#12

"Anda memanggil saya, Nyonya?" tegur Danisa sopan. Gadis itu menghadap Nyonya Giok di sebuah ruangan tertutup mirip ruang baca. Seperangkat sofa berwarna krem tampak menghuni ruangan itu. Sementara sebuah rak yang terbuat dari kayu jati berukuran besar berdiri merapat pada dinding di sebelah kanan dan kiri ruangan, dipenuhi dengan buku-buku tebal. Sebuah potret keluarga berukuran jumbo tergantung di dinding tak jauh dari sebuah jam. Mama, papa, kakak perempuan, dan Liam tampak berpose di dalam foto keluarga itu.

Ruangan itu memang jarang di gunakan semenjak papa Liam meninggal. Dulu papa Liam menghabiskan waktu senggangnya di sana sembari membaca buku. Danisa baru pertama kali mengetahui ada ruangan semacam itu di rumah keluarga Hong. Karena selama ini ruangan itu selalu tertutup dan tidak ada satupun yang diizinkan untuk masuk ke sana.

"Duduklah," suruh Nyonya Giok. Wanita itu telah lebih dulu duduk di atas sofa dan mempersilakan Danisa untuk mengikuti perbuatannya.

Danisa menuruti perintah Nyonya Giok dengan dipenuhi banyak pertanyaan di benaknya. Bukan hal yang biasa jika tiba-tiba Nyonya Giok memanggilnya dan ingin bertemu di ruangan itu. Danisa menatap sekilas ke arah dinding di mana potret keluarga Hong tergantung di sana lalu beralih ke Nyonya Giok dan fokus pada wanita itu.

Nyonya Giok mendehem kecil sebelum memulai percakapan. Seolah-olah ia ingin menghilangkan semua yang mengganjal di tenggorokannya sebelum bicara.

"Sudah berapa lama kamu bekerja di sini?" tanya Nyonya Giok mengawali perbincangan itu. Sepasang matanya menatap lurus ke arah Danisa seolah hendak menginterogasi gadis itu.

Danisa berpikir sebentar. Ia tampak menghitung-hitung.

"Sekitar dua minggu, Nyonya," jawab Danisa setelah berhasil menghitung di dalam pikirannya. Tapi, kenapa Nyonya Giok menanyakan hal itu?

Jawaban Danisa disambut anggukan Nyonya Giok. Wanita itu juga baru saja menghitung di dalam pikirannya. Dan jawabannya sama.

"Sejauh ini apa kamu melihat sesuatu yang nggak beres pada diri Liam?"

Danisa tercengang. Gadis itu belum mampu mencerna maksud pertanyaan Nyonya Giok. Hal yang tidak beres pada Liam? Apa?

Danisa hanya menggeleng pelan.

"Hal yang nggak beres apa, Nyonya?" Danisa memberanikan diri untuk bertanya.

"Selama ini pernah nggak Liam minta bantuan kamu saat naik atau turun dari tempat tidur?"

Pertanyaan Nyonya Giok terdengar janggal di telinga Danisa. Pertanyaannya sederhana, tapi, jika dipikir kembali Nyonya Giok memang beralasan. Selama ini Liam tidak pernah sekalipun meminta bantuan Danisa untuk naik atau turun dari tempat tidur. Bukankah hal itu terlihat aneh mengingat kondisi kaki Liam. Bagaimanapun juga sulit bagi orang seperti Liam untuk melakukannya.

"Nggak, Nyonya," jawab Danisa akhirnya. Seingatnya Liam memang tidak pernah meminta bantuannya. Sekali pun.

Nyonya Giok menghela napas sebelum mengajukan pertanyaan kedua.

"Apa kamu pernah melihatnya naik atau turun dari tempat tidur?"

Danisa menggeleng kali ini. Gadis itu heran mendengar dua pertanyaan yang dilontarkan Nyonya Giok. Karena keduanya hampir sama.

"Sebenarnya ada apa, Nyonya? Kenapa menanyakan hal itu?" Danisa memberanikan diri untuk bertanya. Selain dirundung rasa penasaran, Danisa juga ingin tahu permasalahan yang sebenarnya. Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres dengan Liam.

"Sebenarnya Liam nggak lumpuh," ungkap Nyonya Giok pelan. Dengan tatapan dingin. Wanita itu tampak tidak ingin membuat Danisa terkejut, tapi, gadis itu sudah terlanjur terkejut dengan pemberitahuannya.

