#9

Danisa menggeliatkan punggungnya ke kanan lalu kiri dengan bergantian. Gadis itu merasakan punggungnya kaku dan pegal setelah beberapa menit menggosok kamar mandi milik Liam. Ia berdiri dan berkacak pinggang serta menyumpah-nyumpah dalam hati. Bagaimana ia tidak merasa kesal? Liam sengaja ingin menyiksanya kali ini dengan menyuruhnya untuk membersihkan kamar mandi pribadinya. Dan yang lebih membuat Danisa sebal, Liam tidak menyuruhnya secara langsung melainkan lewat Nyonya Giok. Jadi, Liam membuat sebuah skenario seolah-olah itu adalah tugas dari Nyonya Giok. Dan rencana jahat Liam sempurna saat ia berpamitan akan pergi mengunjungi seorang dokter langganan keluarga Hong. Benar-benar licik!

Huh! Danisa menggerutu sendirian saat menyadari pekerjaannya belum selesai. Sikat yang ia gunakan tergeletak di sudut kamar mandi. Tadi ia sempat melemparkan benda itu ke sana karena kesal. Tapi, ia harus mengambilnya kembali mau tidak mau. Ia harus menyelesaikan pekerjaannya sebelum Liam pulang.

"Akhirnya selesai juga," ucap Danisa setelah dua jam kemudian. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar mandi dan memuji hasil kerja kerasnya. Danisa berharap Liam tidak akan mengajukan komplain kali ini meski itu mustahil. Pemuda itu pasti akan mencari-cari alasan untuk memarahi Danisa.

Danisa menepuk-nepuk punggungnya yang penat dengan kepalan tangan kanannya. Ia menutup pintu kamar mandi setelah memastikan tempat itu sudah bersih berkilau. Sikat dan peralatan lain juga sudah menempati posisinya masing-masing.

Ahh...

Danisa melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur milik Liam. Entah karena ia terlalu lelah atau iseng, Danisa tergoda untuk merebahkan punggungnya barang sejenak di sana. Toh, Liam dan Nyonya Giok belum pulang. Ia bisa bersantai sejenak sembari menikmati betapa empuk dan nyamannya tempat tidur milik Liam. Berbeda dengan kasur miliknya yang sudah kempes dan berubah menjadi keras. Terkadang membuat tubuhnya kaku saat bangun pagi. Sprei milik Liam juga lembut, halus, dan wangi. Berbanding terbalik dengan spreinya yang tipis karena umurnya sudah lumayan tua. Motif dan warnanya pun sudah memudar karena terlalu sering dicuci. Pada beberapa bagian ada yang sudah berlubang dan ditambal dengan sobekan kain. Parah. Tapi, memang seperti itulah kehidupan Danisa.

"Danisaaa!!!"

Danisa tergagap dan secara refleks bangkit dari atas tempat tidur. Ia sempat berdiri di depan pintu gerbang mimpi sedetik yang lalu. Tapi, teriakan keras dan panjang itu telah menariknya dengan paksa kembali ke dunia nyata. Gadis itu sempat tertidur beberapa menit saking asyiknya menikmati kenyamanan tempat tidur Liam.

Danisa berdiri tegang dan menundukkan wajahnya di hadapan Nyonya Giok yang masih menggenggam pegangan kursi roda Liam. Sedangkan pemuda itu tampak menatap Danisa dengan pandangan angker.

"Apa-apaan kamu, Danisa?!" seru Nyonya Giok sampai otot-otot di lehernya mencuat keluar. Wanita itu menyorot tajam ke arah Danisa. Baru kali ini Danisa melihatnya begitu marah.

Gadis itu tak menjawab. Ia memang bersalah. Tertidur di saat bekerja adalah sebuah kesalahan fatal. Apalagi di atas tempat tidur milik Liam. Ini bisa disebut musibah untuknya.

"Maaf," gumam Danisa lirih. Masih menundukkan wajahnya. Tak berani menatap Nyonya Giok dan Liam.

Nyonya Giok mendesah berat. Ia sangat menyesali kelakuan Danisa yang menurutnya sudah melampaui batas.

"Apa pekerjaanmu sudah selesai?" tanya Nyonya Giok kemudian. Meredam amarahnya sendiri. Ia mencoba lebih bersabar menghadapi gadis itu.

"Sudah, Nyonya," sambut Danisa cepat. Ia mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Nyonya Giok. Astaga, jerit gadis itu dalam hati. Liam sedang tersenyum padanya. Bukan senyum manis atau sejenisnya, tapi, sebuah senyum getir yang menghias sudut bibirnya. Seolah menertawakan kesialan yang menimpa Danisa kali ini. Setidaknya jebakannya berhasil membuat Danisa menderita.

"Kalau begitu ikut aku... "

"Biar Danisa di sini." Liam memotong ucapan Nyonya Giok dengan cepat. Sepertinya ia ingin menahan Danisa agar tetap tinggal di kamarnya. "aku masih butuh dia di sini."

"Baiklah." Nyonya Giok akhirnya mengalah. Wanita itu mengundurkan diri dari hadapan Liam dan merelakan Danisa untuk tetap tinggal di sana. "kalau sudah selesai suruh Danisa untuk ke dapur."

Liam mengangkat sebelah tangannya sebagai ganti kata persetujuannya. Sungguh, ia tampak angkuh saat melakukannya. Bukan sebuah perbuatan yang masuk dalam kategori sopan. Pemuda itu hanya melirik Nyonya Giok sampai ia keluar dan menutup pintu kamar Liam.

