#6

"Jadi, Koko Liam sengaja menjatuhkan gelas dan menuduhmu yang melakukannya?" Bik Nah mengerutkan dahinya yang memang sudah berkerut meski samar. Wanita itu menghentikan segala aktifitasnya dan menatap ke arah Danisa tajam.

"Benar," sahut Danisa disertai dengan anggukan mantap. "tapi, untungnya Nyonya Giok diam saja. Nggak berkomentar apa-apa. Kedengaran aneh, kan?" celoteh Danisa serius.

"Itu karena Nyonya Giok sudah tahu kelakuan Koko Liam," sahut Bik Nah mengajukan pemikirannya. Ia melanjutkan kembali pekerjaannya memasak sup daging kesukaan Liam. Ia mengatakannya tadi pada Danisa. "dia akan mengerjaimu sampai kamu nggak betah dan pergi dari rumah ini."

"Kenapa? Bukankah akan lebih baik jika ada seseorang yang melayaninya?" tanya Danisa dipenuhi dengan banyak tanda tanya di benaknya.

"Karena dia ingin bersenang-senang," jawab Bik Nah membuat Danisa dobel heran. Gadis itu terperangah sampai mengangakan mulutnya membentuk huruf O.

"Bersenang-senang dengan menyiksa orang lain? Apa dia sakit jiwa?" tanya Danisa antusias. Kini cerita tentang Liam kenapa menjadi sangat menarik buatnya?

"Hush!" Bik Nah menyentak Danisa seraya melambaikan tangannya di depan mulut gadis yang ternyata cerewet itu. "jangan ngomong sembarangan," hardiknya.

"Lalu?" Danisa masih belum menyelesaikan rasa ingin tahunya.

"Itu karena dia bosan saja," ucap Bik Nah. "bukankah akan sangat membosankan seharian berada di dalam kamar, duduk di atas kursi roda, nggak bisa ke mana-mana. Jadi, dia melakukan semua itu karena ingin menghibur diri," ulas Bik Nah yang langsung dipahami Danisa. Gadis itu tampak manggut-manggut mendengar penjelasan Bik Nah.

Menghibur diri? batin Danisa masih bertanya-tanya.

"Sebenarnya kenapa dia bisa lumpuh seperti itu?" Danisa setengah berbisik kali ini. Bik Nah pernah memberitahu Danisa jika Liam mengalami kecelakaan dua tahun yang lalu, tapi, ia belum menceritakan detailnya.

Bik Nah mendesah panjang. Agak sulit baginya menceritakan 'aib' keluarga Hong kepada orang yang baru saja dikenalnya. Tapi, tampaknya Danisa adalah gadis baik-baik dan mungkin saja ia bisa dipercaya.

"Dulu." Akhirnya mulut Bik Nah terbuka juga. "Koko Liam memiliki seorang kekasih. Mereka saling mencintai dan berencana ingin menikah. Tapi, hubungan keduanya nggak direstui Nyonya Hong. Kamu tahu sendiri kan, seperti apa watak Nyonya Hong. Semua orang di keluarga ini memiliki watak keras dan nggak ada satupun yang mau mengalah. Suatu hari, setelah bertengkar dengan mamanya, Koko Liam mengalami kecelakaan. Menurut perkiraan semua orang, Koko Liam berniat bunuh diri dengan menabrakkan mobilnya ke tiang listrik. Koko Liam terluka parah dan kakinya nggak bisa digerakkan sama sekali. Kejadian itu sudah berlalu dua tahun yang lalu, tapi, seperti baru terjadi kemarin," papar Bik Nah panjang. Sepasang matanya tampak berkaca-kaca dan menerawang ke atas. Tampaknya kejadian dua tahun yang lalu masih membekas jelas di benaknya. Wanita itu sudah bekerja di rumah keluarga Hong selama lima tahun, mungkin ia sudah merasa menjadi bagian dari keluarga itu.

Danisa mendengar pemaparan Bik Nah dengan baik dan tanpa menyela sedikitpun. Kisah hidup Liam seperti dalam sebuah kisah film, batinnya. Dan tiba-tiba saja Danisa merasa menjadi bagian dari film tentang Liam meski dirinya hanya sebagai figuran. Ah, gadis itu segera membuang khayalannya jauh-jauh.

"Apa mama Liam nggak memberi restu juga setelah Liam mengalami kecelakaan?" tanya Danisa penasaran.

Bik Nah menggeleng dengan gerakan pelan. Ia mendesah dan masih menerawang ke atas. Seperti sedang mendramatisir cerita tentang Liam.

