26


"Sohyun?! Apa yang kau lakukan dengan Taeyong?"






Tubuhku terhempas sedikit keras ke belakang. Doyoung datang dan langsung memisahkan jarak di antara aku dan bos. Bahkan sekarang ia berdiri gagah di depanku dengan lagaknya yang menantang bos.

Sebenarnya aku bingung dengan tingkah Doyoung. Dia cemburu, aku memahaminya. Namun, kenapa dia tetap menggantungkan perasaanku?

Dia jelas sudah memutuskan hubungan di antara kami malam itu. Namun keesokannya dia datang kembali sebagai Doyoung yang penuh cinta seperti biasanya. Aku menunggunya agar ia menyambung tali asmara kami yang sempat terputus. Bahkan, aku rasa berefreshing kesini mungkin akan memberikan kesempatan leluasa baginya untuk menyatakan cintanya kembali dan mengobati masalah percintaan kami.

"Apa-apaan kau Yong?!"

Doyoung menarik kerah kemeja Bos hingga membuat aku dan teman-teman kerja yang lain heboh. Mereka berdua tentu menjadi buah bibir dan perhatian para pengunjung yang memadati area ini.

"Aku percaya padamu. Aku memilih menerima saranmu untuk meminta maaf pada Sohyun dan melupakan segalanya. Itu sejak ciuman pertamamu pada Sohyun!"

"Kau bilang saat itu kau khilaf dan hanya memikirkan Jennie. Tetapi, ini kedua kalinya Yong! Ini kedua kalinya aku ngelihat kalian ciuman. Dan kejadian ini bukan lagi foto! Ini nyata dan terjadi di depan mataku. Apa itu wajar??"

"Op-Oppa.. aku bisa jelasin.. tolong jangan bertengkar disini. Malu.. banyak yang lihat."

"Aku nggak peduli!! Kau itu milikku Sohyun! Hanya milikku!"

Benar bukan? Aku dan Doyoung tak terikat apapun kecuali seperti teman yang---mesra. Dia mengklaim bahwa aku miliknya. Lalu, kenapa ia masih menggantungkan hubungan kami sampai sekarang?

"Sohyun, apa benar kau milik pria yang berdiri di hadapanku ini? Apa kalian benar-benar sudah balikan?"

Aku tau pertanyaan bos bukanlah pertanyaan biasa. Apalagi dengan seringaian sinis dari bibirnya. Ia sengaja memancingku, memancingku agar aku mengungkapkan kekecewaan yang sedikit aku pendam dan tak aku sampaikan pada Doyoung.

"Diam kau!"

"Kau yang diam, Oppa?! Sekarang, biarkan aku yang bicara."

Mereka berdua diam. Aku mengamati kondisi sekitar. Oh.. ini sungguh memalukan. Banyak orang memperhatikan perdebatan kami yang seharusnya menjadi masalah pribadi. Aku terganggu.

Aku lalu menarik tangan Doyoung agar keluar dari kerumunan. Hingga kami menemukan sudut yang lebih sepi dan tenang.

"Sohyun! Kenapa kau membawaku kesini? Aku masih ingin menghajar wajah bos sialan itu!"

"Oppa!"

"Tatap aku."

Aku menangkup kedua pipi Doyoung agar ia hanya berfokus padaku.

"Maafkan aku. Aku tahu apa yang dilakukan Bos tadi salah. Aku ikut meminta maaf akan itu karena aku tak bisa melakukan apapun untuk mencegahnya menciumku."

Akhirnya Doyoung memperhatikan secara detail setiap hal yang ingin aku sampaikan. Pandangannya begitu lekat menyiratkan sebuah kepenasaran.

"Yang aku tahu adalah kau memutuskanku malam itu. Kau terhasut omongan Jennie, dengan foto-foto antara aku dan Bos yang menjadi kesalahpahamanmu. Lalu, keesokannya kau datang padaku dengan wajah yang babak belur. Sikapmu kembali melembut dan kau meminta maaf padaku. Aku senang. Namun sekali lagi, aku sadar kau sudah memutuskan hubungan kita."

"Aku bersabar menunggumu memperbaiki semuanya. Sejak itu pun hubungan kita seperti seorang sahabat namun begitu manis dan mesra. Apa kau lupa kita tak ada hubungan apapun? Kenapa kau menggantungkan hubungan kita sendiri?"

