Chapter 13 : Lupakan Masa Lalu



Lampu merah sudah berubah menjadi hijau. Ba Da yang berlari kencang tidak dapat menahan langkahnya lagi saat mobil-mobil itu mulai melaju dan tinggal selangkah saja maka kakinya sudah menginjak jalan raya. Sebelum akhirnya Min Hyun menahan lengan gadis itu dan menariknya tanpa sadar ke dalam dekapannya.

"Kau mau mati?" Min Hyun berujar datar.

Ba Da yang berada dalam dekapan pria itu mendongakkan kepala. Ini terlalu dekat sampai membuat gadis itu hanya bisa tertegun mendapati rahang tajam nan indah itu tepat di depan matanya.

Lampu berubah lagi, kali ini mobil berhenti dan pengguna jalan dipersilakan untuk menyeberang.

"Sudah hijau."

"Hm?" Ba Da menggumam tak jelas, matanya masih tertuju pada wajah pria itu.

"Nanti saja memandangi wajah tampanku ini, cepat sana selamatkan orang itu." Min Hyun melepaskan dekapannya dan memutar gadis itu menghadap jalanan. Ba Da memejamkan mata menahan malu karena terpesona sesaat oleh ketampanan pria di sampingnya. Akhirnya, dengan setengah berlari dia menuju tempat orang-orang berkerumun, tanpa sedikit pun berbalik untuk melihat Min Hyun.

"Permisi, saya seorang dokter." Ba Da menembus kerumunan yang lama-lama semakin banyak.

Seorang wanita dengan perut besarnya terbaring, ada darah segar yang mengalir mulus di balik kepalanya. Dia memegang perut dan juga dadanya, tapi tidak bergerak sedikit pun. Ba Da mendekatinya, menyentuh pipi wanita hamil itu.

"Nyonya? Apakah Anda mendengar saya? Coba sebutkan nama Anda." Ba Da mencoba memeriksa kesadaran wanita itu, tapi tak ada jawaban. Kini, tangan Ba Da meraup jemari wanita hamil itu, sesekali ia menekannya untuk melihat respon. Namun, sekali lagi dia masih belum memberikan reaksi apa pun.

"Apakah kalian sudah memanggil ambulance?" Tak ada satu pun yang menjawab dan hanya ada suara orang-orang berbisik. "Hey! Kalian pikir karena ini di depan komplek rumah sakit, ambulance akan datang sendiri? Cepat telepon!" Ba Da menatap orang-orang di sekelilingnya.

"Aku sedang menelepon." Suara berat itu membuat Ba Da terkesiap.

Ba Da menatap Min Hyun sesaat, ia tidak sadar pria itu mengikutinya sejak tadi. Dia tersenyum kecil, menyukuri kehadirannya.

"Nyonya, tolong jawab saya." Sekali lagi Ba Da menekan-nekan jemari wanita itu, ia juga mencubit lipatan dalam pada sikunya.

"Eugh?" ringis wanita hamil itu.

"Nyonya, apa Anda mendengar saya?"

Wanita itu mengangguk, menandakan kesadarannya perlahan kembali. Ba Da terus mengajak wanita itu bicara dan mendapati nama dan juga alamat si pasien. Tidak lama setelah itu ambulance datang dan beberapa petugas mengangkat tas P3K, saat itu juga Ba Da menunjukkan sisinya sebagai seorang dokter berbakat. Min Hyun yang awalnya juga ikut panik, kini tercenung, dalam penglihatannya sosok Ba Da sedikit demi sedikit berubah. Tentu, bahkan semua orang yang ada di sana berdecak kagum melihat ketelatenan seorang Dokter Kwon Ba Da dalam mengevakuasi pasiennya.

Dua orang petugas menarik tandu dari ambulance dan mengangkat pasien yang sudah diberi pertolongan pertama ke dalam mobil. Ba Da mengikuti pasien dengan tangannya yang masih terbungkus sarung tangan lateks. Gadis itu menatap Min Hyun, pria itu juga balas menatapnya. "Terima kasih, aku pergi dulu." Ba Da tersenyum manis, betul-betul tulus dari hatinya.

Perlahan jantung Min Hyun terpacu dengan cepat, tapi dia menepis pikiran yang muncul tiba-tiba itu. Dia menatap Ba Da yang tersenyum, lalu hilang di balik pintu mobil ambulance dengan anggun. Orang-orang mulai bubar dari tempatnya, hanya Min Hyun yang masih berdiri di sana, masih sedikit terkejut dan mencoba menetralisir segala kebetulan yang terjadi hari itu. Nyonya Park menatap Min Hyun dari seberang dan menghubunginya, Min Hyun mengangkat panggilan itu dan juga melihat ibunya.