"Nggak lumpuh?" ulang Danisa dengan tanda tanya besar di kepalanya. Ia membelalakkan mata dan mengangakan mulutnya.

"Ya," angguk Nyonya Giok. "dia sudah bisa berjalan kembali belum lama ini. Mungkin beberapa saat sebelum kamu bekerja di sini. Tapi, belum ada yang tahu masalah ini. Liam sendiri tampaknya juga ingin merahasiakan soal kakinya. Entah apa maksudnya menyimpan rahasia ini," papar Nyonya Giok mengungkapkan berita besar ini.

"Jadi, selama ini dia membohongi kita semua?" tanya Danisa masih dalam keterkejutannya. "tapi, kenapa dia merahasiakan masalah ini?" Kali ini Danisa menggumam kecil seolah ingin bertanya pada dirinya sendiri.

"Itulah yang harus kita cari tahu," sambung Nyonya Giok. Wanita itu tampak menaruh kepercayaan tinggi pada Danisa meski belum lama mengenalnya. Instingnya mengatakan jika Danisa adalah orang yang bisa dipercaya.

Danisa berusaha berpikir keras untuk mencari jawabannya, tapi buntu. Ia tidak bisa menduga-duga saat ini. Mungkin ia perlu waktu untuk berpikir.

"Kurasa dia menyukaimu, Danisa," ucap Nyonya Giok kembali. Danisa tampak terkejut setengah mati, padahal ia belum sepenuhnya bisa menghilangkan keterkejutannya tadi.

"Menyukai saya, Nyonya?" Danisa menunjuk hidungnya sendiri menggunakan jari telunjuknya.

"Ya."

Danisa tersenyum pahit. Menertawakan dirinya sendiri dan dugaan Nyonya Giok yang menurutnya tidak masuk akal. Selama ini Liam selalu bersikap angkuh dan ingin mengusirnya dari rumah keluarga Hong, bagaimana mungkin ia menyukai Danisa?

"Tapi, bagaimana mungkin, Nyonya," gumam Danisa seperti orang bodoh. Linglung. "dia bersikap jahat dan selalu mencari cara untuk mengusir saya dari rumah ini, Nyonya."

Nyonya Giok tersenyum mendengar ucapan polos Danisa.

"Kamu hanya melihat Liam dari luar," tandas Nyonya Giok kemudian setelah berhasil menghentikan tawanya. "aku sudah mengasuh Liam sejak dia masih kecil. Jadi, aku tahu apa yang sedang dia pikirkan," lanjutnya.

Owh. Danisa mengangguk. Tapi, soal Liam menyukainya, Danisa masih belum bisa percaya hal itu.

"Nggak mungkin, Nyonya." Danisa menggumam sembari menggeleng. "apa yang disukainya dari saya?"

"Entahlah. Hanya Liam yang tahu," jawab Nyonya Giok seraya mengedikkan kedua bahunya. "tapi, aku harap kamu merahasiakan percakapan kita hari ini. Soal kaki Liam biar kita saja yang tahu. Kamu jangan mengatakan hal ini pada siapapun juga, termasuk mama Liam. Juga jangan bergosip dengan para pelayan lain di rumah ini. Karena sekali kamu membuka mulut, semua orang di rumah ini akan tahu termasuk Liam. Kamu paham, Danisa?"

"Ya, Nyonya." Danisa mengangguk mengerti.

"Dan ingat," imbuh Nyonya Giok lagi. "berpura-puralah nggak tahu apa-apa di depan Liam. Jangan bertanya atau mengatakan apapun tentang kakinya," pesannya kemudian.

Sekali lagi Danisa mengangguk. Ia paham sepaham-pahamnya. Ia harus mengunci mulutnya rapat-rapat.

"Baiklah." Nyonya Giok bangkit dari tempat duduknya. "bukankah sudah waktunya kamu pulang?" tanya Nyonya Giok seraya melirik jam dinding yang terpasang di sudut ruangan. Jam sudah menunjuk angka 4. Lebih sepuluh menit.

"Ya, Nyonya. Kalau begitu saya pulang dulu," pamit Danisa ikut-ikutan bangkit dari atas sofa.

"Hati-hati di jalan. Dan besok jangan terlambat datang," pesan Nyonya Giok sambil mengembangkan seulas senyum.

"Iya, Nyonya."

Danisa melangkah keluar dari ruangan itu dengan diikuti pandangan Nyonya Giok yang terus tertuju padanya. Sampai ia menghilang di balik pintu depan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top