Chapter 07 : Kebohongan yang Berlebihan
Ba Da termenung dan bersandar pada pintu ruang VIP, sesekali jemari lentiknya memijit keningnya yang berkedut. Gadis ini mendengkus dan kadang menggeram, beberapa perawat yang lalu lalang hanya bisa menatapnya bingung.
"Ah, benar! Aku datang ke sini untuk menanyakan dia sudah buang angin atau tidak. Aku sampai lupa gara-gara bicara panjang lebar dengan pria itu." Ba Da memejamkan mata, tangannya hendak menarik gagang pintu itu lagi. Kemudian ia menggeleng. "Tidak, ini hanya akan memperpanjang diskusi aneh tadi saja."
Ba Da teringat percakapannya dengan Direktur Rumah Sakit Hansung beberapa menit yang lalu, penyesalan itu mulai muncul bertubi-tubi sejak kalimat pertama diucapkan oleh Direktur Hwang.
"Kudengar kau mengoperasi di waktu skorsingmu, benar?" Ba Da mengangguk pelan, dia tidak bisa benar-benar menatap pria itu.
"Kau sudah kuperingatkan sejak tiga bulan lalu, bukan? Ah, bukan hanya tiga bulan, tapi dua tahun. Menjadi asisten dokter saja kau perlu persetujuanku dan kini kau memimpin operasi seorang pasien VIP?"
"Saya benar-benar tidak mengetahui latar belakang pasien, lagipula saya bukan orang yang membeda-bedakan pasien dengan status sosial. Staf administrasi baru memberitahu saya saat pasien selesai di operasi, ditambah lagi kemarin malam semua dokter bedah tidak berada di tempat. Ini darurat, dia bisa saja mengalami kebocoran usus atau semacamnya-"
"Bukankah kita memiliki dokter bedah di RS cabang lain? Kau sudah memanggil Dokter Yang di Rumah Sakit Universitas Hankuk?Jangan berkilah ini kesalahan staf, ini kesadaranmu sebagai seorang dokter yang masih dalam masa percobaan. Kau harusnya lebih bersikap profesional dan tidak membahayakan nyawa pasien seperti itu?" Direktur Hwang menautkan jari-jarinya dan menatap Ba Da yang kini sibuk menarik ujung bajunya.
"Saya minta maaf, Direktur. Ini terakhir kalinya saya melewati batas, masa percobaan saya akan berakhir sebentar lagi, pasien pun tidak mengalami hal-hal fatal. Saya harap kali ini Anda bisa memaafkan saya dan memaklumi ini sebagai rasa tanggung jawab sebagai seorang dokter saat dihadapkan dengan pasien darurat." Ba Da mencoba memancarkan tatapan penuh harap, tapi Direktur Hwang segera mengalihkan pandangan.
"Aku akan memaafkanmu, tapi dengan satu syarat ... mulai saat ini hingga masa percobaanmu berakhir, kau harus mengurus pasien VIP itu sampai dia diperbolehkan ke luar rumah sakit. Selama itu pula, operasi hanya menjadi pilihan keduamu. Tidak ada bantahan, kalau tidak maka masa percobaanmu bertambah." Direktur Hwang berdiri dari kursinya dan berusaha untuk menghentikan percakapan.
Ba Da hanya bisa pasrah dan memilih untuk pergi dari ruangan direktur. Dia berusaha tetap positif dan mungkin bisa menegosiasikan ini dengan pasien VIP yang dimaksud itu. Namun, perasaannya tidak menjadi baik bahkan setelah bertemu Min Hyun–si pasien VIP, dia menyadari kebodohannya hari itu bisa menjadi hal yang sangat merugikannya sekarang.
Gadis itu pun melangkah pergi. Sebelum benar-benar membubarkan diri, Ba Da sempat mampir ke resepsionis bangsal VIP dan berbincang sekilas dengan perawat dan staf. "Aku ingin mengecek menu makan malam pasien di VIP 06, apa dia memakan makanannya? Kudengar dia bahkan belum buang angin, apa kalian melihat sesuatu yang mencurigakan?"
