kau cintai dan ... anakmu. Aku ... aku orang jahat, aku tidak pantas berbahagia di atas kematian wanitamu, Min Hyun." Ba Da mulai terisak, kedua kalinya Min Hyun menyaksikan sisi rapuh dari seorang Ba Da.
Min Hyun kini menarik gadis itu dalam pelukannya. "Kau tidak salah, Ba Da. Tidak ada yang bisa mengalahkan takdir kematian. Ketika semuanya harus pergi, mereka tetap akan pergi."
"Tapi aku seorang dokter, harusnya aku lebih berusaha lagi. Tapi, aku menyerah ...."
"Ba Da, hentikan jika kau beranggapan begitu. Bagaimana dengan aku? Perlukah kita bersaing? Aku melupakan wanita itu karena pekerjaan, mengabaikan rumah sakit ketika mereka bilang wanita itu perlu penanganan dan aku .... Aku bahkan, sebagai orang yang paling dipercaya olehnya, tidak hadir di saat terakhirnya ...." Min Hyun tertunduk, dia tidak sanggup lagi berbicara, buliran air mata mengalir di pipinya yang mulai tampak kemerahan.
Dua orang ini larut dalam rasa bersalah, luka yang masih menganga dan menggerogoti hati mereka.
"Pulanglah, Min Hyun, Presdir Park. Kita tidak bisa bersama, karena saat kita bertemu, yang teringat hanyalah luka." Ba Da keluar dari pelukan itu dan memunggungi Min Hyun.
"B-ba Da? Jangan pergi, kalau kau pergi ... aku takut semuanya akan berakhir," lirih Min Hyun. Tapi gadis itu terus berjalan, bahkan ketika suara serak pria itu meneriakkan namanya.
Ba Da berbelok di salah satu gang dan segera berjongkok, dia memeluk kedua lututnya dan menumpahkan tangis pilunya. Siapa pun yang mendengar suara kedua orang itu pasti akan terenyuh, apalagi jika mendengar kisah pilu yang tak disangka-sangka ada pada keduanya. Gadis dengan rambut kuncir kuda itu, mendongakkan wajah, menatap langit yang hitam kelam. Perkataan Min Hyun sebelumnya berputar di pikiran Ba Da.
"Apakah ini akhirnya? Apakah ini yang kau inginkan, Ba Da?" tanya Ba Da pada dirinya sendiri. Kemudian dia menggeleng kuat.
Sementara itu Min Hyun masih mematung di tempat, hatinya bergemuruh. Eunhee ini akhir kita, kan? Cinta pertamaku, aku merelakanmu. Sekarang waktunya untukku mencintai cinta terakhir di hidupku.
Sembari berdiri, Ba Da berlari kembali ke halte bus menuju sosok Min Hyun yang masih berdiri di sana. Dia seperti sebuah patung yang perlahan hidup karena Ba Da kembali untuknya.
"Park Min Hyun!" Ba Da membuka lebar tangannya, dari kejauhan bisa terlihat mata bulat Min Hyun menatapnya dengan binar paling terang.
Pria itu berlari dan segera beristirahat dalam dekapan Ba Da. Kedua orang ini menyadari takdir pertemuan mereka, hanyalah satu, saling menyembuhkan.
"Min Hyun ...," panggil Ba Da, aroma khas aqua yang menguar dari tubuh pria itu masuk ke dalam penciuman Ba Da, bau pantai yang paling disukainya. Ada sensasi menenangkan di sana, membuat gadis ini berusaha untuk tetap tegar walau air matanya pun ikut bercucuran.
"Biarkan aku mencintaimu, Ba Da," bisiknya lirih di telinga gadis itu dan tangannya yang besar menangkup kedua pipi bulat Ba Da. Mereka hanya berjarak seujung hidung, deburan napas keduanya pun saling menerpa kulit wajah masing-masing.
"Apa kita boleh?" tanya Ba Da. Dia sebenarnya masih takut, benar-benar tidak ingin melukai perasaan mendiang wanita yang dulu dicintai oleh Min Hyun.
"Dia adalah cintaku dulu, kau adalah cintaku sekarang dan sampai waktu yang tak terbatas," sahut Min Hyun, sampai akhirnya bibir tebal pria itu bersentuhan dengan bibir ceri milik Ba Da.
