Kesal
"Edo!" pekik Lyana sambil berlari menghampirinya.
Edo yang tadinya mau ke kantin berhenti menunggu Lyana. Dia celingukan, seperti mencari sesuatu.
"Lo kok sendiri sih?" tanya Edo setelah Lyana sampai di depannya.
"Gea lagi ke toilet. Yuk kita ke kantin. Nanti dia nyusul."
Mereka pun pergi ke kantin berjalan beriringan. Suasana di kantin siang ini sangat ramai. Lyana melihat deretan penjual, banyak yang mengantre.
"Lo mau makan apa?" tanya Edo meletakkan tasnya di kursi kosong.
"Mi ayam bakso. Lo?"
"Sama. Biar gue yang antre, lo jagain tas aja di sini."
"Oke."
Lyana duduk di kursi kayu bercat biru panjangnya sekitar satu meteran, Edo yang mengantre. Beberapa saat kemudian dia kembali membawa nampan berisi dua mangkuk mi ayam bakso dan es teh.
"Silakan," ucap Edo menurunkan penampannya.
"Makasih, Edo."
Lyana mengambil satu mangkuk dan es teh. Sebelum mencampur saos, dia lebih dulu menyicipi kuahnya.
"Sedap," ucap Lyana lalu menambahkan sambal, saos, dan kecap. "Lo tahu enggak, Do?"
"Apa?"
"Nama lo sama kayak kakak gue."
"Oh, iya?"
"Iya, tapi cuma panggilannya doang."
"Dia masih kuliah apa sudah kerja?"
"Kak Edo udah enggak ada, Do. Dia meninggal bareng orang tua gue dalam kecelakaan mobil."
"Sorry, ya, gue enggak tahu."
"Enggak apa-apa. Dimakan mi ayamnya, Do. Malah dilihatin aja."
Mereka menyantap mi ayamnya dengan lahap. Sambil bercanda dan tertawa. Al dan gengnya masuk ke kantin. Melihat Lyana dan Edo hanya duduk berdua, mengusik perasaan Al.
"Kita duduk sana," ucap Al menunjuk meja Lyana dan Edo.
Segerombolan pemuda tampan itu langsung bergabung di sana. Al mengambil posisi di sebelah Lyana. Dengan sikap tak acuh langsung menarik mangkuk gadis yang tadinya fokus menyantap minya.
"Eeeeh," pekik Lyana terkejut.
Edo yang ingin menyuapkan minya ke mulut, melirik Noval langsung duduk di sebelahnya dan merangkul, nyalinya seketika ciut, tangan Edo gemetar tak jadi memasukan mi itu ke mulut.
"Iiiiih, kalian ngapain sih ke sini? Ganggu aja!" omel Lyana menunjukan tampang ketidaknyamanan.
"Mau makanlah! Enggak boleh?" sahut Al memutar mi dengan garpu lalu menyuapkan ke mulutnya.
Al dan Lyana diam-diam sering makan di satu tempat. Jika Al makan tidak habis, Lyana yang menghabiskan. Begitupun sebaliknya, jika Lyana tidak habis makan, perut Al masih muat, dia yang menghabiskan. Jadi, tidak ada rasa jijik di antara mereka.
Lyana memutar bola matanya malas, dia mendengus sebal, lagi-lagi harus mengalah dengan big babby-nya.
"Vel, pesen mi ayam bakso sana!" titah Al sambil menikmati mi ayam bakso milik Lyana.
"Siap! Kalian mau makan apa?" tawar Noval kepada teman-teman yang lain.
Satu geng Al ada empat orang; Al, Noval, Andika, Bastian. Namun, yang lebih jahil di antara mereka adalah Noval. Pria jangkung, rambut bergelombang, kulit sawo matang, dan sebenarnya paling care di antara yang lain.
"Samain aja, Val," ujar Andika dan diangguki Bastian.
Edo makan sambil menunduk, jantungnya berdebar-debar, was-was bercampur takut. Akan diapakan lagi dia nanti? Pikirannya tak tenang. Makan pun menjadi tak selera, tetapi dia berusaha menghabiskannya.
