Chapter 17 : Tak Pernah Cukup
Di sisi yang tampak sibuk dengan hiruk pikuk pasien yang berkonsultasi, Yoong Hwa masih sibuk dengan berkas-berkasnya. Beberapa pasien kebanyakan adalah pasien penyakit jantung yang sudah menjalani operasi dengannya beberapa tahun terakhir. Pria satu ini bukan seorang dokter bedah toraks biasa, dia menarik banyak dokter di dunia ketika memulai penelitiannya beberapa tahun terakhir. Disertasi itu sudah menjadi buah bibir, bahkan pakar medis lainnya sempat mengajaknya untuk berkolaborasi, tapi dia memilih Ba Da, gadis yang dicintainya.
"Dokter Hwang ... eh, maksud saya Profesor Hwang. Aku sangat berterima kasih dengan dokter bedah wanita yang membantumu tahun kemarin." Seorang kakek ber-sweater cokelat duduk di hadapannya.
"Maksud Anda Dokter Kwon?"
Pasien itu mengangguk, Yoong Hwa tersenyum lembut.
"Iya, dia bukan lagi asistenku. Dokter itu sudah bisa menangani banyak operasi sekarang. Tapi, dia hanya ... belum punya waktu mengambil spesialis sepertiku." Yoong Hwa menjelaskan keadaan Ba Da sembari menuliskan hasil konsultasi pasien hari itu.
"Oh? Bukankah dia bilang akan mengambil spesialis setelah menyelesaikan penelitian yang dibuat bersama Anda?" tanya si kakek cukup keheranan.
"Wow, Anda benar-benar dosen sejati, Tuan Jung. Padahal di umur sepertimu ini orang-orang hanya akan peduli dengan kesehatannya saja, bukan pendidikan orang lain."
Yoong Hwa terkekeh, tapi dengan nada yang cukup canggung. Tuan Jung yang di hadapannya pun juga ikut tertawa kecil.
"Syukurlah, jantung buatan Anda masih baik-baik saja. Mungkin masih bisa bertahan sampai sepuluh tahun yang akan datang, selama itu mohon jaga kesehatan Anda, ya?" Yoong Hwa bergegas menyelesaikan laporannya dan memberikannya dengan cepat pada Perawat Nam yang berdiri di belakang.
"Baik, terima kasih Dokter Hwang. Tolong sampaikan salamku pada Dokter Kwon." Menyadari situasi si kakek tadi segera berdiri dan meninggalkan tempat.
Setelah keluar ruangan, pria berumur tujuh puluh tahunan itu mendengkus kesal. "Anak muda sekarang benar-benar tidak tahu sopan santun," gumamnya.
Perawat Nam yang mengikuti si kakek ke depan ruangan tadi langsung memberikan hasil konsultasi dan menjelaskannya sekilas. Lalu mendatangi Yoong Hwa kembali, beberapa dokter residen berpamitan saat itu, karena tadi adalah pasien terakhir hari ini.
"Dokter Hwang, Anda harusnya lebih lembut sedikit memperlakukan pasien tua seperti Tuan Jung tadi," tegur Perawat Nam dengan lembut.
Yoong Hwa menatap tajam gadis yang lebih muda darinya itu, "Memangnya kau siapa berani memerintahku seperti itu?"
Gadis itu menunduk dan menggigit bibir bawahnya. "Maafkan saya, bukan bermaksud memerintah Anda ...."
"Lagi pula, Pak Tua Jung itu. Siapa yang memintanya berkomentar masalah penelitianku bersama Ba Da," ucap Yoong Hwa gusar.
Perawat Nam yang menatapnya takut-takut kini cemberut. Ba Da, Ba Da, dan Ba Da, batinnya menggerutu.
"Menurutmu, seandainya penelitian ini kuubah atas namanya dan menghancurkan reputasiku. Apakah dia akan memaafkan aku? Ah, kenapa hal ini tidak terpikirkan dari awal, benar, kan? Dia hanya marah karena hal ini, kan?" Yoong Hwa mengutak-atik komputernya tanpa peduli dengan gadis di depannya ini.
"Jangan mengorbankan pekerjaanmu hanya karena cinta ...." Perawat Nam mencicit, sekali lagi Yoong Hwa melotot. "Itu perkataan ayah saya," lanjutnya takut-takut.
"Persetan dengan disertasi ini, kau sudah menemukan info tentang Park Min Hyun?" Yoong Hwa menatap penuh selidik.
