Chapter 04 : Pelunasan Hutang

~oOo~

"Min Hyun! Syukurlah, kau akhirnya bangun, Nak." Nyonya Park tampak bergegas mendekati Min Hyun, begitu pun Sekretaris Moon dan Ba Da.

"Saya akan memeriksanya dulu." Ba Da menyentuh pundak Nyonya Park, sehingga ia bisa memeriksa dengan leluasa.

Ba Da menghidupkan senter kecilnya memeriksa retina Min Hyun melihat apakah dia sudah bereaksi dengan cahaya, jika iya maka dia telah sadar sempurna. Kemudian, gadis ini mematikan senter dan tersenyum.

"Coba Anda ikuti jari saya," pintanya lembut.

Telunjuk Ba Da kemudian berada di antara mata Min Hyun, ia menggerakkannya ke kanan dan ke kiri. Mata Min Hyun pun mengikuti gerakan telunjuk itu, menunjukkan bahwa pria ini sudah siuman. Namun, kemudian matanya membelalak, ketika pandangan Min Hyun yang awalnya kabur menjadi jelas. Dia tersentak dan mencoba bangun dari tempat tidurnya, tetapi ia tertahan karena luka bekas operasi di perutnya.

"Arggh ... huft." Suaranya tercekat dan mulutnya terbuka menahan perih. Matanya juga terpejam, tangan kananya perlahan menyentuh perut yang telah dililit perban. Nyonya Park juga ikut terkejut dan mencoba menahannya.

"Anda tidak boleh bergerak tiba-tiba seperti itu." Ba Da menyentuh bahu Min Hyun dan membantunya untuk berbaring. "Luka Anda mungkin akan berdarah lagi," lanjutnya.

Min Hyun perlahan berbaring. Ekspresinya masih menunjukkan bentuk keterkejutan paling langka, tapi ia berusaha untuk lebih tenang. Pria ini mengerjapkan mata dan pandangannya langsung tertuju pada Sekretaris Moon. Dia tampak lelah sekaligus meminta kepastian dari Sekretaris Moon dengan apa, lebih tepatnya siapa yang ada di hadapan mereka sekarang. Sekretaris Moon mengangguk–yakin dengan apa yang dimaksud Min Hyun tentang gadis ini, membuat Min Hyun menyeringai tipis.

"Bu, sebaiknya Ibu dan Sekretaris Moon menunggu di luar saja, biarkan dokter ini merawat lukaku. Ibu mungkin tidak tahan melihatnya nanti." Min Hyun mencoba untuk mengembalikan ekspresi biasanya.

"Tapi, Min Hyun ...."

"Ah, Anda mungkin tidak mengerti. Saya di sini hanya bertugas memeriksa keadaan Anda, untuk urusan luka nanti Perawat Nam akan membantu mengganti perban, tapi jika dirasa kurang nyaman kami akan panggilkan perawat pria." Ba Da menggenggam tangannya sopan dan tersenyum pada Nyonya Park.

"Eung? Kau yakin? Karena kurasa kita punya urusan selain mengobati luka di perutku ini." Min Hyun menyipitkan mata, dia sedikit meringis di akhir.

"Bicaralah yang sopan, Park Min Hyun. Dokter Kwon yang mengoperasimu, dia telah menyelamatkanmu," tegur Nyonya Park pelan.

"Ibu, aku tidak apa-apa. Kuyakin Ibu juga belum makan, kan? Sekretaris Moon, tolong bawa ibu untuk pergi makan." Min Hyun menatap ibunya dengan tatapan 'Ini penting dan aku baik-baik saja', membuat wajah ibunya kembali gelisah.

"Mari, Nyonya." Sekretaris Moon menggiring Nyonya Park keluar ruangan.

"Kau yakin dia tidak akan memarahi dokter itu?" bisik Nyonya Park, tapi pria setengah baya itu menggeleng.

"Aku rasa perawat ... satu ini juga perlu keluar." Min Hyun bicara tanpa sedikit pun menatap pada gadis berseragam merah muda itu. Bola mata itu kini sudah terkunci pada Ba Da yang kini tersenyum canggung dan memberi kode pada Perawat Nam agar mengikuti perintah pria ini.

