Sedih dan Pasrah
"Boleh aku masuk botol kecap?"
Dia bilang apa botol kecap? Sinting sekali ucapan gadis ini. Nizar menahan nafas sebelum dengan tegas ia menolak.
"Maaf nggak bisa." dan dengan sangat yakin Nizar menutup kencang pintu kamar. Mencari gara-gara saja gadis itu.
Siapa dia memanggil pria sukses seperti Nizar botol kecap... Sambil berkacak pinggang Nizar melakukan gerakan tak jelas di dalam kamar. Tatapan sendu itu membuatnya khawatir. Gadis itu terlihat kacau.
Tok.. Tok..
Dor.. Dor..
Bukan hanya ketukan tapi gedoran sekarang bergema dari pintu masuk itu lagi. Nizar melirik seakan tahu siapa pelakunya. Haruskah ia membukanya? Tapi untuk apa? Mendengar kicauan rancu gadis itu? Indikasi pertengkaran sudah dipastikan terjadi.
Dor.. Dor..
"Botol kecap buka!!!" lihat saja suara menyebalkan itu. Nizar harus menyumpal mulut itu dengan sesuatu.
Dor.. Dor..
"Buka botol kecap!!!" Nizar tak kuasa menahan kekesalan. Ia segera membuka pintu. Apa yang akan terjadi, terjadilah. Ia bukan pengecut menghadapi suatu hal. Terlebih kaum lemah nan cengeng macam Alvina.
"Mau anda apa sih?" tegur Nizar tenang saat ia membuka pintu. Wajah Alvina sungguh kacau. Mengerucutkan bibirnya lucu.
"Mau masuk.." Dan dengan seenaknya Alvina mendorong tubuh Nizar, melenggang tanpa dosa ke dalam kamar milik Nizar. Pemilik kamarnya saja belum memberika izin. Nizar melirik lorong sepi. Beruntung kegaduhan yang diperbuat Alvina tidak mengganggu tamu penginapan yang lain.
"Cepat katakan anda mau apa? Saya mau istirahat." ucap Nizar saat pintu sudah ia tutup. Nizar bersandar di daun pintu. Menatap pergerakan tak jelas Alvina.
Seenaknya gadis itu memindai seluruh ruangan. "Wah kamar kamu lebih besar. Semua lengkap, bahkan sofa dan dapur kecil ada juga. Kamu pasti bayar mahal yah.." Racau Alvina. Nizar sedikit mengerti penyebab tingkah aneh Alvina. Aroma wine sempat ia cium saat tadi Alvina mendorong tubuhnya.
Klasik sekali pelampiasan patah hati. Kenapa tidak melampiaskan dengan sesuatu yang berguna! Ia seperti motivator saja.
Nizar tak menjawab ocehan Alvina. Ia terus memperhatikan. Pakaian yang Alvina kenakan masih sama seperti tadi saat ia bertemu di restoran penginapan. Ia masih memakai jaket hangat berwarna cokelat. Dan matanya kembali melebar saat seenaknya Alvina membuka kancing jaketnya.
"Anda mau apa?" merasa panik Nizar sedikit meninggikan suaranya. Nekat sekali gadis ini.
"Buka jaketlah. Aku kan mau istirahat." terlanjur Nizar bertanya. Alvina sudah membuka jaket itu, melemparkan sembarang. Memperlihatkan pakaian santai yang melekat di tubuhnya. T-shirt lengan panjang berwarna baby pink sangat cocok di wajah Alvina. Dia seperti gadis manis yang sangat lugu.
Nizar cepat-cepat menggeleng karena baru saja memuji tingkah gadis aneh di hadapannya. Jelas-jelas gadis ini sedang mabuk. Suatu perbuata buang waktu bagi Nizar.
"Anda punya kamar sendiri." ucapan Nizar dianggap angin lalu. Alvina merangkak naik ke tempat tidur.
"Sebentar saja.." Ucap lemah Alvina sambil menggulingkan tubuhnya ke sana ke mari. Nizar yang melihat merasa jengah. Sedang apa gadis itu? Biarkan sajalah. Dispensasi buat penderita cinta. Siapa tahu ia mendapat pahala.
