1. Dimas sadar
Happy reading
Love yeahhh
***
San san kembali hampir tertidur namun dia segera membuka matanya lagi, sengaja membuka lebar agar dia tidak mengantuk. Ambar belum sampai sehingga dia belum bisa bergantian dengan siapapun untuk menjaga Dimas.
Pintu ruangan terbuka, San san menoleh dan tersenyum pada Kris yang datang membawa makanan untuknya.
"Maaf lama," ucap Kris mencium kening San san.
"Tak apa, kamu pasti capek kan." San san menyandarkan tubuhnya ke Kris yang telah duduk di sebelahnya.
Mereka berdua kemudian menatap dimas, anak mereka yang baru saja kecelakaan dan harus di rawat di rumah sakit. Kondisinya cukup stabil tapi masih belum bisa dikategorikan aman. Pasalnya, secara medis kondisinya tidak gawat tetapi nyatanya saat bangun dia sering hanya diam dan kemudian kembali tertidur.
Luka di kakinya juga tidak begitu parah hingga menyebabkan kelumpuhan, namun memang memerlukan perawatan agar kembali sehat.
"Kamu makan ya?" ucap Kris sambil mengusap lengan San san.
San san mengangguk lemah. Dia mengulurkan tangannya mengambil bungkusan yang dibawa Kris lalu membukanya.
San san tersenyum lalu menoleh dan mencium bibir Kris.
"Terima kasih ya," ucap San san sambil tersenyum. Pasalnya Kris membawakannya makanan yang sangat disukainya, ayam bumbu dan jelas ini adalah hasil masakan Kris.
"Enak," puji San san. Meski rasanya tidak seenak yang dijual di rumah makan atau restaurant, tapi san san selalu lebih menyukai masakan Kris yang belajar memasak saat San san hamil anak kedua mereka dan terus memasak untuk san san yang saat itu terpuruk karena keguguran.
"Maaa" suara Dimas yang parau terdengar oleh mereka dan dengan segera San san menghentikan makannya. Dia dan Kris langsung menghampiri Dimas.
"Dimas, sayang, kamu___kamu sadar nak?" tanya San san haru pasalnya sejak sadar, baru kali ini Dimas mengeluarkan suaranya.
"Ma, pa" ucap Dimas mengenggeser sedikit kepalanya untuk melihat orangtuanya.
"Mama panggil dokter ya," ucap San san menekan tombol berulangkali sambil menahan tangisnya. Dia terlalu gembira.
"Ada yang sakit?" tanya Kris.
Dimas menggelengkan kepalanya pelan.
"Silva mana ma? Pa?" tanyanya sambil mengernyit menahan sakit.
"Silva?"
Dimas membuka mata lalu menatap mamanya, "Iya silva, istri Dimas ma. Dimana ma?"
San san dan Kris saling menatap bingung lalu kembali menatap dimas.
"Silva___silva___" san san bingung harus menjawab apa.
Kris mendekatkan bibirnya ke telinga San san. "Biar aku yang urus," bisiknya membuat San san kembali menatap suaminya lalu mengangguk.
Pintu terbuka, dokter masuk ke ruangan.
San san bersyukur, setidaknya, dia jadi memiliki waktu untuk mencerna apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukannya.
***
3 tahun lalu...
San san sedang menyiapkan sarapan. Hari ini, anak lelaki paling kecil dan paling manjanya, Dimas, akan pergi study tour. Dia juga sudah menyiapkan berbagai bekal makanan untuk Dimas.
"astaga, Dimas!" pekik San san saat Dimas memeluknya dari belakang.
"Mama cantik lagi buat apa?" tanya Dimas.
San san tertawa. "Mama lagi buat roti bakar buat sarapan. Kamu mau kan?"
"Mau dong. Apa aja yang mama masak pasti enak" ucap Dimas mencium pipi San san lalu beranjak ke meja makan.
San san menggelengkan kepalanya. Kalau Dimas terus semanja itu, kapan dia akan belajar dewasa. San san memiliki enam anak dan hanya Dimas dan Eve yang manja padanya, dan jelas, Dimas yang paling manja. Sangat berbeda sekali dengan Fahrani yang justru pendiam sama seperti Erick.
"Kamu baca apa Dek?" tanya Dimas pada Fahrani.
Fahrani menggeser bola matanya hingga bertatapan mata dengan Dimas lalu kembali membaca bukunya.