"Minta minumnya," ujar Al setelah menghabiskan mi ayam bakso Lyana.
Meskipun sebal, Lyana tetap membagi es tehnya yang tinggal setengah gelas.
"Aaaah, kenyang!" pekik Al mengusap-usap perutnya setelah menyedot habis esnya.
"Kok dihabisi sih!" protes Lyana menatap Al kesal.
"Nanggung, cuma setengah."
"Ih!" Lyana memukul lengan Al lalu mencebikkan bibir dan membuang wajah ke arah lain sambil bersedekap. Dalam hati menggerutu.
"Eh, Bas, pulang ngampus futsal yuk!" ajak Andika setelah meletakkan ponselnya di meja.
Sebelum menjawab, Bastian melirik Al. "Gimana, Bos?" tanya Bastian kepada Al.
"Minggu aja. Gue ada acara," jawab Al selama ini merahasiakan dari teman-temannya, setiap pulang ngampus atau saat ada waktu luang di jam kerja, Al pergi ke kantor.
"Lo belakangan sok sibuk, Bos. Kayak presiden aja," sahut Andika lalu ditimpali tawanya dan Bastian.
"Biasa! Lagi berjuang untuk masa depan," sahut Al sambil menaik-turunkan kedua alisnya yang tebal.
"Sip, sip, sip! Enggak diragukan lagi," ujar Bastian mengacungkan jempolnya kepada Al.
Noval datang membawa penampan berisi empat mangkuk mi ayam. Dia letakkan di sebelah Edo.
"Lo mau nambah lagi enggak, Do?" tanya Noval melihat mangkuk Edo sudah kosong.
"Enggak, makasih," ucap Edo tak berani menatap Noval.
"Mumpung hari ini gue baik hati nih. Mau enggak?" tawar Noval sedikit memaksa.
"Enggak, gue udah kenyang."
"Ya udah kalau gitu." Noval duduk kembali di samping Edo. "Ambilin minuman dingin sana, Do," pinta Noval kali ini agak sopan.
Tanpa membantah Edo beranjak. "Berapa?" tanya Edo sebelum pergi.
"Enam, Do. Sekalian sama lo," sahut Al sambil mengulurkan uang seratus ribuan kepada Edo.
Setelah mengambil uang itu Edo segera pergi. Lyana sedari tadi diam, sebenarnya dia menahan lapar. Baru makan satu suap, mi ayamnya sudah direbut Al.
"Lo mau dikasih sambal?" tanya Al menyenggol bahu Lyana sambil setengah berbisik agar tidak terdengar teman-temannya.
Noval, Andika, dan Bastian sibuk meracik mi ayamnya dengan sambal sambil mengobrol tentang game di ponsel. Mereka berencana setelah makan akan main bareng.
"Dikit," jawab Lyana jutek.
Al tahu Lyana marah gara-gara mi ayamnya direbut. Sebab itu dia membelikan mi ayam bakso lagi untuknya. Al meracikkan mi ayam Lyana dengan saus, sambal, dan kecap sesuai selera gadis mungil itu. Sebelum diberikan kepada Lyana, Al lebih dulu mencicipi kuah dan memakan minya satu suapan. Setelah itu dia geser di depan Lyana. Noval melihat, dahinya mengerut heran karena baru kali ini melihat Al perhatian kepada seorang gadis. Hanya saja dia diam.
"Makan," ucap Al pelan.
"Loh kok buat gue?"
"Makan aja, protes mulu!" ucap Al sambil mengelap tangannya dengan tisu.
Karena sudah lapar akhirnya Lyana menyantapnya. Edo datang membawa enam botol minuman dingin bewarna kuning yang ada buliran jeruknya lalu diletakkan di meja. Satu per satu mengambilnya, sedangkan Al mengambil dua. Dia membukakan satu untuk Lyana dulu barulah dia membuka untuk dirinya. Biarpun cuek, sebenarnya diam-diam Al sangat perhatian kepada Lyana.