"Seperti kata Anda, pasien VIP 06 tidak melaporkan tentang buang angin atau hal lainnya. Makan malam yang sudah diantarkan juga dikembalikan dengan isi yang masih utuh, wali pasien juga tidak mengatakan apa pun saat pergi."
"Okay! Kalau begitu, terima kasih. Kabari aku jika ada perkembangan lebih lanjut dari pasien itu untuk selama satu malam ini." Ba Da mengangguk dan beranjak pergi.
Para perawat pun mengangguk tanda mengerti dan kembali ke pekerjaan mereka masing-masing. Sedang, Ba Da yang sudah setengah jalan menuju elevator masih sibuk menekan dahi, seakan kepalanya hampir meledak akibat beban yang muncul tiba-tiba.
~oOo~
Seorang pria dengan jas putihnya berjalan dengan penuh karisma, seolah-olah lantai rumah sakit adalah karpet merah untuknya. Perawat serta staf tak bisa mengalihkan pandangan, sebuah kacamata terpasang di wajah tampan itu, menambah kesan cerdas dan wibawa. Sesekali bibirnya terangkat membentuk lengkungan yang mampu membuat para gadis memekik.
"Dokter Hwang Yoong Hwa, coba lihat kemari! Kami fans beratmu," ucap beberapa wali pasien yang kebanyakan wanita itu, mereka sibuk terpesona akan ketampanannya.
"Oh, iya? Selamat malam. Terima kasih, semoga lekas sembuh," sapanya lembut.
Senyumnya kembali merekah membuat semua orang bersorai heboh, dokter-dokter lain yang membututinya hanya bisa memasang wajah heran sekaligus iri. Setelah pria itu masuk ke dalam elevator, keramaian itu langsung bubar tanpa diminta.
"Oho! Dokter Hwang memang benar-benar dokter idola dan itu terbukti dengan banyaknya wali pasien yang rela bermalam setiap Dokter Hwang patroli malam untuk mengecek pasien," ucap salah satu dokter.
"Bukan apa-apa," balasnya ramah. Orang-orang di dalam elevator berdecak kesal, tapi Yoong Hwa hanya balas tersenyum.
"Jangan terlalu rendah hati seperti itu, membuat kami tampak jahat saja." Dokter di sebelahnya merangkul Yoong Hwa akrab.
"Oh, ya. Apa benar kau akan menjadi ketua departemen bedah toraks selanjutnya?"
Yoong Hwa berpikir sejenak dan berbicara dengan ragu, "Aku belum tahu pasti, Dokter Jung. Soalnya aku masih sibuk dengan disertasi dan juga beberapa operasi yang tertunda akibat penelitian mendadak itu,"
"Oh, benar juga. Bahkan pesta pertunanganmu dibatalkan, ya? Kapan rencananya akan diadakan lagi?" celetuk Dokter Jung.
"Aku belum tahu. Ba Da sangat sibuk, jadi kami belum sempat membicarakannya." Yoong Hwa menggigit bibir bawahnya sesaat, lalu tersenyum kecil.
"Pastinya akan diadakan secepatnya, kan?" Dokter Jung menimpali, disambut oleh dokter di sebelahnya dengan riuh.
Tidak seperti kedua rekannya, Yoong Hwa hanya bisa tersenyum hambar. Kejadian beberapa jam lalu masih terlalu segar di ingatannya. Setelah pesan singkat yang dikirimkannya ke para tamu undangan tiga bulan lalu, Yoong Hwa coba menelepon gadis itu. Namun, tak ada satu pun panggilan yang bisa tersambung pada si empunya.
Hal ini terus berlarut ke hari-hari selanjutnya, ia bahkan baru mengetahui Ba Da berada di Afrika setelah Kwang Gi tidak sengaja membocorkannya di rapat sebelum operasi salah satu pasien VIP mereka. Gadis itu benar-benar menghindarinya. Yoong Hwa sudah tak bisa berkutik, kemarahan Ba Da kali ini sudah melebihi batas waktu. Itu juga menjadi salah satu kekhawatirannya.