"Sekarang kau marah-marah pada Bos yang telah dengan sengaja menciumku di tempat umum. Kau bilang aku milikmu tetapi pada faktanya kita tak terikat status apapun."

"Aku mencintaimu Oppa.

Katakan padaku, apa alasanmu melakukan ini semua padaku?"

Doyoung terjebak. Ia tak lagi berkutik karena pernyataanku yang cukup menohoknya.

Siang yang dingin ini terasa panas. Pertikaian dan konflik yang sebelumnya aku abaikan dan tak mau aku ungkit malah memuncak.

Aku ingin tahu jawabannya.

"Jawab aku Oppa.. apa kau tak mencintaiku lagi? Kenapa kau tidak menyambung cinta kita yang terputus?"

"Apa kau lupa?"

Aku lepas emosi dan kesabaranku. Aku lelah didiami olehnya seperti ini.

"Kenapa kau diam saja, Oppa? Kau mau jawab atau aku pergi saja?"

Doyoung masih belum berkata-kata. Dengan kesal aku menghentakkan kakiku dan berlalu.

Namun dia menahan tanganku. Lalu menariknya dan ia langsung meraup bibirku!

Meskipun singkat, ini adalah ciuman pertama di antara kami selama kami berpacaran, bahkan setelah kami putus.

Doyoung melepas ciumannya. Wajahnya masih belum beralih. Ia terjun ke dalam mataku semakin dalam. Aku begitu tegang dan bingung harus berbuat apa lagi. Aku sangat mencintainya. Aku tak ingin kehilangannya. Sumpah, aku tak berbohong.

"Aku pun mencintaimu, Sohyun."

"Alasan kenapa aku menggantungkan hubungan kita adalah, aku ingin mengetahui lebih jauh, apakah Taeyong dan kau ada main di belakangku."

Jawaban yang tak terduga. Bagaimana ia berpikiran sedangkal itu? Aku tak mungkin menjalin hubungan di belakangnya. Artinya, Doyoung masih belum mempercayaiku sepenuhnya. Dan aku tidak menyukai hal semacam ini.

"Aku ada main dengan Bos?"

"Apa Oppa bercanda? Aku kira Oppa sudah mulai mempercayaiku. Tapi--"

"Kau mungkin saja masih mencintaiku. Lalu bagaimana dengan Taeyong? Setelah putus dengan Jennie karena mengerti kesalahan yang Jennie perbuat padamu, apa mungkin Taeyong tidak menyukaimu?"

"Dia laki-laki normal sama sepertiku. Aku selalu memperhatikannya semenjak aku meminta maaf padamu. Aku bisa melihat betapa ia peduli padamu. Aku juga tahu, dia yang merawatmu ketika kau sakit. Aku tahu segalanya, Sohyun. Bahkan, yang tadi itu bukan ciuman keduamu dengan Taeyong kan?"

"Kau melakukannya juga di apartemenmu!"

"Kalau saja Yuta tidak ceplas-ceplos pagi itu saat aku menjemputmu untuk berangkat ke Gangwon, mungkin aku tidak pernah tahu apa yang kau perbuat bersamanya di belakangku."

Aku baru mengerti, ia sudah mengamatiku dan bos belakangan ini. Aku mencoba mengintropeksi diriku sendiri, memang ada benarnya apa yang Doyoung katakan.

Aku berbuat banyak dengan bos di belakangnya. Dan kejadian di apartemenku hari itu, aku sungguh sadar aku melakukannya.

Aku mengizinkan bos seenak hati memagut bibirku. Dan aku menikmatinya.

Aku merasa jadi gadis murahan. Aku menyapu rambutku ke belakang. Frustasi. Aku merasa bersalah pada Doyoung. Sekarang harus bagaimana?

Secara tak sengaja aku telah melukai hatinya.

"Kenapa sekarang kau yang diam?"

"Jadi benar kan? Apa yang aku ucapkan semua itu benar. Jangan-jangan kau juga mencintai Taeyong?"

