Chapter 11 : Coba Abaikan Aku
Tepat lima hari setelah kepulangan Min Hyun dari rumah sakit, ia pun memulai projek dengan tim perencanaannya mengenai produk baru dan bentuk iklan yang akan mengikutsertakan Ba Da nantinya. Pria itu mulai menyibukkan diri dengan rencana dan juga kerangka-kerangka kecil sebelum akhirnya akan dibawa ke rapat yang lebih besar bersama Ba Da dan beberapa karyawan lain.
"Siapa yang akan membintangi iklan produk ini, Presdir?" Sekretaris Moon membuka beberapa formulir dengan wajah para calon model iklan.
"Bagaimana jika aku saja yang menjadi modelnya?" Suara itu terdengar elegan. Min Hyun yang sibuk dengan papan tulisnya pun terdiam dan berbalik, lalu ia hanya menatap gemas wanita di hadapannya itu.
"Ibu? Kenapa tidak bilang akan datang ke kantor?" Min Hyun mendekati Nyonya Park dan memeluknya.
"Kau sendiri kenapa tidak bilang sudah keluar rumah sakit secepat itu? Lalu, sekarang sudah masuk kerja. Sekretaris Moon kenapa kau tidak melaporkannya padaku dan menahan dia? Bukankah istirahatnya terlalu singkat?" Nyonya Park terdengar kesal sekaligus khawatir, guratan di ujung matanya sampai terlihat.
"Ibu pasti sangat sibuk di galeri, aku tidak ingin mengganggumu. Ibu, sudah makan? Ayo, makan siang denganku." Min Hyun menarik wanita itu dan bergegas membawanya keluar dari ruangan. Pria ini baru saja menyelamatkan Sekretaris Moon yang hampir menjadi bulan-bulanan ibunya.
"Ya Tuhan, apa yang sudah kulakukan di masa lalu, sampai-sampai aku harus selalu dimarahi seperti ini?" gumam Sekretaris Moon yang malang.
~oOo~
Sementara itu, Ba Da masih sibuk dengan jahitannya di dalam ruang operasi. Ini sudah operasi ketiganya, padahal hari masih belum gelap, tapi dia dengan telaten menangani operasi darurat tiga pasien itu dalam rentang waktu cukup singkat tiap pasiennya.
"Selesai. Kalian bisa membereskan sisanya, kan?" Ba Da bertanya pada para perawat.
"Tentu saja. Terima kasih Dokter atas kerja kerasnya hari ini. Istirahatlah," sahut salah seorang perawat dan menggantikan posisinya.
Ba Da hanya balas tersenyum dan melepaskan jubah operasinya dengan cepat. Sejujurnya dia sudah lapar sejak sejam yang lalu, tapi dia berusaha menahannya. Dia menghela napas dan merentangkan tangannya untuk melemaskan otot-otot itu.
"Berhenti melakukan itu, tulang belakangmu akan cepat keropos nantinya."
Cih, pria ini lagi, batin Ba Da kesal.
"Kali ini kumohon, jangan abaikan aku. Aku mungkin akan melakukan hal berbahaya jika kau mengabaikan aku sekali lagi," ujarnya sembari memblokir langkah gadis itu.
"Apa yang akan kau lakukan?" Ba Da melipat tangannya di dada.
"Aku baru saja menghubungi kedua orang tuamu dan mereka sekarang menuju restoran yang sudah kupesan." Pria itu menggaruk dahinya berusaha terlihat polos di depan Ba Da, tapi gagal.
"KAU SUDAH GILA?!" Ba Da menatap tajam pria yang sedang tersenyum menang di hadapannya itu. Saat itu juga sebuah panggilan masuk di ponsel Ba Da dan kata 'Ibu' tertulis jelas di layarnya. Ba Da memutar bola mata dan mendengkus kesal.
Ba Da berbalik dan mengangkat panggilan, terdengar sapaan hangat di sana. Mata gadis itu terpejam dan mendengarkan semua penjelasan ibunya tentang perjamuan siang itu. Sesekali dia melihat pria tadi dari ekor matanya, air muka orang itu menunjukkan rasa puas dan senang. "Baiklah, aku tutup," ucap Ba Da mengakhiri panggilan antar keduanya.
Gadis itu menatap pongah pria yang sedang menyunggingkan senyum termanis padanya dan Ba Da mulai berlalu meninggalkannya.