Akhirnya gadis itu tersenyum lega, "Tentu saja, saya selalu bekerja dengan baik." Dia berujar tanpa ragu, Perawat Nam membuka beberapa file di ponselnya dan menunjukkan semua hal itu pada Yoong Hwa, pria itu mendengarkan dengan saksama.
"Kau yakin dia belum mengumumkan hubungan apa-apa selama ini?" Yoong Hwa mendelik, sembari tangannya menggeser isi galeri Perawat Nam yang berisi tangkapan layar yang bermuatan nama Park Min Hyun di sana.
"Iya, Dokter Hwang. Terakhir kali dia mendapat skandal bersama wanita sekitar tiga tahun yang lalu."
"Skandal? Berarti itu bukan hal yang baik, kan? Aku akan menyampaikan ini pada Ba Da. Terima kasih, kau bisa pulang cepat hari ini." Yoong Hwa berlalu tanpa sedikit pun menoleh kembali pada gadis itu.
"Setidaknya dia berterima kasih, itu sudah cukup. Jangan berharap lebih Nam Jung Hee, tapi kenapa senyumnya sangat tampan?" Perawat Nam hanya bisa mengelus dada dan merengek kecil.
~oOo~
Kali ini seorang pria dengan senyum lebar berdiri di depan etalase kafe, ia menatap susunan roti-roti palsu sebagai pajangan. Kakinya membawanya menyisir pelan tempat yang berhubungan langsung dengan Rumah Sakit Hansung itu, semuanya tampak bersih dan juga rapi. Setidaknya hujan kemarin sore membuat debu-debu di depan kafe itu terbasuh seluruhnya.
"Silakan masuk dan nikmati pesanan Anda," ucapnya pada para pelanggan yang sudah mengantri sejak dirinya mempersiapkan kafe tadi.
Hampir semua yang datang adalah perempuan, tidak hanya para pasien tapi juga remaja putri lengkap dengan seragam sekolahnya. Pria itu menggeleng keheranan karena bahkan ada yang meminta foto dengannya dan hanya bisa tersenyum sembari membukakan pintu.
Dua orang yang tak asing menghampiri dan menyapanya, membuat pria itu semakin semringah.
"Selamat pagi, Jae Min!"
"Selamat pagi, Hyung! Noona!"
Mereka ada di baris terakhir antrean, Jae Min segera mempersilakan mereka masuk sekaligus mengantar mereka ke tempat duduk.
"Aku akan mencatat pesanan kalian," ujarnya sembari membuka buku catatan kecil di kantong apron hitamnya.
"Begini, kau tidak perlu melayani kami. Kami hanya ingin menanyakan beberapa hal mengenai Ba Da," bisik So Woon
"Min Joo juga sudah hapal pesanan kami, jadi kau tidak perlu repot. Duduklah!" Pria jangkung itu menarik Jae Min untuk duduk di sampingnya.
"Katakan padaku, apa benar Ba Da sudah punya kekasih?" wanita berpotongan rambut bob itu tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya lagi.
"Jadi ... bahkan Noona juga menyembunyikannya dari kalian berdua? Ini benar-benar mengejutkan." Jae Min menjentikkan jari dan mengelus dagunya pelan.
"Apa maksudmu? Berarti rumor itu benar? Dia punya kekasih?" Kedua orang di hadapannya melebarkan mata karena terkejut dengan berita ini.
Jae Min mengangguk, pria itu mulai menceritakan beberapa hal yang semakin diceritakan justru membuat pendengarnya semakin merasa tak karuan. Dia berhenti tepat pada percakapan mereka terakhir di depan wastafel, lalu ia duduk menopang dagu. Pipinya sedikit tertekuk karena ulahnya itu, pria di sampingnya berdecak kagum.
"Gen keluarga kalian bukan main-main, Jae Min."
"Berhenti bicara di luar topik, Kwang Gi! Ini benar-benar serius," tegur So Woon segera menepuk lengan kekar lelaki di sampingnya itu.
"Justru karena kau terlalu serius, aku membuat candaan. Kalau otot wajahmu tegang, kau akan lekas keriput. So Woon, berhenti khawatir berlebihan pada Ba Da."
"Benar kata Hyung, dia sudah dewasa. Aku pikir dia pasti bisa memutuskan sesuatu yang baik untuk hidupnya." Jae Min menangkup kedua tangan So Woon yang terlihat gelisah.
"Lalu, apa yang akan orang-orang katakan tentangnya?"
"Ssst ... kita tidak perlu dengarkan itu, kita hanya perlu membantu Ba Da untuk menutup kedua telinganya." Ketiganya saling pandang dan mengangguk setuju, setelahnya mereka berpencar saat Min Joo mengantarkan pesanan mereka.