Saat elevator terbuka, seorang gadis berseragam merah muda tampak menunggu kedatangan mereka, dia tersenyum seketika matanya bertemu dengan milik Yoong Hwa, pria itu hanya mengangguk dan tersenyum kecil, sampai dia berpamitan dengan dokter-dokter lain untuk menuju ruangannya.
"Dokter Hwang, apa kabar?" sapa perawat itu di sampingnya.
"Sangat baik, Perawat Nam. Apa ada sesuatu yang menarik selama aku tidak ada di rumah sakit?" Wajah tampan itu tampak datar, langkah panjangnya membuat Perawat Nam kewalahan.
"Aku punya cerita unik tentang Dokter Kwon-"
Pria ini langsung diam di tempat saat mendengar nama gadis yang mengisi pikirannya selama ini disebut. "Ada apa dengannya?"
"Dia kembali mendapat masa percobaan untuk operasinya dan hanya boleh menjadi asisten dokter selama pembedahan, dia seolah kembali menjadi dokter residen." Perawat Nam sedikit tersenyum, dia berpikir hal ini agak lucu karena Ba Da dianggap tidak dapat dipercaya memegang lisensi sebagai dokter bedah.
"Aku tahu tentang itu, tapi aku yakin dia bisa melewatinya. Dokter Kwon dokter bedah yang hebat, dia hanya ...."
"Dokter Kwon juga diberitakan sedang berkencan dengan salah satu pasien VIP." Perawat Nam segera menyambar sebelum mendengar Yoong Hwa berusaha memuji Ba Da.
"A-apa? Tidak mungkin."
"Benar, aku sendiri yang melihat tatapan itu ... tatapan pria itu seolah seperti cinta, dia bahkan membuat Dokter Kwon sebagai dokter dan perawatnya selama dia di rumah sakit, bukan yang lain. Bagaimana menurutmu?" ucap Perawat Nam dengan sedikit tersipu, baru kali ini dia ditatap secara intens oleh Yoong Hwa. Namun, decakan dari pria itu membuatnya bergidik.
Yoong Hwa kembali melangkah dengan helaan napas yang cukup panjang, diikuti oleh Perawat Nam yang tampak puas.
~oOo~
Gadis berjas putih yang biasanya tampak semringah itu, kini tertunduk lesu. Dia terlihat sendirian di lobi rumah sakit, tangannya berada di saku jas. Kepalanya terus menatap lantai sembari kakinya melangkah masuk ke kafe rumah sakit.
"Mau pesan apa, Dokter Kwon?"
Ba Da akhirnya mengangkat kepala menatap gadis manis yang akan menerima pesanannya.
"Cokelat hangat?"
"Tidak ... Americano," tukas Ba Da.
"Eung? Biasanya kau tidak suka minum yang pahit-pahit."
"Min Joo, malam ini aku sudah merasakan hal yang lebih pahit. Americano sudah tidak ada apa-apanya." Ba Da berujar datar. "Seandainya ada Soju mungkin aku akan memesannya juga," lanjut Ba Da sembari berbisik. Min Joo yang melihat kenehan Ba Da hanya bisa menggeleng dan terkekeh pelan.
"Es?"
"Es!"
"Tunggu lima menit, ya?" Gadis itu berujar sembari memberi timer.
Ba Da memberika tanda 'Ok' dengan jarinya dan membawa badannya untuk berbaring di salah satu sofa. Dia menutup wajah dengan lengan kurusnya. Sekali lagi dia mengembuskan napas frustrasi sekaligus memijit bagian keningnya. Kejadian hari ini benar-benar kacau, sejak pagi sudah punya masalah dengan Pasien VIP 06, bertemu dengan pria yang paling ingin dia hindari selama tiga bulan ini, masa percobaan bertambah, lalu hutang dua ratus juta won. Semua masalah muncul seolah menguji dirinya untuk segera meledak.
"Perjuangan tiga bulan, runtuh dalam satu hari?" Dia mengembuskan napas panjang, aktivitas yang paling sering ia lakukan seharian ini.