Aku masih terdiam. Aku pun tak mengerti pada bahasa hatiku sendiri. Aku tak memahami bagaimana otakku mencerna hubunganku dengan bos selama ini. Yang aku terima adalah aku sebagai matchmaker dan pekerja di kantor bos. Tidak lebih. Namun mengingat apa yang telah bos korbankan demi kesehatanku, kebaikannya, dan semuanya, aku jadi berpikir ulang. Apakah yang mengikat antara aku dan bos?

"Sudahlah Sohyun. Aku anggap kau mengiyakan kalimatku. Kau sungguh mencintai Taeyong. Kau hanya mengingkarinya saja. Aku sangat kecewa padamu."

Doyoung pergi meninggalkanku. Dan tanpa berbalik menatapku. Aku juga tak berniat menghentikanya karena aku masih bingung pada diriku sendiri.

Kau kenapa Sohyun?

........................

Aku merusak acara bersenang-senangku sendiri. Selama berkelana di Naminara, tak sedikut pun orang yang mau bicara padaku. Tidak dengan Doyoung, bahkan tidak dengan bos. Seluruh pegawai di perusahaanku menggosipiku. Walaupun itu samar-samar, namun aku mendengarnya dengan sangat jelas.

Hari-hariku jadi semakin kabur. Aku kehilangan semangat kerjaku. Aku banyak melamun. Dan ketika jam makan siang, aku menyendiri di meja kerjaku dan menangis sendirian.

Aku kehilangan Doyoung. Untuk yang kedua kalinya.

Ia tak mau lagi melirik tampangku. Bicara pun saja tidak. Aku diacuhkannya berhari-hari.

Sekarang aku sedang berada di balkon apartemenku. Malam ini sangat dingin karena musim dingin akan menyapa hanya menghitung beberapa hari lagi.

Tanpa mengenakan pakaian tebal dan hangat, aku merasa tiupan angin malam yang menerjang kulitku. Dingin. Dingin sekali seperti tiga hari terakhir.

"Sohyun? Kau di dalam?"

Yuta memanggilku. Aku abaikan. Dia sepupu yang baik. Dia menghampiriku dan membawakan mantel hangatku dari dalam kamar.

"Kau harus memakainya. Disini sangat dingin. Kenapa kau malah di luar?"

Yuta sepertinya tahu, masalah macam apa yang tengah aku hadapi. Ia membiarkanku seorang diri meratapi nasibku yang menyedihkan ini.

Aku menghembuskan nafas kuat-kuat. Andaikan dunia ini sunyi, aku mungkin sudah berteriak sesuka hatiku untuk melepas rasa depresi yang memakan otak.

Namun aku masih punya akal. Aku bukan gadis gila yang mudah menyerah pada sebuah masalah.

Drrtt... drrt...

Ponsel yang aku letakkan di meja sebelah kiriku berdering. Seakan tak mau terlarut lebih dalam dalam permasalahan ini, kuangkat saja meskipun aku tak bergairah.

"Halo?"

"Apa benar ini nomor Nona Sohyun?"

"Iya benar. Ini siapa ya?"

"Perkenalkan, saya Im Soohye. Saya mendapat nomor Nona dari Yoojung eonni. Dia teman kerja kakakku di kantornya. Saya dengar, Nona berbakat menebak jodoh ya? Bisakah Nona membantu saya? Saya ada sedikit permasalahan dengan lelaki."

Aku mungkin dirundung sedih, namun aku tak boleh melupakan tugasku sebagai seorang matchmaker. Aku harus membantunya. Aku ingin melihat banyak cinta yang bertebaran di sekelilingku. Bukan kisah cinta menyedihkan seperti yang kualami.

"Baiklah. Mari bertemu di akhir pekan."

......................

"Nona Sohyun?"

Aku menangkap suara yang tidak asing. Suara perempuan bernama Soohye yang tempo hari sempat menelponku. Ternyata ia lebih muda dari yang aku duga.

"Nona Soohye?"

"Silakan duduk."

Kami memesan dua cangkir caramel machiato. Mata Soohye terlihat sendu. Ia melamun meskipun sambil menyesap minumannya.

"Jadi, apa masalahmu Nona?"

"Panggil saja Soohye."

"Ehm.. baiklah. Apa masalahmu Soohye-ssi?"

