#7

"Kamu sudah lama bekerja di sini?" tanya Danisa pada Yuni, pelayan yang biasa kebagian tugas bersih-bersih rumah keluarga Hong. Gadis itu beberapa tahun lebih tua dari Danisa, tapi, memiliki perawakan sedikit pendek. Berkulit kuning dan rambutnya selalu dikepang dua. Ia lumayan cantik dan memiliki tubuh yang ramping.

"Belum lama, sekitar tiga bulan," jawab Yuni. Gadis itu sedang sibuk mengelap jendela kaca di ruang tamu. Sedang Danisa ikut membantu menyapu karena Liam tidak suka ditemani olehnya dan lebih suka sendiri. Jadi, ia ikut membantu siapapun yang membutuhkan bantuannya seperti perintah Nyonya Giok.

"Kudengar banyak pelayan yang keluar masuk rumah ini," pancing Danisa bermaksud mengorek informasi dari gadis itu. Karena informasi dari Bik Nah perlu diperkuat dari pihak lain.

"Iya, itu benar," sahut Yuni. "mereka semua nggak tahan dengan sikap Koko Liam yang jahat. Kamu tahu nggak, menurut berita yang kudengar Koko Liam sengaja menjebak mereka agar keluar dari rumah ini," papar Yuni dengan suara pelan setelah terlebih dahulu memastikan tidak ada seorangpun yang berada di area itu dan bisa menangkap percakapan mereka berdua.

"Benarkah?" Rupanya pancingan Danisa berhasil. "apa Liam sejahat itu? Tapi, kenapa dia mengusir pelayan-pelayan itu?" Pertanyaan Danisa seperti sangat mendesak dan perlu jawaban secepatnya.

"Karena dia membenci semua orang di rumah ini. Siapapun," ungkap Yuni masih dengan suara lirih. Wajahnya dibuat sedemikian rupa untuk mempertegas kalimatnya. "termasuk para pelayan di rumah ini," imbuhnya lagi.

Wow, decak Danisa dalam hati. Jadi, masa lalu Liam begitu mempengaruhi sikapnya sekarang. Terlebih lagi setelah kecelakaan yang membuatnya tidak bisa berjalan lagi.

"Kasihan para pelayan yang nggak bersalah itu," gumam Danisa simpati.

"Bukan itu saja, sepertinya dia ingin membalas dendam pada semua orang," bisik Yuni lagi. Gadis itu tampak bersemangat menceritakan tentang Liam. Bahkan ia sudah menghentikan pekerjaannya sejak tadi. Danisa juga. "dia ingin kita semua menderita."

"Hah?" Danisa mengangakan mulutnya mendengar ucapan Yuni. Setengah tak percaya. Bisa saja ia melebihkan ceritanya bukan? "kenapa dia ingin kita semua menderita?" pancing Danisa kembali.

"Karena kisah hidupnya sangat menyedihkan," bisik Yuni. "dia pernah mencoba bunuh diri karena nggak direstui menikah dengan kekasihnya. Dia menabrakkan mobilnya dan hampir meninggal. Itulah sebabnya kaki Koko Liam lumpuh," paparnya kemudian masih seraya berbisik.

Ya, Bik Nah pernah mengatakan hal itu. Ternyata kisah tentang Koko Liam sudah diketahui semua orang, batin Danisa sembari manggut-manggut.

"Oh, jadi, seperti itu?" gumam Danisa menanggapi cerita Yuni.

"Tapi, jika dilihat-lihat sebenarnya Koko Liam itu ganteng juga," ucap Yuni tiba-tiba. Ia tampak cengar-cengir sendirian. Senyum malu-malu menghias bibir merah jambunya. Pipinya juga sama, bersemu merah. Layaknya seorang yang sedang jatuh cinta. Padahal semenit yang lalu ia menjelek-jelekkan pemuda itu, tapi sekarang? Fiuh!

Danisa melongo menatap rekan seprofesinya dengan tatapan takjub.

"Kamu menyukai Koko Liam?" tanya Danisa hanya ingin memastikan kecurigaannya.

Yuni menyambutnya dengan anggukan malu-malu. Gadis itu benar-benar aneh dan Danisa hanya bisa terheran-heran dalam hatinya.

"Dia itu ganteng, Nis," ucap Yuni masih dengan gaya malu-malu. "andai saja dia nggak angkuh seperti itu... "

"Ngawur kamu!" olok Danisa memotong khayalan Yuni yang sudah sebatas atap tingginya.

"Namanya juga berkhayal," celutuk Yuni menimpali. Disambut pecahan tawa Danisa dan disusul Yuni yang terbahak tidak begitu keras. Mereka harus menahan suara tawanya agar tidak terdengar oleh penghuni lain di rumah itu. Tetapi, mereka terlalu asyik tertawa sampai-sampai tak sadar jika Liam telah berada tak jauh dari tempat mereka bekerja. Pemuda itu menatap marah ke arah keduanya.

"Danisa!" teriak Liam keras. Marah.

Danisa dan Yuni serempak menutup mulut mereka. Canda dan tawa mereka menguap hilang tidak berbekas karena teriakan Liam.