"Pergilah ke rumah sakit, ibu bisa pulang naik taksi."

"Tapi, Bu ...."

"Sudah, temani saja Ba Da dan antar dia pulang ke rumahnya dengan selamat malam ini. Ibu tutup, ya?" Wanita itu mematikan panggilan dan bergegas memanggil taksi yang berlalu di hadapannya.

Min Hyun menghela napas panjang, entah kenapa kakinya dengan ringan menuju rumah sakit. Sesampainya di kawasan gedung besar berwarna putih gading itu, ia berjalan cepat menuju Unit Gawat Darurat, tapi hari itu ruangan benar-benar dipenuhi oleh pasien dan juga staf yang berlalu lalang dengan cepat. Min Hyun pun tampak berlari dengan gesit mencari sosok perempuan yang membuat hatinya sedikit bergetar kala itu.

Sedang saat itu, Ba Da dengan telaten menyiapkan segala peralatan penunjang kehidupan pasien. Perban di kepala wanita itu juga diganti dengan beberapa kasa baru. Selama itu juga dia terus memeriksa kesadaran dan kondisi luar dalam pasien.

"Dokter Kwon." Seseorang menarik lengan gadis itu menjauh dari pasien.

"Ada apa?" Ba Da menatapnya sinis saat mengetahui pria yang kini mengajaknya biacara.

"Berhenti di sini, biar aku yang ambil alih," titahnya.

"Kenapa? Aku yang membawa pasien ini ke rumah sakit," ujar Ba Da sudah mulai geram dengan keputusan semena-mena itu.

"Dokter Song, tolong bawa Dokter Kwon ke ruang istirahat. Aku yang akan mengoperasi pasien ini," ujarnya lagi tidak mendengarkan ungkapan protes Ba Da sebelumnya.

Kwang Gi yang diminta membawa gadis itu mencoba menarik lengannya dengan lembut, tapi Ba Da tentu saja menepisnya dan berdiri tepat di hadapan pria itu untuk menghalanginya mengambil alih.

"Kau tidak dengar, Dokter Hwang? Dia pasienku!" Suara Ba Da tidak meninggi, tapi justru mendesus, penuh dengan penekanan. "Jangan lihat aku seolah aku lemah, tiga operasi sebelumnya bahkan tidak menghabiskan energiku," sambung Ba Da masih dengan suara mengintimidasi.

"Kwang Gi, kumohon bawa dia pergi dari sini." Yoong Hwa menatap Kwang Gi dengan pasti dan memberi isyarat bahwa dia wajib membawa gadis ini pergi dari tempat itu.

Pria jangkung itu menghela napas panjang dan dengan berat ia menarik gadis itu, lebih tepatnya menyeret paksa Ba Da yang langsung berontak. Orang-orang yang melihat itu pun ikut terdiam, tak terkecuali Min Hyun yang berdiri dengan ekspresi geram.

~oOo~

Gadis itu melepaskan rangkulan Kwang Gi yang hampir mencekik leher gadis itu. Ia sedikit terbatuk dan tersengal-sengal karena berusaha kabur hingga hampir membuatnya terjatuh. Ba Da menatap tajam Kwang Gi yang kini tak ingin melakukan kontak mata dengannya. "Keluar sana!" Ba Da membentaknya, Kwang Gi hanya diam dan keluar tanpa sepatah kata pun.

Pria itu menutup pintu dengan menggeleng perlahan, tapi ia cukup terkejut mendapati seseorang berdiri di depan ruangan itu dengan air muka keruh.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?"

Orang di depannya ini hanya memalingkan wajah dan berlalu. Dia bersandar pada dinding di depan pintu ruang istirahat para Dokter Bedah RS Hansung. Tangannya dimasukkan ke saku celananya dan matanya hanya menatap lurus pada jendela besar di lorong itu.

"Dasar tidak sopan," gumam Kwang Gi sembari melangkah pergi dari tempatnya berdiri.

Pintu ruangan terbuka lagi, menampilkan Ba Da dengan seragam biru rumah sakit. Gadis itu terkejut saat mendapati pria berwajah tajam itu berdiri di sana. "Apa yang kau lakukan di sini, Park Min Hyun?"

"Aku hanya ingin melihat keadaan pasien itu," jawabnya singkat.

Ba Da bergeming, ia melangkah tanpa sedikit pun mengajak Min Hyun untuk beranjak dari tempat itu. Pria itu membelalak dan dengan sedikit tersandung ia mengikuti langkah cepat gadis itu. Ba Da terus melangkah tanpa mempedulikan semua orang yang menatapnya, padahal baru lima menit yang lalu dia diseret keluar dari ruangan itu. Tapi dengan pasti ia kembali tanpa sedikit pun gentar kalau-kalau dia diusir lagi.