"Aku bingung. Ada dua orang lelaki yang sedang dekat denganku. Dan aku juga menyukai keduanya. Hanya saja, lelaki yang satu bersifat overprotektif dan ia tak pernah mempercayai setiap penjelasanku ketika aku berada di sekitar teman-teman lelakiku. Sedangkan yang satunya, ia membuatku bingung. Ia banyak melakukan skinship denganku namun ia tak pernah mengungkapkan apakah ia mencintaiku atau tidak. Di antara mereka berdua, aku yakin ada yang tepat buatku. Apa Nona bisa membantu?"

Mengapa aku merasa pengalaman Soohye sama dengan yang aku alami?

"Nona Sohyun?"

"Nona??"

"Ah.. iya??"

"Maaf. Aku sedikit tidak konsentrasi."

"Apa Nona juga sedang ada masalah?"

"Tidak. Tidak apa. Lagian bukan masalah besar."

"Bagaimana Nona? Kau bisa membantuku?"

"Undang saja kedua lelaki itu kesini. Mari kita lihat, lelaki manakah yang pantas mendampingimu, Soohye-ssi."

"Baiklah. Aku akan menghubungi mereka. Permisi Nona."

.........................

Kalau biasanya aku memprediksi jodoh klienku dengan membiarkan mereka berdua berbincang layaknya kencan buta, namun kali ini tidak.

Aku berada di tengah-tengah ketiganya.

Tidak nyaman??

Itulah yang dirasakan kedua lelaki di hadapanku.

"Kenapa kau mengajak kunyuk itu kemari?"

"Kenapa juga ada wanita ini disini?"

Ucap lelaki di sebelah kananku pada Soohye.

"Ngapain juga kau kesini?

Soohye! Cepat jelasin ke aku. Apa maksudnya kau membawaku kemari dan bertemu dengan anak itu? Dan siapa dia?"

Cerocos lelaki yang di sebelah kiriku.

Mendengar ocehan mereka, sudah membuatku pusing. Ternyata ada juga lelaki yang cerewet seperti ini.

"Bisakah kalian diam?!"

"Heh, siapa kau berani-beraninya membentakku?"

"Jeno, udah deh. Nggak usah marah-marah.."

Soohye menenangkan lelaki bernama Jeno yang ada di sebelah kananku. Lelaki yang sering melakukan skinship.

"Soohye, sebaiknya kita pergi saja. Aku tidak suka kau berada di dekat anak itu! Ayo!"

"Renjun!! Please... ini cuma sebentar aja kok. Sabar.."

Seru Soohye pada lelaki overprotectif  yang ada di sebelah kiriku.

Heol. Anak SMA memang labil dan ambisius. Ya. Aku menghadapi permasalahan anak SMA.

"Anak kecil. Diamlah! Kalian jangan berisik. Hargai aku. Aku lebih tua dari kalian. Mengerti??!"

Mereka langsung terdiam.

Aku mulai bekerja menggunakan kemampuanku. Aku memperhatikan mereka beberapa menit.

Kenapa aura mereka tak tampak??

"Nona?"

Soohye terheran menelisik tingkahku yang sedari tadi hanya diam mematung.

"Apa yang Nona lakukan??"

Tidak. Tidak mungkin. Bagaimana ini bisa terjadi??

Kenapa aku tidak bisa melihat kecocokan di antara mereka?? Kemana cahaya merah hitam yang biasa aku deteksi??

Bagaimana mungkin??

Bagaimana mungkin aku tak bisa melihat aura mereka?

Aku semakin panik. Saking paniknya, aku sampai menggosok-gosok punggung dan mengacak rambut kedua remaja tampan ini. Aku mencoba mengeluarkan aura mereka. Namun sia-sia.

Aku tahu caraku ini gila. Karena aku memang tidak tahu, bagaimana cara memunculkan aura dengan benar?

Mereka berdua merasa risih. Mereka pergi begitu saja meninggalkan Soohye.

"Nona?? Apa yang Nona lakukan?? Lihat!! Mereka marah padaku?? Nona malah mengacaukan semuanya!"

























To be Continued.

No 'Bos' in this chapter. But, welcome to Jeno and Renjun yang sempet aku munculin. Hehe.. maafkan aku.

Next (?)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top