"Ini kembaliannya," ucap Edo mengulurkan uang kepada Al.
"Ambil aja, Do. Buat beli permen," ujar Al sambil bercanda disusul kikihan yang lain.
"Makasih." Edo lantas duduk di kursinya.
Gadis berambut panjang di bawah bahu hitam nan lurus dan cantik itu celingukan di ambang pintu kantin. Setelah melihat Edo, dia lantas mendekati mejanya.
"Kalian kok udah makan duluan sih?" ucap Gea bernada manja sampainya di sebelah meja.
Semua langsung mendongak menatap Gea. Baru menyadari ada Al di sana, Gea salah tingkah. Biarpun Al cuek kepadanya, tetapi kegugupan Gea tak bisa disembunyikan.
"Siapa suruh lo lama. Di toilet ngeluarin apa sih lo? Emas apa berlian?" cibir Lyana sambil mengelap bibirnya dengan tisu.
Dia mendorong mangkuk yang tersisa sedikit kuah cokelat kemerahan. Setelah itu dia minum.
"Sorry, tadi gue dipanggil Bu Vira." Gea menyahut Lyana, tetapi matanya menatap Al yang sama sekali tak peduli keberadaannya. Al malah sibuk mengutak-atik ponselnya, membalas pesan dari Sandi tentang pekerjaan di kantor.
"Pesan makan sana!" ujar Lyana sedikit kesal kalau Gea bersikap seperti orang bodoh di depan Al.
Cinta boleh, tetapi akal dan logika tetap harus digunakan. Jangan mentang-mentang cinta, otak tidak berfungsi. Seperti Gea, saking kagumnya kepada Al, kadang otak berhenti berfungsi setiap di depannya.
"Gue udah kenyang," jawab Gea senyam-senyum melirik Al.
"Makan apa lo? Angin!" sahut Lyana memasang wajah sebal karena Gea berbicara padanya, tetapi mata mengarah kepada Al.
Gea menaik-turunkan alisnya sambil menunjuk Al dengan dagu. Lyana menoleh ke sebelah.
"Ck, ayo, Do, kita pergi." Lyana mencangklong tasnya.
Mendengar itu Al lalu menoleh. "Mau ke mana?"
"Perpus!" jawab Lyana jutek sambil berjalan meninggalkan tempat itu bersama Edo.
Gea masih berdiri di sana memerhatikan Al tanpa kedip. Dia tak peduli Edo dan Lyana sudah pergi.
"Hai, Al," sapa Gea memberanikan diri.
"Hm," sahut Al cuek lalu memasukan ponselnya di saku celana. "Kalian udah selesai belum?" tanya Al melihat teman-temannya yang sudah asyik mabar.
"Udah," sahut Noval tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.
"Kalian mau di sini apa ikut?" Al bersiap pergi.
"Lo duluan aja, Bos. Lagi asyik nih," sahut Andika.
Sebelum pergi dia mengeluarkan uang 150 ribu dan diberikan kepada Noval---mengganti uangnya untuk membayar mi ayam bakso empat mangkuk tadi. Al berjalan keluar dari kantin diikuti Gea. Merasa risih karena dibuntuti, Al berhenti di tikungan kantin menuju kelas.
"Lo ngapain sih ngikutin gue! Enggak ada kerjaan lain apa?" sungut Al kesal.
Gea yang ditegur Al langsung malu dan mundur. Al mengibaskan tangannya tanda tak peduli kepada Gea, dia melanjutkan langkahnya ke kelas.
Al, kapan sih lo anggap gue? Gue cape terus-terusan ngejar lo. Gea membatin, wajahnya sedih sambil menatap nanar punggung Al yang semakin jauh.
#####
Begitulah cowok, Ge. Semakin lo kejar, justru semakin jauh. Udah deh, mending lo anggap Edo. Malah terbalas tuh perasaan lo🤣.
Makasih vote dan komennya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top