Berusaha menetralkan pacu jantungnya, Nizar berjalan pelan ke arah sofa di mana tablet dan beberapa berkas pekerjaan masih berantakan di sana. Ia merapikan bekas piring dan gelas agar tidak mengangggu konsentrasinya bekerja. Sementara Alvina, biarkan saja ia bertingkah aneh di kasur. Toh tidak berpengaruh.
"Hei botol kecap.." Nizar salah, jelas Alvina mengganggu. Lihat saja sekarang! Gadis itu ingin mengajak dirinya berdebat.
"Saya punya nama." jawab Nizar berpura-pura fokus menatap tablet.
"Iya sih kalo sekarang kamu mirip botol mayonnaise.. Ganti kostum warna putih sih.." dan suara cekikikan Alvina sungguh merusak mood Nizar.
Nizar kembali fokus dengan tablet-nya. Kali ini ia benar-benar menggulirkan layar untuk kembali fokus bekerja.
"Mas Nizar.." Suara Alvina kembali menganggu konsentrasi Nizar. Kali ini sangat menganggu karena Alvina memanggil namanya dengan sangat spesial, memakai awalan mas. Mendadak kebahagiaan meresap di hati Nizar. Alvina memanggilnya lembut sekali. Nizar merasa tersentuh dan itu sangat spesial.
"Kenapa semua pria sama saja. Kamu tahu mantan tunanganku sudah menikah dihari yang sama saat kita memilih tanggal, harusnya hari itu kami menikah. Tapi dia menikah dengan wanita laiiin..." Nizar tak juga menatap penampakan Alvina di tempat tidurnya. Menyaksikan seorang lawan jenisnya bergelinjangan di tempat tidur dirasa bukan pilihan yang bijak untuk dilakukan. Nizar pria normal, ia takut terpancing.
"Kenapa Mas Nizar?" lagi-lagi hati Nizar merasa tersentuh karena panggilan itu. Ingin rasanya ia menyumpal bibir manis Alvina dengan..
Bantal.. Ya, dengan bantal agar kebisingan ini cepat berlalu. Mungkin juga kegelisahan Nizar cepat sirna. Haruskah wajah Alvina ia bungkam dengan bantal?
"Kenapa dia cepat melangkah?" isakan pilu didengar Nizar acuh. Ia paling benci konflik sakit hati seperti ini. Picisan dan membuang waktu.
"Jawab Mas Nizar!" perintah mirip rengekan Alvina yang diduga Nizar masih melakukan aksi guling-gulingan alay di kasurnya sungguh membuat hatinya resah. Suara goyangan ranjang terdengar. Sialan, batin Nizar. Kenapa ia memikirkan ranjang bergoyang. Terkutuk kau Alvina. Sekarangkah saatnya ia membekap wajah Alvina dengan bantal? Tapi kasihan.
"Kenapa dia cepat melangkah Mas Nizar?" lirih sekali suara Alvina. Nizar seperti tersihir untuk menjawab
"Melangkah bukan berarti melupakan. Bisa jadi dia mencoba hidup lebih baik." jawab Nizar asal.
"Tetapi kenapa cepat sekali?" rengek Alvina manja. Nizar menggeleng kesal.
Bukan urusannya pria itu menikah cepat. Memangnya dia petugas KUA setempat. Mungkin juga si pria itu sayang buang uang, sudah terlanjur cetak undangan, biaya catering, pelaminan, baju pengantin, biaya dokumentasi sampai renovasi kamar pengantin itukan tidak sedikit dan dipastikan sudah dari jauh hari dipersiapkan calon mempelai.
Daripada terbuang sia-sia. Lebih baik mencari calon pengantin baru. Urusan cinta itu belakangan. Yang penting kerugian tidak terlalu signifikan. Ah kenapa Nizar jadi menguras berbagai kemungkinan?
Ini semua karena Alvina bertanya kenapa..