Hangat yang menjalar dari dua rangkap bibir yang saling beradu itu menembus tebing tinggi dan jarak yang sudah dibuat oleh mereka. Dingin yang menusuk permukaan kulit kedua sejoli ini pun tak lagi menjadi penghalang persatuan antar dua hati yang saling terluka untuk menyembuhkan satu sama lain.
Seiring berubahnya lampu merah ke hijau, Ba Da menarik napas dalam. Min Hyun menahan ciumannya, menciptakan sedikit jarak untuk menetralisir letupan-letupan yang muncul di rongga dada. Min Hyun perlahan mengelus pipi kemerahan itu dengan jempolnya dan turun ke bibir manis Ba Da.
"Aku selalu penasaran dengan bibir merah muda ini dan rasanya ternyata lebih seperti madu daripada ceri," bisik Min Hyun sembari terkekeh.
"Apa-apaan?" Ba Da berseru sembari menepuk dada bidang itu. Dia sedikit tersipu karena ledekan atau mungkin pujian yang baru saja dilontarkan oleh Min Hyun.
Pria dengan tinggi menjulang itu kembali memeluk Ba Da dan dalam dekapan hangat itu titik-titik putih dari langit mulai turun.
"Oh, salju pertama?" sorak Ba Da. Dia melepaskan diri dari Min Hyun dan mulai menggapai salju itu dengan telapak tangannya. Min Hyun tersenyum dan kembali menarik Ba Da dalam pelukannya.
"Aku belum selesai," ucap Min Hyun kembali menautkan bibirnya pada bibir Ba Da yang diiringi tawa kecil dari keduanya.
~oOo~
Salju turun semakin lebatnya. Dua orang yang telah resmi menjadi pasangan ini melangkah melewati gang-gang yang dindingnya dilukis dengan cantik, tangan mereka bertaut dan senyum merekah di wajah masing-masing. Hingga Ba Da berhenti di depan sebuah gerbang dengan ukiran kayu bertuliskan marga keluarga ini. Ba Da menatap tepat ke dua bola mata Min Hyun dan keduanya tergelak.
"Ada perasaan aneh di sini, seperti terbakar, sakit tapi juga menyenangkan, Dokter," ucap Min Hyun menunjuk dada dengan tangan kirinya.
"Aku juga, apa ini semacam penyakit? Aku sedikit khawatir sekarang," sahut Ba Da masuk ke dalam permainan peran yang dibuat Min Hyun.
"Kau mungkin sedang mencintaiku, Kwon Ba Da," bisik Min Hyun dan disambut dengan cibiran Ba Da.
"Masuklah dan istirahatlah dengan damai," ucap Min Hyun sedikit tergelak.
"Kau ingin aku mati?" Ba Da melongo dan menepuk lengan kencang milik Min Hyun dengan gemas. Pria itu hanya tertawa sembari mengelus puncak kepala itu pelan.
"Bukan, maksudku istirahatlah. Semoga kau bermimpi indah. Mimpi aku misalnya," celetuk Min Hyun, disambut protes dari Ba Da.
"Ba Da, kau sudah pulang?" Suara ringan milik Jae Min terdengar di balik gerbang yang tertutup itu.
Spontan Ba Da mendorong Min Hyun ke gang kecil di samping rumahnya, dia masih belum siap mempertemukan dua pria ini. Gerbang terbuka dan menampilkan wajah curiga Jae Min.
"Aku mendengarmu bicara dengan seseorang," ucapnya penuh selidik.
"Oh, itu paman yang tinggal di ujung gang. Dia menyapaku barusan dan sudah pergi." Ba Da mengelak, sedang kala itu dia bisa melihat Min Hyun yang terduduk di tanah dari ekor matanya.
"Hm, masuklah. Sudah malam, kunci gerbangnya sekalian." Jae Min berlalu meninggalkan Ba Da yang kini menghela napas lega.
"Hey!" bisik Min Hyun.
"Pulanglah, aku masuk. Nanti telepon aku saat sampai rumah." Ba Da berbicara sangat pelan dan lebih banyak memberi isyarat dengan tubuhnya, sampai akhirnya tubuh mungil itu menghilang di balik gerbang yang terkunci.
"Selamat malam, Ba Da. Aku pulang," pamit Min Hyun seolah berbisik pada gerbang.
~oOo~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top