delapan belas
Masih Daniel POV, ya!
"Jadi apakah kau bersedia menikah denganku?" Aku memeluk Kin erat.
"Tidak!" Kin menjawab cepat. Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya kecewa.
Aku pikir setelah kejadian barusan, mungkin dia akan berpikir ulang dan bersedia menikahiku. Tapi ternyata perempuan ini sangat keras kepala.
"Baiklah," kataku sambil mengelus kepalanya, aku tau dia tidak mau dipaksa. Dan aku tidak akan memaksanya. Tidak sekarang. Dan tidak dengan cara ini.
Kin melepaskan diri dari pelukkanku, matanya mencari-cari sesuatu, kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri menyapu seluruh sudut kamarku.
"Mencari pakaianmu?" tanyaku sambil duduk di pinggiran tempat tidur. Kin mengangguk, lalu menatapku. Aku rasa, dia ingin aku memberitahu di mana aku menyimpan pakaiannya.
"Kamu lebih cantik seperti ini," godaku. Dia menjawab dengan mengerucutkan bibirnya, kesal.
"Aku tidak bisa pulang dengan pakaian seperti ini," Kin merentangkan kedua tangannya, "Alessandria akan melihatku dengan aneh," keluhnya.
Aku tertawa mendengar perkataannya, dia lucu. Dan dia terlihat benar-benar seperti seorang ibu yang ingin menjaga reputasi di depan anaknya.
"Cium dulu," godaku lagi sambil menyodorkan bibir ke arahnya.
Kin melengos. Lalu berlalu menuju ke arah kamar mandi. Aku tersenyum melihat tingkahnya. Dia tidak seperti seorang perempuan dewasa saat ini.
"Yes!" Aku mendengarnya berseru dari dalam kamar mandi. "Aku menemukannya! Dasar kau mesum!".
Ok! Dia sudah berhasil menemukan pakaiannya yang sudah kembali rapih dan wangi di atas nakas di dalam kamar mandi. Aku meminta salah satu asistenku untuk mencuci, mengeringkan dan membuatnya rapih segera tadi malam.
Aku tersenyum sendirian mendengar teriakkannya. Dengan malas kurebahkan tubuhku kembali di atas tempat tidur. Kin pasti sedang membasuh diri saat ini. Sedangkan aku, aku sedang memikirkan apa yang harus ku lakukan sekarang.
Alasanku satu-satunya untuk harus menikahi Kin adalah Sara. Dia memintaku menikah secepatnya dan aku tidak bisa menolaknya. Sara adalah satu-satunya perempuan yang tidak bisa kutolak permintaannya selama ini.
Semua itu karena kami memiliki perjanjian. Sama seperti aku dan Kin. Aku dan Sara memiliki perjanjian konyol kami sendiri.
Kin keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap miliknya dengan rambut yang masih setengah basah.
"Aku mau pulang sekarang," katanya sambil mengibaskan rambutnya, sehingga air memercik ke segala sudut.
"Kau membuat kamar basah. Ck," kataku sambil berdecak dan bangkit dari tidur. Aku melangkah ke arahnya dan menariknya kembali ke dalam kamar mandi.
Kamar mandiku terdiri dari dua bagian. Yaitu bagian basah, tempatku membasuh diri dan bagian kering tempat di mana terdapat nakas, cermin besar, dan peralatan after shave dan after bath milikku.
Aku menggiring Kin sampai di depan cermin besar, membuatnya berdiri di depannya dan mencari hair dryer dari lemari kaca kecil di sampingku.
Aku berdiri di belakangnya, mengangkat rambut bagian belakangnya dan menyampirkan ke pudak kanannya.
"Kau mau apa?" Dia terdengar gelisah. Mungkin dia tidak merasa nyaman.
"Setidaknya rambutmu harus kering," kataku sambil mulai mengarahkan hair dryer ke rambutnya. Dia tidak lagi protes, dia sepertinya merasa senang di perlakukan seperti ini. Aku bisa merasakan bahwa dia seseorang yang butuh di pedulikan dan diakui. Sama sepertiku.
"Daniel." Kin tersenyum padaku dengan ragu, aku bisa melihat pantulannya dari cermin di hadapan kami.
"Ada apa?" tanyaku sambil terus mengeringkan rambutnya.
"Sara," katanya. "Apa yang membuatmu harus berterima kasih padanya?" tanyanya.
Aku menghentikan aktifitas mengeringkan rambutnya sejenak, menilik ke arahnya melalui cermin lalu kembali mengeringkan rambutnya.
"Dia, merawatku sejak Ibuku meninggalkan aku dan ayahku. Dia juga merawat ayahku saat beliau sakit dan akhirnya meninggal." Aku bercerita tanpa menatapnya sedikitpun. Aku tidak ingin melihat reaksinya.