"Jadi, apa kau setuju jika kita bicara?"
"Selesaikanlah pertemuan dengan ibu dan ayah sendirian, aku tidak ingin bertemu mereka dengan perasaan kesal," ucap Ba Da sembari memainkan ponselnya, berusaha sebisa mungkin tidak bertukar pandang dengan orang itu.
"Apa kau yakin akan tetap marah jika aku menjelaskan semuanya?" Pria itu menatap sendu.
"Berhenti membahas yang sudah berlalu, Hwang Yoong Hwa!" Gadis ini sekali lagi ingin beranjak pergi, tapi Yoong Hwa kembali menahan lengan Ba Da.
"Kumohon, sekali saja dengarkan ...." Suara pria itu tercekat.
"Pertama, jauhkan tanganmu dariku." Ba Da menunjuk lengannya dengan sorot mata tajam. Yoong Hwa pun menarik tangannya dan memasukkannya ke dalam saku jas putihnya.
Ba Da melipat kedua tangannya di dada dan akhirnya menatap tepat ke bola mata pria itu. "Kedua, aku sebenarnya sudah tidak peduli dengan penjelasanmu dan jujur ... bertemu denganmu hanya membuatku kesal. Jadi, cepat selesaikan semua kekacauan yang kau buat ini. Jangan sampai itu melukai orang tuaku lagi." Ba Da berbalik tapi sebuah pertanyaan mencuat dari mulut Yoong Hwa.
"Kau benar-benar berpacaran dengan pasien itu?"
Ba Da diam sejenak, berusaha mengatur napasnya yang tercekat. "Ten ... tu, kau pikir kau sehebat itu? Sampai membuatku mengakui pasien sebagai kekasih hanya untuk membohongimu? Kau sedang membuat novel?" Dia tertawa hambar dan cepat-cepat memalingkan wajahnya agar pria itu tidak menyadari rasa gugupnya.
"Kalau begitu, ajak kekasih barumu untuk makan siang bersama kita." Yoong Hwa memajukan wajahnya dan berbisik di balik tengkuk Ba Da, lalu tersenyum.
Pernyataan itu membuat Ba Da bergidik ngeri, kakinya terasa lemas tapi ia berusaha untuk menahan wajah angkuhnya, ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan pria itu. "Baiklah." Dia membalas sengit dan kembali berhadapan dengan Yoong Hwa.
"Mari bertemu lagi lima belas menit di lobi, sebaiknya kau bersiap." Yoong Hwa kini balas berbalik, melangkah pergi membawa bahunya yang lebar itu.
Ba Da mematung di tempat terakhir ia berdiri. Sesaat dia kehilangan kontrol dan mempertanyakan fungsi otaknya, kini gadis itu menyesali tantangan yang baru saja ia terima.
"Bagaimana aku mengajak si Park Min Hyun itu? Dia saja tidak menghubungiku sejak kemarin, aku tidak punya kontaknya." Ba Da menggigit jarinya, menarik-narik ujung seragam operasinya. Sampai akhirnya dia bergegas menuju bangsal VIP, untuk menanyakan rekam medis perihal pria yang harus dia bawa siang itu.
~oOo~
Gadis berkuncir kuda ini berdiri di depan meja resepsionis, ada perawat dan juga staf yang sedang sibuk dengan berkas-berkas pasien. "Dokter Kwon, ada apa? Ada yang bisa dibantu?" Salah satu perawat yang terlihat lebih muda darinya menyapa.
"Perawat Kim?" Ba Da berujar semringah dan menarik lengan pemuda itu menjauh dari resepsionis.
"Ada apa?" tanyanya ragu.
"Aku ingin minta tolong, apa kau bisa membantuku untuk mengakses nomor telepon seorang pasien? Dia ada janji temu denganku, tapi dia belum menghubungi. Jadi, aku agak khawatir." Ba Da mendelik dan menatapnya penuh harap.
"Bukannya kau tinggal menunggu dia menelepon saja? Itu hanya konsultasi biasa, kan?"
"Hm ... tetap saja, aku cukup khawatir karena lukanya bisa saja terbuka sewaktu-waktu. Jadi, kupikir aku harus meneleponnya lebih dulu." Wajah Ba Da terlihat seolah sedang sedih. Mata pria itu menyipit dan ada senyum jahil mengembang di wajahnya, Ba Da menatapnya dengan ekspresi bingung yang menjadi-jadi.