"Oy! Noona! Apa yang kau lakukan? Kenapa berbaring di ruang publik seperti ini?"
Ba Da membuka mata dan menatap pria bertubuh semampai di depannya ini. Tangan satunya penuh dengan segelas kopi dan satunya ia letakkan di pinggang, wajahnya yang tampan tapi angkuh itu menjadi pesona tersendiri untuknya.
"Kwon Jae Min!" Ba Da berseru riang dan mengubah posisinya menjadi duduk.
"Ini kopimu, kenapa kau tiba-tiba minum Americano? Ada operasi besar dan darurat malam ini?"
Ba Da menggeleng, dia meraih gelas Americano itu dan meneguk hampir setengahnya dalam satu hentakan. Seakan-akan, kopi ini adalah air minum pertamanya sepanjang hari itu, tapi wajah manis gadis ini tidak bisa menyembunyikan ekspresi masam karena kekuatan kopinya. Jae Min menarik beberapa tisu dan memandang pongah pada Ba Da.
"Hei! Pelan-pelan, itu kopi bukan soju. Memalukan sekali, kau tidak lihat para pasien dan keluarganya memperhatikanmu dari tadi? Bahkan, timer di depanmu bergetar sejak lama. Tidak sadar?" Jae Min mengelap kopi yang meluber di sekitar bibir gadis itu.
Ba Da menggeleng. "Jae Min!"
"Kenapa?" Tangan pria itu masih sibuk mengelap wajah Ba Da. Walau dia terlihat angkuh tapi sebenarnya dia adalah pria yang sangat manis, apalagi jika berhadapan dengan kakak kandungnya ini.
"Kalau aku masuk penjara kau berjanji akan menjaga ibu dan ayah, kan?"
"APA?" Suara pria itu melengking.
"Ey, kabjagi!" Mereka melirik sekitar dan semua orang langsung berbisik sambil memperhatikan keduanya. Jae Min mendekatkan badannya pada Ba Da yang ada di hadapannya.
"Kau melakukan malpraktik? Apa keluarga pasien menuntutmu? Bodoh, makanya sudah kuperingatkan jangan bertindak sembarangan di masa percobaan," bisik Jae Min.
"Aku harap begitu. Alasan itu jauh lebih masuk akal, kan?" Ba Da berujar lirih sembari tangannya menopang dagu.
"Bukan, ya? Lalu apa? Apa alasannya?" Jae Min kini semakin khawatir.
Ba Da mulai membicarakan awal mula pertemuan aneh dengan pengusaha muda itu. Semua kesalahan yang ia lakukan tanpa sengaja ketika tidak sadar, sampai akhirnya bertemu lagi secara kebetulan di rumah sakit ini. Jae Min menggeleng dan ekspresi wajahnya kini tampak lelah.
"Makanya aku pernah bilang, jangan dekat-dekat dengan alkohol. Kau pasti merasa sangat hebat, kan? Sudah tahu tidak kuat minum, masih pamer minum delapan gelas champagne? Tapi mau bagaimana lagi, ini memang benar salahmu kau harus menghadapinya sendiri. Aku tidak ingin ikut campur, permisi."
"Apa? Jae Min, kau tega dengan kakakmu? Bagaimana bisa aku menghadapinya? Sendirian? Kau yakin membiarkan aku mengatasinya sendiri?"
"Benar. Aku tidak percaya kau bisa melakukannya. Biasanya juga selalu aku yang mengatasi masalahmu. Hanya saja kali ini, aku ingin kau jera. Aku sibuk. Jadi, jangan ganggu aku di tempat kerjaku."
Jae Min berlalu tanpa menggubris segala rengekan kakak perempuannya itu. Ba Da hanya bisa tertunduk dan memutuskan pergi dari kafe karena sudah sangat lelah dengan pikirannya. Di kepalanya sekarang, dia hanya ingin tenggelam atau paling tidak bisa memutar waktu. Tapi pilihan kedua sangat tidak mungkin dan pilihan satu terlalu berisiko, dia masih sayang pada nyawanya. Tempat terbaiknya sekarang adalah ruang istirahat.
~oOo~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top