Suara pintu tertutup pun menjadi suara terakhir yang terdengar di ruangan itu. Ba Da tampak gugup, akan tetapi dia tidak mungkin hanya diam saja. Jadi, ia mulai mengeluarkan beberapa barang, seperti gunting dan penjepit yang sudah steril dari bungkusnya. Menyediakan beberapa kapas dan kasa di atas sebuah wadah besi. Kini suara dentingan benda yang terbuat dari stainless itu menyeruak di ruangan yang hening, keduanya pun masih bungkam.

Min Hyun masih dengan pikirannya sendiri, mencoba menetralisir perasaan kesalnya karena peristiwa tiga bulan yang lalu, sedang Ba Da juga sibuk dengan pikirannya yang berharap kegiatan ini akan selesai dengan cepat. Dia bingung, tapi tidak ingin membuat keributan yang tidak perlu dengan pria yang terlihat familier ini. Dia terlalu dingin menurut Ba Da, tidak seperti ibunya yang ceria dan hangat.

Setelah peralatan sudah siap, Ba Da menarik kursi dan duduk di samping brankar Min Hyun. Dia begitu gugup, hingga terdiam sesaat, kemudian berdeham pelan.

"Saya akan mulai memeriksa luka di perut Anda. Silakan untuk membuka pakaian Anda." Suara Ba Da sedikit memelan di akhir.

Min Hyun berdecak, tapi tangannya membuka kancing itu satu persatu. Ba Da yang memperhatikan kelakuan pria di hadapannya ini pun mulai kesal, dia merasa seperti baru saja diremehkan oleh pasien ini. Akan tetapi, dia tetap mesti menjadi dokter profesional, harus siap menyikapi setiap sifat baik atau buruk pasien.

Kancing baju Min Hyun terbuka sempurna, Ba Da menyentuh perban yang menutupi perut pria itu, membukanya perlahan. Min Hyun tampak mengernyitkan dahi, wajahnya masih belum bisa menahan ekspresi kesakitannya terhadap luka itu. Seperti halnya dokter yang berpengalaman selama empat tahun, Ba Da tampak telaten membersihkan dan mengobati luka bekas operasi itu. Kemudian menutupnya kembali dengan balutan perban yang baru.

"Perban Anda sudah saya ganti. Saya akan datang lagi besok pagi untuk mengecek keadaan Anda kembali." Ba Da tersenyum canggung, sembari tangannya menyentuh rak beroda tempat ia meletakkan peralatannya itu.

Gadis itu pun berdiri dan merapikan peralatan-peralatannya tadi. Kemudian Ba Da menghentikan kegiatannya, sesaat ia mengingat suatu hal yang penting bagi pasien yang sehabis operasi di perut, ia tiba-tiba berbalik.

"Apa kau tahu siapa aku?"

"Apakah Anda sudah bisa buang gas?"

Keduanya terdiam, karena tanpa sadar mengajukan pertanyaan di saat yang bersamaan. Min Hyun menatapnya canggung, akibat pertanyaan Ba Da tentang buang gas.

"Apa?" Keduanya mengajukan pertanyaan yang sama secara serempak lagi.

Ba Da menggeleng, lalu memberikan isyarat agar Min Hyun membiarkannya bicara terlebih dahulu.

"Apa maksud Anda?" Ba Da tampak heran, ditambah sedikit tidak nyaman karena pria itu berbicara informal dengannya.

"Kau tidak mengenalku?" Min Hyun menatap tajam pada Ba Da.

"Saya mengenal Anda." Ba Da masih menatapnya heran. "Pasien Park Min Hyun, mengalami masalah usus buntu dan sudah dioperasi tadi malam. Sedang menunggu konfirmasi buang gas agar bisa makan dan minum secara normal, jika sudah maka diperbolehkan pulang," lanjut Ba Da panjang lebar.