"Kenapa kau tersenyum seperti itu?"
"Kami sudah dengar rumornya," bisik Perawat Kim.
"Rumor apa?" Mata Ba Da membulat sempurna.
"Mereka bilang, kau menyukai Pasien VIP 06, ya? Benar-benar suka? Sampai kau ingin minta nomor ponselnya sekarang? Kenapa tidak minta waktu dia masih dirawat di sini kemarin?" Perawat Kim tertawa lebar, dia bahkan menahan perutnya.
Pertanyaan bertubi-tubi itu menghantam jantung Ba Da dan membuatnya hampir mengalami serangan di organ itu. Intinya bukan karena terkejut, tapi karena dia geram dengan orang-orang yang suka menyebarkan desas-desus tidak berguna tentang dirinya. Ba Da juga tak habis pikir bagaimana orang-orang itu tahu tentang dirinya, padahal dia tidak membicarakan ini pada siapa pun bahkan So Woon dan Kwang Gi.
"Katakan siapa yang menyebarkan rumor itu?" Ba Da dengan spontan mencengkeram kerah Perawat Kim.
"M-maafkan aku, Dokter. Tolong, lepaskan," rengek pemuda itu, sambil tangannya menahan lengan Ba Da yang semakin kuat mendorong sampai bahunya menyentuh dinding.
"Katakan!" Suara gadis itu parau karena menahan amarah.
"Lepaskan dulu, nanti aku akan katakan siapa orangnya. Orang-orang melihat kita sekarang, kau mau mendapat rumor palsu lagi? Kumohon lepaskan ...." Pemuda itu terus merengek dan Ba Da menghela napas sembari menarik lengannya dari pria itu.
Dia menatap sekitar, keadaan masih lengang dan tempat itu tidak terlihat sama sekali dari resepsionis. Tapi Ba Da mencoba bersabar agar perkara ini dapat diselesaikan secepat mungkin. "Katakan, aku tidak punya banyak waktu," ucap Ba Da lagi.
"Perawat Nam mengirimkan itu di grup khusus perawat RS Hansung. Dia bilang Dokter Hwang menanyakan tentang hubunganmu dengan pasien itu padanya. Kau tahu sendiri, kan, Perawat Nam salah satu gadis yang menyukai Dokter Hwang secara terang-terangan dan juga ketua pembenci ... dari Dokter Kwon." Perawat Kim menahan kata-katanya di akhir.
Ba Da menarik napas dan menutup matanya, ia sedang mencoba meredakan amarahnya yang sudah sampai di puncak kepalanya. "Dengar! Apa pun yang dikatakan Perawat Nam yang berkaitan denganku di dalam grup itu, sampaikan semuanya padaku," sahut Ba Da masih dengan mata tertutup.
"Tapi ...."
"Tanpa terkecuali!" Ba Da membuat penekanan di setiap kata yang ia pilih dan pemuda itu hanya bisa mengangguk pasrah.
"Kalau kau sudah tahu, cepat berikan aku nomor Pasien VIP 06," titah Ba Da.
"Maaf, bukan maksudku mengecewakanmu, tapi sekretarisnya tidak mau mengisi data pribadi pasien karena ini bukan rumah sakit yang biasa ia gunakan. Mereka bahkan mendaftarkan Tuan Park sebagai pasien VIP umum dan membayar semuanya tanpa diskon member VIP seharusnya. Jadi, rasanya sulit untuk meminta datanya karena mereka ingin semua dirahasiakan kepada pihak luar dan dokternya sendiri. Orang penting sepertinya ... kalau ketahuan sedang sakit akan berpengaruh pada citranya."
Pemuda itu memalingkan badan menatap jendela besar di samping mereka, menghayati tiap kalimat yang ia utarakan dengan maksud supaya terdengar jelas dan keren oleh Ba Da.
"Woah! Penjelasan yang sangat detail sekali, kau sedang menghafal dialog drama?" tanya Ba Da terdengar takjub. Jadi, dia bukan anggota VIP rumah sakit ini? Dia hanya sekadar kenal dengan direkturnya saja? Ba Da meletakkan telapak tangannya di dahi sembari membatin.