"Nggak," ucapnya memberi penegasan. "mama Liam masih tetap pada pendiriannya. Bahkan setelah mengetahui Koko Liam lumpuh sekalipun, dia tetap nggak merubah keputusannya."

"Masa, sih? Kok ada orang tua seperti itu? Tega banget," gumam Danisa setengah mengomel. Ia jadi uring-uringan sendiri membayangkan wanita pemilik toko kelontong itu. "lalu bagaimana dengan kekasih Liam?" tanya Danisa masih menyambung pembicaraan di antara mereka.

"Gadis itu sudah menikah sekarang," jawab Bik Nah. Ia menurunkan pandangannya ke arah Danisa. "itulah kenapa Koko Liam berubah menjadi jahat."

"Kasihan," gumam Danisa lirih. "Cik Hong tega banget pada anaknya sendiri."

"Sudah, sudah," ucap Bik Nah mengakhiri perbincangan mereka. Wanita itu telah selesai menyiapkan makan siang untuk Liam di atas nampan. Nasi, sup daging, dan cah brokoli hijau. Juga segelas jus strawberry. Semuanya adalah makanan kesukaan Liam. "kamu antar makanan ini ke kamar Koko Liam sekarang," suruh Bik Nah seraya memberikan nampan makan siang Liam ke tangan Danisa.

"Iya," sahut Danisa bergegas. Gadis itu melangkahkan kaki menuju kamar Liam untuk mengantar makan siang sesuai perintah. Tapi, kemana Nyonya Giok? Ia tak melihat wanita itu sejak tadi.

Danisa mendorong pintu kamar Liam yang tidak terkunci dengan tubuhnya. Karena kedua tangannya sibuk dengan nampan makan siang, jadi, Danisa tak mengetuk pintu kamar Liam sebelum masuk.

Liam tampak tertidur di atas kursi roda dengan sebuah buku di atas pangkuannya. Jadi, ia suka membaca? batin Danisa seraya menatap Liam lekat-lekat usai meletakkan nampan makan siang di atas meja.

Huh! Danisa hanya bisa melenguh saat mengetahui buku yang baru saja dibaca Liam bukanlah buku biasa. Buku itu bertuliskan huruf kanji pada bagian sampulnya. Menyebalkan.

Ternyata, dibalik sikap angkuh dan licik yang dimiliki Liam tersimpan sebuah kisah tersendiri. Pasti beban yang ia tanggung dalam hatinya sangat berat. Liam pasti juga tidak pernah tahu kapan semuanya akan berakhir. Meskipun begitu Liam juga berhak bahagia, bukan?

Argh!

Danisa memukul kepalanya sendiri. Kenapa ia jadi memikirkan Liam terus? Bukankah ia sendiri juga punya masalah? Ayah yang sedang sakit, masalah ekonomi, utang. Kenapa mesti mengurusi masalah orang lain?

Ah. Pandangan mata Danisa tertumbuk pada sepasang kruk yang bersandar pada sudut kamar, persis di sebelah lemari pakaian. Kenapa ia baru sadar jika benda itu sudah ada di sana saat ia masuk ke kamar Liam? Dan kenapa Liam tidak menggunakannya? Setidaknya ia bisa pergi ke mana-mana tanpa bantuan kursi roda itu. Ia juga bisa melatih kakinya, siapa tahu ada keajaiban sehingga ia bisa berjalan lagi. Siapa tahu...

"Kamu di sini?"

Danisa tergagap. Gadis itu menoleh dan mendapati Liam telah membuka matanya.

"Kamu sudah bangun?" Danisa menghampiri kursi roda Liam dan mendorongnya ke depan meja. "aku membawakanmu makan siang. Kamu lapar kan?"

"Kenapa nggak mengetuk pintu?" Suara ketus Liam membuat Danisa menghela napas panjang.

"Aku kan sedang membawa nampan, mana bisa aku mengetuk pintu," kilah Danisa membela diri.

"Aku nggak mau dengar alasan apapun, kamu mengerti? Pokoknya aku nggak suka kamu masuk kamarku sembarangan," tandas Liam memberi peringatan. Ia menatap Danisa dengan gaya arogan.

Ya, ya, aku mengerti. Danisa berucap dalam hati. Pemuda itu masih menyebalkan seperti sebelumnya. Kenapa manusia seperti itu masih diberi kesempatan hidup? keluhnya.

"Kamu nggak dengar ucapanku?" hardik Liam menyentak lamunan Danisa.

"Iya," sahut Danisa akhirnya. Seraya menahan napas dan emosi yang mulai berkecamuk dalam hatinya. Mungkin ia harus diberi sedikit 'pelajaran', batinnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top