~oOo~
Park Min Hyun berdiri di antara karyawannya, membicarakan segala hal yang harus dilakukan saat memproduksi bahan-bahan untuk pembuatan humidifier itu. Selain itu ia juga sudah berdiskusi dengan tim pemasaran yang biasa memberikan ide-ide terbaik untuk mempromosikan produk mereka.
"Karena ini berkaitan dengan laut, akan lebih baik jika kita mengambil gambaran langsung di sekitar laut. Seperti commersial film dan pemotretan brand ambassador kita, membawa kesegaran laut ke dalam produk adalah tujuan utama kita agar pelanggan tertarik." Salah satu karyawan memberi ide.
"Jadi, menurut kalian kita harus pergi ke pantai?" Min Hyun mengerutkan kening.
Semuanya serentak meng-iyakan, Min Hyun menggosok dagunya yang ditumbuhi rambut-rambut halus. Tangan satunya memandangi beberapa contoh desain produk dan kemasannya.
"Baiklah, aku akan membicarakan ini bersama Dokter Kwon dan juga coba kalian kontak beberapa model, aktor, aktris atau mungkin idol yang cocok dengan produk-produk kita ini. Bawakan saja daftarnya malam ini ke kantorku, selamat bekerja." ucapnya sembari berlalu.
Setelah ditinggalkan, suasana ruangan berubah riuh diisi dengan bisikan-bisikan yang mengarah pada Park Min Hyun.
"Kenapa Presdir mondar-mandir seperti itu dari tadi, dia juga tidak benar-benar berbicara pada Dokter Kwon dan menyampaikannya pada Sekretaris Moon," bisik salah satu karyawan.
"Aku seratus persen yakin, mereka berkencan," celetuk salah satu karyawati.
"Aku juga," sahut yang lainnya.
"Dia pasti sangat jatuh cinta sampai-sampai membuat nama benda itu persis seperti nama kekasihnya," ucap satu orang lainnya.
"Wah, aku merinding. Bagaimana pria yang memiliki benteng tinggi itu bisa berubah?" Begitulah beberapa percakapan yang muncul akibat kedatangan Ba Da ke perusahaan itu.
Sudah lama Ba Da duduk di ruangan sendirian, sejujurnya dia bosan jika hanya duduk-duduk begini. Ini tidak sesuai ekspektasinya, dia sudah memikirkan bahwa ini akan menjadi pertemuan yang menyenangkan dengan diskusi panjang. Namun, Ba Da tak bisa bicara lagi saat Min Hyun menjelaskan tentang produk untuk ibu hamil.
Memang itu tidak salah dan Ba Da pikir ini adalah ide yang brilian, tapi perasaanya tiba-tiba terasa tidak enak. Pikirannya meracau di otaknya, memutar kembali gulungan film yang telah dia buang. Gadis ini punya memori yang hebat, sayangnya banyak kenangan buruk yang justru tersimpan.
Dia juga tidak enak saat harus bicara cuek kepada Min Hyun, tapi itu sudah di luar kontrolnya. Sejak kemarin, jantungnya banyak sekali berdebar oleh banyak kejadian. Yoong Hwa yang tiba-tiba menghubungi orang tuanya, kebohongan besar antar keluarga, sikap manis Min Hyun tiba-tiba dan kecelakaan pasien hamil itu.
Belum lagi gosip yang akan terus bertebaran di belakangnya, Jae Min sering menceramahinya karena satu dua hal yang bahkan baru dia ketahui saat adiknya itu membeberkannya. Ini bukanlah keinginannya, dia juga ingin menyelamatkan semua pasiennya, ingin hubungannya dengan Yoong Hwa baik-baik saja dan terakhir tidak perlu bertemu Min Hyun.
Gadis itu menyembunyikan wajah dalam kedua telapak tangannya. Dia herusaha menahan air mata, tapi gadis itu tak tahan lagi dan kabur secepat kilat dari ruangan itu. Saat pintu terbuka tiba-tiba tubuhnya menubruk seseorang, orang itu mendekapnya agar tidak terjatuh dan tatapan mereka bertemu. Ternyata itu Min Hyun.
"Kwon Ba Da?" ucapnya terkejut, Min Hyun menatap tepat pada mata gadis itu yang mulai memerah.
Ba Da segera membuang muka dan melepaskan diri, dia melangkah cepat menuju tempat persembunyiannya di mana pun ia berada. Ya, tangga darurat. Min Hyun yang masih terkejut melihat tatapan mata nanar Ba Da tampak mematung, Sekretaris Moon memberi isyarat untuknya agar segera mengejar.