"Saya tidak tahu dan tak mau tahu." ucap Nizar ketus.
"Kamu kenapa jadi pria kalau bicara selalu terus terang sih?" suara lembut manja Alvina kembali memecah berbagai prediksi kenapa versi Nizar.
Kali ini Nizar berani menatap penampakan Alvina di tempat tidurnya. Menahan nafas sabar ia berusaha tak terpancing. Si gadis patah hati itu sedang tengkurap menatapnya. Posisinya menguasai tempat tidur, dua bantal sudah berserakan di bawah, dan tas slempang yang ia pakai juga sudah jatuh di bawah. Anehnya ia belum melepas sepatu sport yang masih utuh di ujung kakinya. Lecak dan tak karuan berantakan adalah kondisi terkini tempat tidur itu.
Ingin sekali Nizar meluapkan emosi, tetapi menatap wajah sendu Alvina urung ia lakukan. Gadis itu setengah sadar berulah seperti ini. Jadi memaafkan adalah jalan terbaik.
"Hei jawab pertanyaanku! Kenapa kamu sedikit ketus sama aku?"
"Saya terbiasa berkata jujur. Daripada dipendam. Memangnya saya paku." entah Nizar ingin bercanda atau memang jujur. Alvina terkikik berusaha menghormati jawaban Nizar. Gadis itu kembali memutar tubuhnya tak jelas. Nizar menggeleng dan dengan keberaniaan ia berdiri menghampiri Alvina. Sudah cukup kesabarannya ia tahan. Ia berhak untuk menyelesaikan semuanya. Ini wilayahnya.
"Ayo cepat balik ke kamar. Saya mau tidur." Nizar menarik paksa lengan Alvina.
"Nggak mau kamar kamu lebih besar." tolak Alvina merengek. Ia menggulingkan tubuhnya dan menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. Mirip anak kecil manja.
"Kamu tidur di sofa aja sana!" usir Alvina tak tahu malu. Sungguh Nizar ingin sekali merekam tingkah menggelikan Alvina saat ini. Ia mirip dadar gulung. Seperti apa reaksi Alvina saat kesadaraan kembali dan menonton tingkah konyol yang sekarang sedang ia peragakan?
Pencitraan yang ia pupuk luntur karena tingkah konyol saat sedang mabuk. Nizar ingin sekali merekam, tetapi sekali lagi ia berfikir, untuk apa? Sia-sia dan tak guna bahkan tak ada manfaatnya.
Tetapi mengabadikan tubuh Alvina beserta aset gundukannya adalah sesuatu hal yang langka bisa ia dapat. Berhenti berfikir picik Nizar!!! Anda pria yang selalu menjunjung tinggi waktu berharga. Ini pemborosan waktu yang tak guna.
"Saya kasih waktu satu jam dari sekarang. Setelah itu pindah ke kamar sendiri. Saya tidak bisa tidur di sofa. Kaki saya akan tertekuk dan dipastikan tidur saya tidak nyaman. Ini bisa mengganggu kualitas tidur saya. Dan berakibat keesokan harinya tubuh saya pegal-pegal dan merusak konsentrasi." Sayang serentetan alasan Nizar tak didengar Alvina. Gadis itu sudah memejamkan mata. Nizar menggeleng tak percaya.
Gadis labil, semua karena patah hati. Beruntung Alvina menghampirinya. Bayangkan jika ia menghampiri orang tak dikenal? Dengan kondisi tubuh molek milik Alvina dipastikan nasib naas bisa saja terjadi.
Sesuai waktu yang sudah ia janjikan, satu jam setelahnya Nizar kembali beranjak berdiri dari sofa. Mengambil tas milik Alvina dan dengan pelan membuka selimut yang menyelimuti tubuh Alvina. Gadis itu sudah tidur lelap. Ada buliran air mata turun dari mata Alvina. Nizar tahu rintihan itu sempat ia dengar. Berusaha tak terpancing iba, Nizar menatap bagian tubuh lain.