Danisa masih terpaku dan menatap gerak gerik Liam dengan pandangan curiga. Pasti ia merencanakan sesuatu yang jahat, batin Danisa.

"Bagaimana kabarmu, Danisa?" tegur Liam seraya menoleh ke arah Danisa. Ia masih sempat melempar senyum pahit pada gadis itu.

"Kabar apaan?" gerutu Danisa setengah mengomel. Lagak Liam yang sok membuatnya kesal.

Liam menderaikan tawa renyah. Penampilan Danisa yang sedang kesal membuatnya ingin tertawa. Ya, kehadiran gadis itu cukup menghibur hatinya yang sedang dilanda kebosanan.

"Kamu masih kuat bekerja di sini?" tegur Liam tanpa basa basi. Seperti biasanya, ia akan melakukan berbagai cara kotor untuk membuat pelayannya tidak betah dan pergi dari rumahnya, tapi, tampaknya sedikit sulit mengusir Danisa. Gadis itu lumayan tangguh dibanding dengan pelayan-pelayannya terdahulu.

Danisa melenguh. Pertanyaan Liam melukai hatinya kali ini. Gadis itu benar-benar tersinggung. Setelah menyuruhnya membersihkan kamar mandi yang luasnya lima kali lipat kamar mandi di rumah Danisa, Liam masih ingin mengerjainya sekali lagi.

"Kamu masih belum puas mengerjaiku?!" seru Danisa meluapkan kekesalan hatinya. Amarahnya sudah naik ke ubun-ubun.

"Siapa yang mengerjaimu?" kilah Liam mengelak. "aku kan cuma bertanya, kenapa marah?" Liam memasang wajah polosnya.

Danisa mengepalkan tangannya seraya menggeram. Liam masih ingin mengelak rupanya? batinnya.

"Kamu sengaja menyuruhku menyikat kamar mandi kan?" cecar Danisa. Ia berkacak pinggang persis di hadapan kursi roda Liam. Sepertinya ia lupa jika Liam adalah majikannya. "aku kecapekan dan ketiduran tadi. Itu semua jebakan kamu, kan?" Danisa menyipitkan kedua matanya menyerupai mata Liam.

Wow! Liam langsung terbahak mendengar tuduhan Danisa. Bahkan Danisa sudah tahu jika ia memang sudah merencanakan semuanya dari awal. Ia memang sengaja menyuruh Danisa untuk membersihkan kamar mandinya melalui Nyonya Giok.

"Ya, kamu memang benar," ucap Liam setelah menyelesaikan tawanya. Namun, masih ada sisa senyum kecut terselubung di bibirnya.

Danisa mendengus kesal. Dugaannya benar dan Liam benar-benar menyebalkan. Sangat menyebalkan! Sampai-sampai membuat Danisa ingin melayangkan tinjunya ke wajah angkuh Liam. Biar ia babak belur dan Yuni tidak lagi menyukai pemuda menyebalkan itu.

"Kamu puas sekarang?" desis Danisa kesal.

"Belum," sahut Liam. "karena aku belum berhasil membuatmu pergi dari sini," tandasnya kemudian. Memamerkan sisi angkuh dalam dirinya.

Benarkah ia seangkuh itu? batin Danisa ragu. Tiba-tiba saja ia ingat kisah tentang masa lalu Liam yang menyedihkan.

"Kenapa kamu masih ngotot juga, sih? Bukannya aku sudah pernah bilang, kalau aku pasti pergi. Beri aku waktu tiga bulan dan sesudah itu aku akan menghilang selamanya dari hidupmu. Jadi, bisakah kita berdamai selama tiga bulan ini?" Danisa menawarkan perdamaian pada Liam tanpa berpikir panjang. Mungkin lebih baik ia menghadapi Liam dengan cara halus, bukan dengan cara kasar yang selama ini ia lakukan.

"Tiga bulan?" Liam mengerutkan dahi. Tampaknya ia mulai mencerna ucapan Danisa. "jadi, umur kontrak kamu tiga bulan?"

Danisa mengangguk lemah. Gadis itu hanya berharap jika Liam tahu tentang kontrak tiga bulannya, pemuda itu akan bersikap lebih baik padanya. Setidaknya ia tidak perlu menyiksa Danisa seperti yang pernah ia lakukan pada pelayan-pelayan terdahulu.

"Bagaimana?" Danisa menunggu jawaban Liam.

"Kalau aku menolak?"

Danisa terperanjat. Ia mengepalkan tinjunya persis di depan wajah Liam karena gerakan refleks. Gadis itu suka tidak sadar saat melakukan sesuatu.

"Wow!" pekik Liam kaget. "jadi, sekarang kamu ingin memaksaku? Kamu masih belum kapok menyikat kamar mandi?" Liam mengancam Danisa dengan pekerjaan yang dibenci gadis itu.

Danisa menarik tinjunya usai mendengar ancaman Liam dengan gerakan cepat. Ia baru saja melakukan kesalahan untuk ke sekian kalinya.

"Buatkan aku jus strawberry dan aku akan memikirkan penawaranmu," ucap Liam beberapa detik kemudian. Tak ada senyum kecut menghias bibirnya. Ia tampak tenang dan serius. Seperti bukan Liam yang biasanya.

"Baiklah," jawab Danisa. Ia melaksanakan perintah Liam setelah menganggukkan kepalanya. Semoga saja itu bukan salah satu bagian rencana jahat Liam, batinnya penuh harap.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top