"Kenapa memangnya dia? Kenapa aku? Apa salah ...."
"Kejar saja, Presdir. Dia tampak tidak baik-baik saja," Pinta Sekretaris Moon.
Min Hyun memandang pria itu dengan heran, matanya sedikit terbelalak karena kebingungan. Sekretaris Moon hanya mendorongnya dan Min Hyun mau tak mau mengejar gadis itu.
Ba Da membuka pintu tangga darurat yang ada di lantai itu, dia duduk di salah satu anak tangga. Kedua tangannya memeluk lutut, dia benamkan wajahnya dalam-dalam. Isak tangisnya perlahan terdengar, sesekali ia mengatur napas, tapi sekali lagi dia tak mampu untuk tenang secepat kehendaknya.
Min Hyun yang ada di depan pintu berdiri dengan ragu, tangannya sudah menyentuh kenop itu lalu melepaskannya lagi. ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal menimbang-nimbang keputusannya ini benar atau salah. Sejujurnya, dia tidak menyangka akan melihat sisi lain dari Ba Da secepat ini. Walau Ba Da juga sedang menangis kala itu, pertemuan pertama mereka benar-benar penuh rasa yang berbeda dengan hari ini.
Cukup dengan pikirannya, Min Hyun memberanikan diri menarik kenop dan pintu terbuka. Pria itu bisa melihat jelas punggung itu sedang bergetar hebat, walau tak ada suara yang pasti tapi Min Hyun tahu gadis itu menangis. Alasannya? Itu yang membuatnya penasaran.
Dalam diam, dia melangkah dan duduk di sampingnya. Ba da yang menyadari seseorang hadir, spontan menoleh. Hanya beberapa saat, lalu dia memalingkan wajahnya lagi. Min Hyun tidak menatap gadis itu, pandangannya lurus ke depan, dia juga masih memberi jarak. Menghormati waktu untuk Ba Da menumpahkan rasa sakitnya.
Cukup lama latar musik mereka hanya diisi suara tangis Ba Da, Min Hyun hanya diam dalam kebingungan. Rasanya tidak sopan jika dia tiba-tiba memeluk gadis itu tanpa diminta. Sampai akhirnya, Ba Da menarik napas panjang, kedua telapak tangannya terangkat dan menghapus air matanya kasar.
"Maaf, huft ...."
"Hmm? Apa? Aku tidak mengatakan apa pun." Min Hyun berpura-pura bodoh.
"Aku tidak biasanya menangis sembarangan seperti ini, aku harusnya tidak melakukan ini di hadapan kalian. Ini memalukan," ucap Ba Da dengan suaranya tercekat di akhir.
"Hey ...." Min Hyun duduk mendekat.
"Kau tidak perlu minta maaf, kalau memang ingin menangis. Ya ... menangis saja, lebih baik dikeluarkan daripada tertahan. Kau tahu kentut, kan? Kalau ditahan rasanya pasti aneh, baiknya dikeluarkan saja dan melegakan," ucap Min Hyun lagi mencoba menghibur.
Senyum kecil muncul di wajah manis Ba Da, dia berujar pelan, "Itu mengingatkanku saat setelah kau operasi usus buntu kemarin."
"Nah, itu benar. Rasanya sangat tidak enak menahannya." Min Hyun tertawa kecil.
"Kau menahannya?" tanya Ba Da sedikit kaget.
"Oh, Ah ... itu." Pria itu tergagap seketika, kelakuannya saat di rumah sakit akhirnya terbongkar.
Ba Da menatapnya curiga, membuat Min Hyun tambah salah tingkah.
"Aku tidak punya pilihan, okay? Aku harus bertahan di rumah sakit sampai kau mau tanda tangan kontrak."
Pandangan Ba Da masih tampak menelisik, seolah memberi isyarat 'Apa kau senang?' Namun, gadis itu melambaikan tangan di depan kedua wajah mereka, lalu memandang lurus ke depan.
Cahaya matahari menembus jendela besar di hadapan mereka, keduanya sekali lagi masuk ke dalam pikiran mereka masing-masing. Duduk sedekat ini, tak membuat perasaan canggung itu muncul, justru bagi Ba Da ada perasaan hangat dan tenang mengalir di dadanya. Bagi Min Hyun sendiri ini perasaan baru yang sulit dia jelaskan. Bagaimanapun, mereka menyukainya.