"Apa pasien wanita hamil itu sudah masuk ruang operasi, Perawat Kim?" Ba Da menanyakan kondisi pasien sebelumnya pada salah satu perawat yang bertugas. Ragu-ragu Perawat Kim mengangguk, wajahnya menunjukkan ketidaknyamanan karena ditatap Ba Da tajam.

"Eugh, tapi Anda tidak diperbolehkan ke ruang operasi," cicit Perawat Kim takut disemprot oleh Ba Da.

Gadis itu memejamkan mata, ia lalu mengikat tali penutup kepala dan maskernya. "Aku tidak peduli, dia pasienku. Aku yang membawanya kemari," ucapnya tanpa sedikit pun merasa khawatir, gadis itu kembali melangkah menuju ruang operasi.

Min Hyun sekali lagi mengikuti Ba Da. Dia sejujurnya ingin menghentikan langkah dokter cantik ini. Pria ini melihat keadaan tadi dan ia sangat paham perintah Yoong Hwa sebelumnya bukan sekedar karena pria itu khawatir, tapi ada suatu usaha yang dilakukannya untuk Ba Da agar menghindari operasi ini.

"Sampai kapan kau akan mengikutiku?" Ba Da akhirnya menatap Min Hyun dengan intens. Sekali lagi pria itu terdiam dan kehilangan wibawanya sebagai seorang Presdir yang ditakuti bawahannya. Tanpa sadar dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal, membuat Ba Da menyadari Min Hyun mungkin tak tahu alasan kenapa dia mengikuti Ba Da siang itu. "Pulanglah, operasi ini mungkin akan waktu lam-"

"Sedang apa kau di sini?" Suara berat dan tegas itu memotong kalimat Ba Da. Min Hyun berbalik dan mendapati Yoong Hwa berdiri rapi dengan setelan operasinya yang membuat karisma pria itu semakin terpancar.

Dia cukup tampan juga dengan pakaian itu, batin Min Hyun sembari matanya meneliti tiap jengkal tubuh pria di hadapannya.

"Dokter Hwang, aku akan membantumu mengoperasi wanita itu." Ba Da berusaha profesional dan menunjukkan kesopanannya pada Yoong Hwa, selaku dokter seniornya di rumah sakit ini.

"Tidak boleh!" tegas Yoong Hwa sekali lagi, matanya tampak berkilat di balik masker dan juga kacamata khusus itu.

"Kenapa?" Suara gadis itu meninggi seketika.

Yoong Hwa menghela napas, matanya sesaat bertemu pandang dengan Min Hyun saat ia berlalu di hadapan pria itu. Tangannya terulur ke kedua pundak Ba Da, ia mendekatkan wajahnya dan membisikkan sesuatu yang membuat Min Hyun bertanya-tanya, karena saat itu juga mata Ba Da membulat sempurna dan raut wajahnya berubah lesu. Yoong Hwa menepuk pundak Ba Da, kemudian berlalu menuju ruang operasi, meninggalkan Ba Da dan Min Hyun yang mematung di tempat.

"Kumohon, selamatkan mereka." Ba Da berujar dan keduanya berbalik menatap satu sama lain.

"Pasti," balas Yoong Hwa diiringi dengan senyum lembut di balik maskernya itu.

Ba Da akhirnya menyerah dan memilih duduk di salah satu kursi di depan ruangan itu, Min Hyun juga duduk memberi jarak satu kursi di antara mereka, tanpa sedikit pun bersuara. Lorong itu begitu hening, hanya tersisa lampu merah dan suara detik dari jam analog di dinding. Kedua orang itu duduk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Terdengar derap langkah beberapa orang mendekati, ternyata seorang pria pertengahan tiga puluhan dan seorang bocah laki-laki yang mungkin berumur tujuh atau delapan tahun berjalan ke arah mereka. Terlihat jelas wajah gugup di keduanya, juga ada bekas air mata di wajah pria itu.

Ba Da melirik sesaat dan menyapa pria itu dengan ramah. "Apa Anda wali pasien?"

Pria itu mengangguk, dia agak sedikit terlambat karena berada di kantor dan untung saja sudah mengkonfirmasi persetujuan operasi itu tepat waktu lewat telepon. Ba Da menunjukkan senyum manisnya dan mengajak pria beserta bocah laki-laki itu untuk duduk menunggu operasi selesai. Di sana hanya ada empat kursi akhirnya jarak yang diberi oleh Min Hyun itu diisi oleh Ba Da. Keempatnya kini duduk dalam diam, menatap jarum jam yang terus berputar tanpa henti, menunggu kepastian hidup seseorang.