"Ah, sebenarnya alasan orang itu hanya spekulasiku saja. Drama medis memang memberi kesan yang kuat dan pelajaran yang berharga dan aku ...." Perawat Kim berpaling dan Ba Da sudah tidak ada di sekitarnya.
Pemuda itu berdecak kesal. "Dasar gadis itu, apa tidak bisa menghargai kata-kata orang?"
Ba Da bergegas kembali ke ruang dokter di lantai satu, perlu waktu lima belas menit baginya untuk sampai dan mengganti pakaiannya di sana. Gadis itu menatap cermin kecil di lokernya yang berwarna biru laut itu, menimbang-nimbang apakah akan memakai riasan atau hanya tampil seadanya. Ba Da memutuskan untuk memoles liptint tipis-tipis.
"Aku ingin kelihatan baik di hadapan orang tuaku, bukan untuk pria itu," ucapnya terdengar seperti mengelak.
~oOo~
Sementara itu, seorang pria berjas kini sedang antusias dengan menggandeng wanita setengah baya di lengan kanannya, yang digandeng juga sekali-kali tersenyum saat bicara dengan pria di sampingnya. Sebuah kebahagiaan tersendiri bagi seorang ibu bisa melihat anaknya menjadi pemimpin yang begitu berkarisma.
"Ngomong-ngomong, kita akan makan siang di mana?" wanita itu berujar ketika mereka sudah sama-sama duduk di dalam mobil BMW hitam milik pria itu.
"Aku akan membawa Ibu ke restoran yang baru-baru ini masuk dalam daftar favoritku," ucapnya menampilkan senyuman paling menawan miliknya.
"Hm ... benarkah? Ibu tidak sabar mencicipi menu yang ada di sana, kalau Min Hyun yang mengatakannya enak, pasti itu sangat lezat." Nyonya Park terkekeh kecil, begitu pun Min Hyun.
Masih dengan senyuman, dia memastikan keduanya memakai sabuk pengaman dengan sempurna. Min Hyun menyalakan mesin dan mulai mengendarai mobil itu dengan santai menembus jalanan Seoul yang cukup lengang.
~oOo~
Gadis dengan rambut berwarna cokelat hazelnut itu berjalan melewati para pasien. Ia terus menyunggingkan senyumannya, beberapa pasien pria juga tampak terpesona melihat rambutnya yang tergerai disinari oleh cahaya matahari yang sangat terang siang itu. Dia menarik lengan sweater kebesaran itu dan mengambil ikat rambut yang tergulung di lengannya.
"Berhenti!" Suara berat yang ia hindari itu muncul entah dari mana.
"Kenapa lagi?" tanyanya sembari memutar bola mata.
"Jangan ikat rambutmu, kau cantik saat membiarkannya tergerai." Pria di hadapannya itu tersenyum.
Ba Da menatap pria itu pongah dan melanjutkan aktivitasnya untuk mengikat rambut, tanpa peduli dengan opini pria itu terhadapnya. Gadis itu menarik totebag hitamnya dan berjalan mendahului seolah sudah tahu akan pergi ke mana.
"Kau tahu kita akan ke mana?" Pria dengan kemeja bergaris biru tua itu tersengal karena harus setengah berlari mengejarnya.
"Tentu, Ibu bilang restoran biasa, berarti yang ada di depan rumah sakit, kan?" Ba Da terus berjalan sampai ia berhenti tepat di depan zebra cross. Gadis itu menunggu lampu jalan berubah warna hijau, sedang pria di sebelahnya tersenyum dengan bangga.
"Kau masih ingat tempat kita biasa bertemu dengan orang tuamu?"
"Hey, aku ini cuma pergi ke Afrika beberapa bulan, bukannya amnesia. Lagi pula tempat itu tidak se-spesial yang kau pikirkan. Bagiku, itu hanya tempat makan yang biasa saja." Gadis itu memutar bola mata dan bergegas melangkah saat lampu jalan mengizinkan mereka menyeberang.
Yoong Hwa hanya mengembuskan napas, ia sangat yakin gadis itu hanya kesal dan tidak benar-benar benci padanya. Dalam hati pria ini, melihat dari dekat dan bicara dengan gadis dengan celana jeans robek itu, cukup membuat hatinya damai. Setidaknya, kali ini dia mengacuhkan Yoong Hwa, tidak seperti beberapa hari yang lalu. Kepercayaan dirinya untuk memperbaiki keadaan kini semakin tumbuh dan itu menciptakan senyuman indah di wajah tampannya.