Danisa bergegas menghampiri kursi roda Liam dengan gerakan secepat kilat.

"Kamu mencariku?" tegur Danisa setengah gagap. Ia tak menduga jika Liam akan keluar dari kamar dan mencari dirinya.

"Buatkan aku jus strawberry," suruh Liam. "antar ke kamarku secepatnya."

Danisa seperti kehilangan kesadaran selama durasi dua detik. Gadis itu menganggukkan kepala setelahnya.

"Apa kubilang," bisik Yuni sesudah Liam kembali ke kamarnya tanpa meminta bantuan Danisa. Gadis itu menghampiri Danisa begitu dekat agar bisa berbisik di dekat telinganya. "dia itu hanya mencari alasan agar bisa menyiksamu. Kamu harus berhati-hati, Nis," ucap Yuni memperingatkan temannya.

Danisa mengangguk lemah setelah berhasil mencerna nasihat Yuni. Setidaknya Yuni sudah berbaik hati memperingatkannya.

"Trims, Yun. Aku ke dapur dulu," pamit Danisa sembari menepuk pundak Yuni. Gadis itu bergegas melaksanakan perintah Liam sebelum pemuda itu lebih marah lagi padanya.

Selang sepuluh menit kemudian Danisa menuju ke kamar Liam dengan segelas jus strawberry pesanan Liam di tangannya. Gadis itu mengetuk pintu kamar Liam. Ia masih ingat bagaimana pemuda itu mengomel saat ia masuk ke dalam kamar Liam tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu. Danisa tidak mau mengulangi kesalahan yang sama. Karena kesalahan sekecil apapun bisa berakibat fatal baginya.

"Lama banget," sambut Liam begitu Danisa melangkah ke meja di dekat Liam. Pemuda itu tampak cemberut saat Danisa meletakkkan gelas berisi jus strawberry  di atas meja.

"Maaf," ucap Danisa. Hanya itu yang bisa ia ucapkan untuk meredam emosi pemuda angkuh itu.

Liam tidak merespon permintaan maaf Danisa. Ia meneguk minuman itu dan syukurlah tidak ada masalah. Untungnya tadi Danisa meminta Bik Nah untuk membuatkan jus strawberry untuk Liam, andai saja Danisa sendiri yang membuatnya mungkin pemuda itu sudah melemparkan gelas jus ke atas lantai.

"Ada yang kamu perlukan lagi?" tegur Danisa hati-hati.

"Kenapa? Kamu mau pergi dan bergosip tentangku dengan pelayan-pelayan lain?"

Huh. Danisa terperangah mendapat kecaman dari Liam. Bisa-bisanya ia berkata seperti itu. Padahal Danisa lebih suka mengerjakan pekerjaan lain ketimbang menemani manusia angkuh itu. Bukannya ia ingin bergosip seperti tadi.

"Nggak, bukan seperti itu," kilahnya cepat. Danisa sedikit bingung menjawab tuduhan Liam. Karena ia mulai curiga, mungkin saja ada salah satu percakapannya dengan Yuni yang ditangkap oleh Liam. Bukankah tadi Liam tiba-tiba ada di ruang tamu tanpa sepengetahuan mereka? Bahkan bunyi ban kursi rodanya pun tidak terdengar.

"Memangnya kamu di sini dibayar untuk bergosip?" serang Liam. Ia tampak belum puas menghakimi Danisa.

"Bukan. Bukan seperti itu," sahut Danisa mulai kesal. "aku hanya menawarkan bantuan padamu. Kalau kamu nggak butuh, aku bisa mengerjakan pekerjaan lain," jelasnya kemudian. Dengan intonasi lebih cepat agar Liam tidak bisa memotong kalimatnya.

Tapi, apa yang didapat Danisa hanyalah sebuah senyum getir yang langsung terpasang di bibir Liam. Bibir yang pernah dianggap Danisa seksi. Tapi, gadis itu baru saja membatalkan segala pujian yang pernah ia lontarkan untuk pemuda itu.

"Oh, begitu?" Nada suara Liam benar-benar membuat Danisa kecewa. "memangnya apa yang kalian bicarakan tentangku tadi?" cecar Liam.

Uh. Danisa betul-betul merasa terpojok kali ini. Gadis itu menghela napas dan berpikir tentang jawaban yang akan ia lontarkan pada Liam.

"Nggak ada," jawab Danisa akhirnya. "kami hanya bercanda biasa."

"Jadi, kamu hanya bercanda biasa tadi?" ulang Liam dengan nada sinis. "apa mamaku membayarmu untuk bercanda? Hah?"

Ya, Tuhan! Jari-jemari Danisa mengepal geram. Pemuda di atas kursi roda itu benar-benar menyebalkan. Kalau saja bukan untuk melunasi utangnya pada Nyonya Hong, ia pasti sudah angkat kaki dari rumah itu. Orang miskin selalu tidak punya banyak pilihan.

"Maaf." Akhirnya hanya sepatah kata itu yang mampu keluar dari bibir Danisa. Gadis itu meredam amarahnya perlahan. Lebih baik ia mengalah dan bersabar. Toh, ia hanya perlu menjalani semua ini tiga bulan saja.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top