Sialnya matanya dengan kurang ajar langsung menatap bagian dada Alvina yang kembang kempis menikmati tidur. Jiwa primitifnya bergejolak, seperti apa rasanya jika tangan ini bertengger di sana? Gesekannya saja kemarin masih bisa ia rasakan reaksi pada tubuhnya.
"Hfff..." Nizar menarik nafas parau. Sungguh ini godaan setelah sekian lama ia tahan dan bisa ia halau.
"Botol kecap.." dan suara meracau Alvina kembali mengajaknya ke dunia nyata.
"Dasar sinting.." geram Nizar lalu menepuk lengan Alvina. "Hei ayo pindah ke kamar sendiri." suruh Nizar.
Dengan pelan tetapi syarat paksaan tangan Nizar menarik tangan Alvina agar duduk lalu berdiri. Alvina duduk setengah sadar. Ia hanya menggumam tidak jelas. "Sudah malam yah?" tanyanya polos masih memejamkan mata.
"Iya, ayo pindah! Mana keycard kamar anda?"
"Di tasku." Nizar sempat membuka tas itu dan mengambil keycard. Lalu menggandeng Alvina tenang keluar kamar. Jangan dipikir ia akan menggendong seperti kebanyakan pria. Tubuh Alvina cukup berat dan demi menghindari syaraf kejepit pada pinggangnya lebih baik dengan cara ini. Lagipula Alvina menuruti ajakan tangannya. Ia sengaja tidak menutup pintu kamar. Jarak kamar mereka bersebelahan.
Penuh kesabaran Nizar membuka pintu, menghidupkan semua akses listrik dengan keycard lalu kembali menggandeng Alvina yang tampak polos bersandar di dinding sementara Nizar menyiapkan segala sesuatunya untuk Alvina. Kiamat mungkin sudah dekat, lihat saja tingkah Nizar yang aneh ini. Semua demi gadis aneh ini.
"Ayo tidur, buka sepatu agar lebih nyaman." Alvina langsung merebahkan diri lagi dan tak malu- malu memejamkan mata.
"Bukain!" perintah manja Alvina. Nizar seperti tersihir menuruti perintah Alvina. Ia lalu menyelimuti tubuh Alvina yang sudah terpejam kembali masuk ke dalam dunia mimpi.
"Selamat menempuh hidup baru Dimas." ucap Alvina dalam tidurnya. Nizar diam memperhatikan wajah Alvina. Gadis malang yang sedang menikmati patah hati seorang diri.
Nizar mendekati tubuh Alvina, membungkuk ke wajah Alvina. Mengusap pelan rambut berantakan itu. Ia tersenyum sekilas, kecantikan tidak menjamin kebahagiaan. Semoga kebahagiaan selalu ada untuk dia. Doa Nizar dalam hati.
Perlahan ia menjauh menutup pintu kamar Alvina dengan pelan.
"Ah andai gue masih muda udah gue remes itu gundukan." ucap Nizar di dalam kamar. Ia memperhatikan keadaan tempat tidur yang berantakan akibat ulah Alvina. Sambil tersenyum Nizar mengangkat bantal yang dijatuhkan Alvina.
Matanya terfokus pada satu penampakan. "Jaketnya tertinggal?" Nizar memegang jaket berwarna cokelat itu, menghirup aroma Alvina di sana. Jika dikembalikan Alvina pasti akan bingung? Kenapa bisa barang miliknya tertinggal di kamar. Jika dijelaskan, kemungkinan besar gadis itu tidak akan percaya.
Nizar merebahkan dirinya sambil terus merengkuk jaket milik Alvina. Sebaiknya ia simpan saja jaket ini, sampai sipemilik sadar.
"Sesuai informasi Atika dia gadis yang lemah lembut dan dewasa, kenapa yang aku lihat dia gadis manja menyebalkan?"
Nizar memejamkan mata, mengucap pelan lalu tersenyum tak jelas mengingat sesuatu. "Mas Nizar?"
***
Tbc
Kamis, 24-11-16
Mounalizza
Hari ini sampai di sini.. haahah
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top