~oOo~
Matahari sudah berdiri tinggi di atas kepala, suasana rumah sakit masih penuh dengan hiruk pikuk para pasien dan juga pengunjung. Seorang pria terus-terusan sibuk berkeliling, hampir tiap pelosok rumah sakit dia datangi, ada satu orang yang ingin sekali ia temui. Sampai dia berhenti di depan kafe, matanya dengan jelas menangkap pria dengan apron hitam di dalam sana. Dia memutuskan untuk masuk dan menyapa.
"Hai, Jae Min," sapanya, tangan pria ini terangkat ragu.
"Maaf, saya sedang membuat pesanan pelanggan lain. Anda bisa membuat pesanan pada Nona yang ada di sana." Jae Min bicara tanpa sedikit pun ingin memperhatikan lawan bicaranya.
Jae Min kenal suara itu, sangat hafal logat pria dengan wajah tajam itu. Namun, sekali saja dia tidak ingin menatapnya. Yoong Hwa masih berdiri di sana sambil menunggu pria itu menyadari kehadirannya. Dua tiga kali dia mengetuk nakas berisi kue berbagai rasa itu, tapi Jae Min tetap bergeming dan memilih sibuk dengan aktivitasnya.
"Kalau kau begini terus aku mungkin akan menghancurkan tempat ini," bisik Yoong Hwa.
Pria dengan apron hitam itu memutar bola mata dan akhirnya menatap Yoong Hwa dengan tidak ikhlas. Wajahnya di tekuk, jelas sekali dia tidak suka dengan orang di hadapannya ini.
"Ada apa? Huh? Tidak lihat aku sibuk bekerja?" cerca Jae Min sudah tak tahan.
"Kau tahu Ba Da ada di mana?" Pertanyaan bodoh yang tak akan pernah dijawab Jae Min.
"Bukan urusanmu," tukasnya geram.
"Sayang sekali, padahal aku hanya ingin menceritakan informasi menarik padanya, kalau begitu aku cerita padamu saja, ya?" Yoong Hwa melipat tangan di dada, Jae Min masih diam memandanginya datar.
"Aku minta sepuluh menit saja, hm? Selesaikan pekerjaanmu ini dan temui aku di meja luar," titah Yoong Hwa sembari berlalu tanpa sedikit pun peduli dengan tanggapan Jae Min.
Pria itu langsung melempar serbet yang ada di tangannya, Min Joo yang memperhatikan Jae Min dari tadi langsung bergidik ngeri. Badan tegap pria berapron hitam itu melewati Min Joo, dia bisa melihat sorot mata Kwon Jae Min menajam, tidak seperti biasanya.
Yoong Hwa duduk menyilangkan kaki, dia menggeser layar ponselnya beberapa kali dan tersenyum. Jae Min menarik kursi di hadapannya, bersandar di sana dengan kedua tangan terlipat di dada. Air mukanya tak sedikit pun memancarkan ketertarikan pada Yoong Hwa.
"Aku langsung to the point saja, sama seperti saat aku bilang aku ingin menikahi kakakmu. Sekarang, aku ingin kembali kepada Ba Da." Yoong Hwa bersuara tanpa sedikit pun menampilkan keraguan di matanya.
"Berengsek, kau ...." Jae Min yang mendengar kalimat lugas dari Yoong Hwa itu pun langsung berdiri, hendak mencengkeram kerah jas putih pria itu.
Yoong Hwa secara refleks menghindar dengan berdiri dari kursinya dan mundur selangkah, tangannya memberi gestur untuk menahan Jae Min mendekatinya.
"Tenang, aku mengatakan ini karena khawatir pada Ba Da. Dia dan kekasih barunya itu, mereka tidak boleh bersama. Karena jika mereka tahu, mereka akan sama-sama terluka. Percayalah padaku, hm?" Yoong Hwa berbicara dengan tangannya berada dalam saku jasnya, dia justru tampak arogan dan membuat Jae Min semakin kesal.
"Katakan yang jelas, apa yang bisa menyakiti Ba Da?" Jae Min menyuruh pria itu agar mendekat kembali dan keduanya pun duduk ke tempat semula.
Yoong Hwa meletakkan ponsel pintarnya dan melipat tangannya di atas meja.
"Park Min Hyun itu, punya skandal besar di masa lalu. Dia sempat hampir menikah, tapi tidak jadi karena calon mempelainya meninggal," bisik Yoong Hwa.
"Lalu? Apa hubungannya dengan Ba Da? Toh, dia tidak mencuri suami atau kekasih orang lain." Jae Min berdecak kesal.
Yoong Hwa mengulum senyum, "Kena kau, Kwon Jae Min," batinnya.
~oOo~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top