Ba Da kini memasuki restoran bergaya Italia itu, seorang pelayan yang berjaga di depan pintu tersenyum dan menyapa mereka dengan ramah. "Sudah lama tidak melihat kalian kemari bersama-sama, selamat datang," sapanya.
Hanya saja, gadis yang disapa cuma bisa tersenyum hambar, berbanding terbalik dengan Yoong Hwa yang semringah. Mereka memang sudah menjadi langganan di tempat ini sejak kedua orang itu sama-sama bekerja di RS Hansung. Restoran ini juga yang menjadi saksi saat Yoong Hwa menyatakan cinta dan melamarnya. Kenangan itu tiba-tiba menyeruak di kepala Ba Da, tapi langsung saja ia menggeleng untuk menepisnya.
"Euh? Ada apa?" Yoong Hwa menyentuh pundak Ba Da pelan, tapi gadis ini segera menepisnya.
Ba Da berjalan pelan mencari orang tuanya yang mungkin sudah menunggu. Yoong Hwa sekali lagi hanya bisa mengembuskan napas, karena gadis ini tidak sedikit pun mau menatapnya sejak tadi. Gadis itu mendapati punggung wanita dan pria yang tampak akrab dan mendekati mereka.
"Ibu? Ayah? Sudah lama?" Gadis itu menarik kursi tepat di hadapan kedua orang tuanya yang sedang menunggu.
"Oh, kalian sudah datang?" Keduanya sama-sama berujar ragu dan terdengar getaran kecil di sana, seolah mereka menahan rasa gugup.
"Apa kabar, Ayah? Bu?" Yoong Hwa membungkuk sopan dan tersenyum.
"Kami baik-baik saja, kau sendiri?" Ibu Ba Da menatap pria itu hangat.
Yoong Hwa dengan wajah tampannya terkekeh. "Aku juga sangat baik."
Tak berapa lama, suasana menjadi hening. Mereka berempat sama-sama meneguk air putih yang ada di gelas masing-masing, kecanggungan yang sudah bisa dibayangkan oleh Ba Da selama perjalanannya dari rumah sakit tadi. Namun, tiba-tiba Yoong Hwa berdeham, mencoba mencairkan suasana.
"Bu, kudengar Ba Da punya kekasih baru," ucap pria itu tanpa ragu.
Seketika mata ibu dan ayah Ba Da membelalak menatap putri mereka yang juga sedang menatap pria itu dengan tatapan ingin membunuhnya.
"Eum, aku rasa kita harus mulai memesan makanan. Ayah pasti sudah lapar, kan?" elak Ba Da, berusaha mengalihkan topik.
"Ah, iya ... Betul! Pesan makanan yang kalian sukai. Kali ini biar Ayah yang membayarnya," jawab pria pertengahan enam puluh tahunan itu, dia menyadari topik itu tidak terlalu berguna untuk dibahas sekarang.
Ba Da berusaha mengganti pembahasan dan ingin mengangkat tangannya, tapi aksinya dihalau oleh Yoong Hwa yang tampak serius sekarang. "Bukankah kekasihmu akan bergabung? Sebaiknya kita tunggu dia sampai datang, bukankah tidak sopan makan duluan?"
Mendengar pertanyaan itu, Ba Da menyatukan tangan dan menggenggamnya erat. Sesekali ia mengginggit bibir bawahnya untuk menghapus semua kekhawatiran. Dia benar-benar terpojok akibat Yoong Hwa yang entah kenapa memunculkan sifat yang paling ia hindari bahkan saat mereka masih menjalin hubungan.
Intuisi, pria itu seolah punya indra ke enam yang sangat tajam, bukan indigo. Namun, lebih ke logikanya yang tidak bisa menerima dengan mentah-mentah informasi yang belum pasti kebenarannya. Dia tipe orang yang harus membuktikan setiap perkataannya dan ini juga salah satu hal yang membuat Ba Da jatuh cinta padanya, dulu.