"Lalu tiba-tiba, suatu saat dia juga menjadi sakit. Dia di vonis menderita penyakit ginjal kronis. Sudah parah. Dia sudah tidak sanggup berdiri lagi. Dia cuci darah hampir setiap hari."
"Daniel, apa kau baik-baik saja?" Kin bertanya dengan nada yang cemas.
"Aku baik-baik saja," Aku menjawab sambil mencoba tersenyum senatural mungkin.
Sumpah! Aku baik-baik saja. Apa aku harus menceritakan kisah lainnya? Kisah dimana ayahku menyerahkan seluruh warisannya atas nama Sara? Atau kisah dimana Sara membuat perjanjian denganku kalau dia akan menyerahkan semua harta Ayahku padaku jika aku mau menuruti semua maunya? Dan bagaimana kami bersandiwara sebagai Ibu dan anak yang saling menyayangi di depan umum?
Well, thanks to my mom! Dia yang sudah membuatku terluka dalam. Sehingga aku harus selalu berkonsultasi dengan psikiater untuk melawan depresi dan anti sosialku. Dan bodohnya aku, Sara bisa sampai mengetahui hal ini dan menjadikannya senjata untuk menyerang dan mempermainkanku. Namun di sisi lain dia juga menjaga dan merawatku dengan baik.
Aku berterima kasih sekaligus membencinya setengah mati!
"Ok! Sudah selesai. Rambutmu sudah kering." Aku mengurai rambut Kin, dan menciumnya sekilas di pipi. Aku melihatnya tidak bereaksi apapun. Dia hanya diam menatapku datar dari cermin di hadapannya.
"Mau kuantar pulang?" tawarku. Kin menggeleng.
"Aku membawa mobil," jawabnya sambil bergegas keluar kamar mandi, dan langsung menuju ke ruang tamu. Aku mengikutinya dari belakang.
Kin menggantung tangannya di handle pintu keluar. Dia terlihat menimbang-nimbang sesuatu, kemudian berbalik menatapku.
"Aku tidak suka menikah. Aku takut," katanya sambil menatapku keras. Aku mengangguk, mengamini ucapannya.
"Tapi..." Kin menarik napas panjang, dan aku mulai tertarik dengan kalimat menggantungnya.
"Tapi aku akan memikirkannya," katanya, dan seketika aku merasakan jantungku berdebar cepat. "Sama seperti kau berterima kasih pada Sara, begitu juga aku berterima kasih padamu."
"Setidaknya aku tau kau akan menjagaku dan Alessandria dengan baik," Kin berbicara dengan tersenyum. Tapi aku tau dia merasa cemas, dia merasa khawatir dan ketakutan.
"Aku akan mengabarkanmu secepatnya, biar aku berdamai dengan ketakutanku dulu," katanya lalu berbalik dan langsung keluar dari apartemenku.
Aku mematung dengan rasa terima kasih. Di menit berikutnya kepalaku terasa berdenyut menyakitkan. Hatiku juga serasa diperas dan hancur. Aku melangkah ke kamar mencari handphoneku.
"Aku akan melakukannya Karel," ucapku ketika aku berhasil menemukan handphoneku dan menelepon Karel, psikiaterku.
"Kin akan memikirkannya. Setelah ini aku harap Sara segera mati sehingga aku tidak perlu berlama-lama bersandiwara " keluhku sambil membaringkan tubuh di tempat tidur.
"Kepalaku sakit dan berdenyut. Apa aku harus berurusan terus dengan orang-orang ini?" tanyaku lagi. "Aku ingin cepat menghilang, atau mereka yang harus cepat menghilang."
"Oiya Karel," kataku lagi saat teringat sesuatu, sesuatu yang membuatku mabuk berat semalam, "wanita itu, dia kembali lagi...dia ada di sekitar sini. Dia berusaha menemuiku karena akhirnya dia dicampakkan juga."
Aku terkikik dan menarik napas panjang sebelum melanjutkan bicaraku.
"Dia pikir dia siapa? Dia hanya seorang pengkhianat! Apa sebaiknya dia kuabaikan saja seperti dia mengabaikanku? Atau kubunuh saja sekalian, seperti dia juga sudah membunuhku secara tidak langsung?"
Aku memasang senyum penuh ancaman di bibirku. Aku sedang memikirkan bagaimana aku akan menyakitinya. Sebagaimana dia menyakitiku dulu. Ibuku, bagiku dia tidak layak ada. Tidak seharusnya dia kembali lagi setelah dia mengabaikan dan tidak mengakuiku demi pria sialan itu!
Mengapa dia tidak mati saja?!
*******
Akhirnya kelar juga chapter ini.
Happy reading!
Jangan lupa VOTE kalau suka ya... Thanks.
⏬⏬
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top