"Buku IPS. Kan ada judulnya di sampul."
Dimas memajukan bibirnya. Susah beramah tamah dengan orang yang ketus, batinnya. Heran, lelaki seperti apa yang nanti mau dengan Fahrani. Cantik memang, sangat mirip dengan San san. Tapi pendiam, ketus dan kutu buku. Perpaudan yang benar-benar tidak bagus.
"Nih, sudah siap" ucap San san menyajikan Roti itu untuk Dimas dan Fahrani.
"Rumah sepi ya Ma. Papa kapan pulang? Maunya kalau kak Brandon lagi tugas, kak Eve ke sini aja. Kan seru."
San san tersenyum, memang benar, dia juga merindukan Eve. Tapi Eve memang tidak berani datang karena takut aska akan kembali sedih. Seperti pagi ini saja, aska masih di kamar. Aska masih belum sepenuhnya pulih jadi belum bisa dikondisikan untuk bertemu dengan Eve.
"Dimas liburan semester nanti mau ke tempat kak Eve ah, enak."
"Sayang, kakak kamu kan sekarang sudah menikah. Jangan manja lagi dong dengan kakaknya."
"Kan nikahnya sama kak brandon, kakak dimas juga. Nggak apa apa dong."
San san hanya tersenyum. Dia akan selalu kalah jika harus berhadapan dengan Eve dan Dimas. Tidak bisa dipungkiri kedekatan mereka lebih dibanding anak yang lain yang sibuk memendam semua masalah mereka sendiri.
"Kak, aku udah siap. Ayo" ucap Fahrani sudah berdiri.
"Kakak belum Dek. Kan masih jam segini, masih belum telat. Kakak nanti mau pergi jauh jadi harus habis sarapannya."
Fahrani kembali duduk dengan tatapan kesal.
***
Dimas yang duduk di sebelah Egan sesekali melirik ke Silva. Gadis manis yang disukainya. Tapi dia tidak berani mendekati Silva karena Silva sedang berpacaran dengan Betrand. Padahal Silva cantik, tapi kenapa dia mau berpacaran dengan Betrand?
"Lo suka kan sama dia?"
Dimas terkaget dengan pertanyaan Egan.
"Enggak ah" elak Dimas.
"Iya juga nggak apa-apa. Tandanya lo normal. Sejauh ini gue lihat lo nggak pernah serius sama cewek, maksudnya benar-benar suka. Pacaran dua kali main-main doang kan lo"
"Emang lo kalau pacaran, serius?"
"Bukan itu maksudnya. Lo asal status doang habis itu cuek. Kalau gue kan masih ada ngajak jalan, ciuman, ml" Egan tersenyum tidak tahu malu.
"Ah, brengsek lo. Nyesal gue nanya sama lo!"
Dimas mengeluarkan makanan ringan yang dibekalkan San san, mengabaikan segala ocehan Egan. Kalau tau Silva naik di bus yang sama, dia pasti memilih yang paling tepi bukan yang di dekat jendela.
Menempuh perjalanan setengah hari akhirnya mereka sampai ke penginapan. Tentu saja, satu kamar terdiri dari beberapa orang yang bisa dipilih pribadi sehingga Dimas sekamar dengan Egan, Beny dan Gerby.
"Eh, lo semua mau berenang nggak? Adem loh" ucap April yang langsung masuk ke dalam kamar mereka tanpa permisi.
Dimas yang baru keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit pinggangnya mendengus kesal. "Kebiasaan lo Pril!" ucapnya sinis.
"Halah, kenapa? Lo telanjang juga gue biasa aja. Mau berenang nggak?"
"Gue mau deh. Nggak ada kegiatan malam juga kan kita kan?" ucap Beny.
"Gue enggak deh" ucap Dimas yang sedang memakai pakaiannya di sudut yang kamar agar tidak terlihat oleh April yang masih di depan pintu.
"Nggak asik lo, Dim!" ucap April ketus lalu keluar dari kamar dengan membanting pintu.
"Ah, lo sih Dim. Tau sendiri April orangnya gimana kan?"
"Ya tapi Gan___"
"Udah ah, kalo lo nggak mau berenang kan bisa duduk duduk aja sambil ngapain gitu di sana!" ucap Beny.
Dimas menggaruk kepalanya lalu akhirnya mengangguk.
NB
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top