"Ba Da, coba temani ibu ke toilet karena sudah lama tidak ke sini ibu sampai lupa letaknya," ucap ibu Ba Da sembari menarik lengan gadis itu. Ibu Ba Da–Nyonya Kwon–memberi isyarat untuknya, ia ingin berbicara empat mata. Ba Da berdiri dan membawa ibunya ke toilet. Sesampainya di tempat itu, Ba Da menghela napas panjang, karena dia benar-benar frustrasi.
"Aku benar-benar bisa gila jika ditekan seperti ini terus," ujarnya sembari berjongkok di hadapan ibunya.
"Kenapa tiba-tiba kita melakukan pertemuan ini? Jika akhirnya kau terpojokkan seperti itu. Lalu, ada apa lagi dengan informasi tentang kekasih baru? Kau benar mempunyainya?" Wanita itu memijit pelipisnya yang sudah berkerut, dia tidak bisa berpikir jernih karena mendapati kejutan yang banyak siang itu.
"Aku pikir Ibu dan Ayah memang ingin bertemu dengannya," ucap Ba Da tak kalah terkejut.
"Dia bilang kau yang ingin pertemuan ini terjadi, akhirnya Ibu dan Ayah hanya menyetujuinya saja. Ternyata kenyataanya ini benar-benar membuat sesak." Nyonya Kwon bersandar pada dinding untuk menopang tubuh rentanya.
"Si Berengsek itu, kita baru saja ditipu. Dia hanya ingin tahu hubunganku dengan Park Min Hyun." Ba Da menggeram dan mengacak rambut terurainya pelan, dia menyenderkan dahinya pada kaca besar di hadapannya dan menutup mata.
"Jadi benar kau punya kekasih baru?" Nyonya Kwon menarik bahu Ba Da hingga gadis itu berhadapan dengannya.
"Soal itu ...." Ba Da mulai menceritakan awal mula kisah pertemuan mereka yang membuat ibunya hanya bisa menggelengkan kepala, ingin marah tapi dia tidak bisa apa-apa.
"Secepat itu? Kalian bertemu bukan karena kau mabuk dan menghancurkan pekerjaannya, bukan? Atau kau sudah membuat kontrak eklusif untuk menjadi budaknya di perusahaan?" celetuk ibunya, tepat sasaran.
Kenapa Ibu bisa peka sekali? Pikiran Ba Da menggelayut, tapi dia tetap tersenyum dan menggeleng pelan. "Ibu terlalu sering menonton drama murahan," ucap Ba Da sembari memintanya kembali ke meja mereka.
"Baiklah, kalau begitu cepat hubungi kekasihmu itu. Ibu hanya ingin makan siang dengan tenang, jangan buat ibu mengalami gangguan pencernaan." Wanita itu pun keluar dari toilet dan Ba Da hanya bisa mengekorinya.
Sepanjang jalan menuju tempat duduk, gadis itu tidak berhenti menggigit kukunya. Dia memang menceritakan segalanya, tapi juga menyembunyikan kisah paling penting dari ibunya. Yaitu kesepakatan konyol di antara kedua manusia itu dan kini dia benar-benar terjebak dalam kebohongannya sendiri.
Hanya saja, entah kebetulan atau takdir. Seorang pria dengan setelan jas mahalnya terlihat memasuki restoran dengan menggandeng tangan wanita glamor dan juga anggun. Semua gadis yang ada di dalam ruangan kini tak bisa melepaskan pandangan mereka pada pria itu. Selain tampan, proporsi badannya yang tegap dan bahu bidangnya itu membuat semua orang kagum.
Ba Da yang masih terkejut dengan apa yang dilihatnya sekarang, berusaha menampar dirinya. Dia menatap kedua orang tuanya dan Yoong Hwa di kejauhan, mata yang awalnya kuyu itu kini tampak berbinar.
"SAYANGKU, PARK MIN HYUN!" teriak gadis itu, tangannya terangkat di udara dan wajahnya tampak semringah, dalam hatinya dia sungguh bersyukur.
Teriakan spontan itu tiba-tiba menimbulkan atmosfir yang sangat memalukan bagi keduanya. Setiap pasang mata langsung tertuju pada Ba Da. Seketika juga waktu membeku menampilkan wajah terkejut semua orang, orang tua Ba Da dan Yoong Hwa, Nyonya Park, dan paling utama Park Min Hyun. Cerita hari ini akan menjadi babak baru di drama keduanya.
~oOo~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top