Min Hyun menggeleng, air mukanya mulai menunjukkan raut wajah kesal. "Berhenti bicara tentang buang gas!" Wajah Min Hyun tampak memerah. "Biar aku ganti saja pertanyaannya, kau bisa mengingatku tidak?"

Min Hyun mendengkus kesal. Ba Da pun terhenyak sesaat, mencoba berpikir tapi ia masih belum mendapatkan jawaban. Ia hanya bisa menggeleng lemah, membuat Min Hyun menggeram.

"Apa kau lupa? Tiga bulan yang lalu, saat di klub! Ruang VIP! Pulau Jeju?" Min Hyun berbicara dengan penuh penekanan.

"Tuan, tolong jangan terlalu menaikkan nada suara Anda-"

"Aku tidak peduli, luka ini tidak ada apa-apanya daripada luka yang kaubuat karena kebodohanmu." Min Hyun membuang wajah kesal.

Ba Da kemudian berpikir kembali. Wajahnya menunjukkan ekspresi bingung, seolah-olah sedang menimbang ingatannya. Mencoba mengembalikan ingatan tiga bulan yang lalu, yang sebenarnya sudah berhasil ia hapus sebagian saat berada di Afrika. Hingga seperti sebuah cahaya menerangi isi otaknya, dia menemukan ingatan yang hampir terbuang di alam bawah sadarnya. Matanya membulat sempurna, begitu pun mulutnya yang terbuka karena terkejut. Ia segera menutupnya dengan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan karet itu.

"Sekarang aku tahu bagaimana ekspresi pertamaku saat melihatmu, kuyakin persis sama sepertimu sekarang." Min Hyun tersenyum miring, tatapannya menyipit menatap wajah Ba Da yang terlihat menyedihkan menurutnya.

Hening sesaat. Ba Da membeku di tempatnya, hingga deringan dari ponselnya meluap di udara. Di sana tertera nama Ryu Jin, dengan buru-buru Ba Da menerima panggilan itu. "Ada apa?"

"Ada lima pasien baru di IGD, Dokter Kwon. Anda harus datang secepatnya!" Suara Ryu Jin tampak gugup di seberang sana.

"Benarkah? Baiklah aku akan segera ke sana!" Ba Da kemudian memutuskan panggilan telepon, lalu mendorong meja beroda yang terbuat dari stainless steel itu.

"Mau pergi ke mana kau? Kita belum selesai bicara." Min Hyun menahan lengan Ba Da dengan sekuat tenaga, bahkan urat nadi di lehernya menampakkan kesakitannya.

"Ada pasien gawat darurat, jadi saya harus pergi. Permisi." Ba Da coba menepis genggaman tangan Min Hyun, sesopan mungkin.

"Hei, tapi kita belum selesai bicara! Apa kau ingin kabur? Kau ... arggh ... jangan berani-berani kabur untuk kedua kalinya!" Genggaman Min Hyun semakin mengetat di lengan Ba Da, gadis itu memejamkan matanya, menahan kesal yang akhirnya pecah juga.

"Jika aku salah, aku akan bertanggung jawab, aku tidak akan pernah kabur! Tapi aku tidak bisa bermain-main denganmu sekarang, ada lima nyawa yang harus kuselamatkan secepatnya. Jika mereka tidak tertolong karena keterlambatanku, memangnya kau mau ikut bertanggung jawab atas itu nantinya? Dan berhentilah bicara informal denganku!"

Suara Ba Da meninggi, membuat Min Hyun tertegun dan melemahkan genggaman tangannya. Ba Da melangkah dan menepis tangan Min Hyun dengan sekali sentakan. Mata pria itu menatap punggung Ba Da yang perlahan menjauh, lalu menghilang dari balik pintu geser berwarna coklat kayu itu.

"Apa dia marah karena aku berbicara dengan bahasa informal dengannya? Wah! Padahal dia lebih tidak sopan saat pertama kali kami bertemu." Min Hyun menggeram kesal dan melempar bantal ke arah pintu.

"Argghh! Sialan! Gadis gila itu."

~oOo~


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top