Sekali lagi Ba Da menunjukkan kegugupannya, ia menunduk dan dengan jari lentiknya menarik-narik ujung bajunya. Min Hyun sekali lagi memperhatikan kebiasaan Ba Da itu yang entah kenapa membuatnya merasa ingin menyentuh jemari itu lagi, tapi tangan kecil sudah lebih dulu memposisikan dirinya di atas punggung tangan Ba Da.

Gadis itu terkesiap dan memandangi bocah laki-laki itu dengan hangat, ia mengusap rambut mangkok bocah itu dengan sayang.

"Tunggu sebentar lagi, ya. Ibu akan keluar sebentar lagi bersama adik," ucap Ba Da selembut mungkin.

Pria yang ada di samping bocah itu tak kuasa menahan buliran yang kembali mampir di pipinya. Min Hyun yang hanya diam memerhatikan, lambat laun terbawa suasana dan matanya juga ikut berkaca-kaca. Namun, dalam suasana hening itu, muncul suara dari pintu ruang operasi, seorang perawat terlihat tergesa-gesa dengan ponsel di tangannya. Ba Da yang menyaksikan itu langsung bangkit dari tempat duduknya.

"Ada apa?" tanya Ba Da dengan raut wajah sedikit panik.

~oOo~

Ketegangan masih terasa di dalam ruangan dingin yang nyatanya tak bisa menghilangkan peluh di pelipis Yoong Hwa, dia sedang berperang dengan waktu. Sedang di depan ruang operasi, Ba Da, Min Hyun, si perawat dan keluarga pasien tampak kalut.

"Saya sedang mencoba menghubungi Bank Darah, kita memerlukan dua kantung darah utuh tambahan, tapi persediaan rumah sakit tidak cukup lagi untuk golongan darah AB. Anak pasien terlalu kecil untuk melakukan tranfusi darah, suami pasien memiliki golongan darah berbeda, kita tidak bisa mengambil dari mereka," jelas perawat itu sembari melihat catatan kecil dari dokter yang bertugas di dalam.

"Apa tidak bisa menghubungi pendonor dari masyarakat? Biasanya mereka akan mendapat pesan, jika stok darah habis dan ada pasien yang memerlukan. Jika ada maka aku akan menjemputnya sekarang," ucap Min Hyun, entah karena apa dirinya sangat ingin berpartisipasi dalam keadaan darurat ini.

"Baiklah, biar aku yang membantunya menghubungi Bank Darah, kalian di dalam masih bisa bertahan sebentar, kan?" tanya Ba Da sembari menatap wajah perawat itu penuh harap.

"Iya, kami akan mengusahakannya juga. Terima kasih, Dokter Kwon." Perawat itu segera masuk ke ruang operasi untuk memberi informasi. Ba Da yang mengambil inisiatif, langsung memberi isyarat pada Min Hyun agar bersiap.

"D-dokter, ada apa dengan istri saya?" Suami pasien mendekat dengan wajah pucat pasi, tapi Ba Da mencoba menjelaskan setenang mungkin. Bahkan wajahnya tak sedetik pun lepas dari senyuman hangat.

Setelah beberapa saat mereka berjalan, sebuah panggilan masuk dari pihak admin Bank Darah mengabarkan bahwa mereka bisa menjemput pendonor di rumahnya sekarang. Waktu genting itu tak membuat Min Hyun kehilangan fokusnya pada Ba Da, gadis itu tampak bersinar ketika cahaya matahari menyentuh kulit putihnya. Min Hyun terus menatap wajah gadis itu sampai kini Ba Da duduk di kursi penumpangnya.

"Eum? Ibumu tidak kau antar pulang?" tanya Ba Da sembari tangannya memasang sabuk pengaman.

"Ah ... Uh ... Ibu pulang naik taksi." Min Hyun gelagapan menutupi kenyataan bahwa dirinya sedang memandangi lekuk sisi kiri wajah Ba Da.

"Hm ... baiklah. Terima kasih karena sudah khawatir tentang keadaan pasien. Aku mengandalkanmu, sekarang kita harus bergegas menjemputnya. Berkendaralah dengan bijak."

Ba Da memberikan senyum manisnya, hingga gigi putih berderet itu muncul. Min Hyun juga balas tersenyum dan mulai menjalankan mobilnya membelah lautan kemacetan Kota Seoul. Syukurnya, kedua pendonor ini tidak tinggal terlalu jauh dari rumah sakit. Ba Da bernapas lega ketika dua orang itu memasuki ruang khusus untuk pendonor, sembari menunggu proses transfusi darah itu selesai, Min Hyun mengambil inisiatif untuk membelikan minuman untuk mereka dan meninggalkan Ba Da yang masih sibuk dengan isi pikirannya.

~oOo~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top