PROLOG
"Lo udah gila?" Siska berteriak hingga membuat Kanaya hampir terkena serangan jantung.
Wanita di depannya ini sudah seperti singa yang baru saja dibangunkan ketika sedang marah. Membuat Kanaya sedikit menyesal telah memberitahukan masalahnya.
Kanaya memutar bola matanya ke sekeliling ruangan. Dia merasa malu sekaligus kesal dengan sahabatnya ini.
Siska baru saja berteriak dengan sangat keras ketika mereka sedang berada di salah satu kafe di mall.
"Lo bisa nggak sih, jangan teriak-teriak gitu. Malu tau."
"Bodo!"
Siska menatap wajah Kanaya dengan tatapan ingin membunuh, membuat gadis berambut keriting alami tersebut hampir tersedak minumannya.
"Lo, bener-bener udah gila!" Siska ingin rasanya berteriak dengan sangat keras dan membenturkan kepala cantik Kanaya yang sedang duduk santai sambil menyeruput jus alpukat kesukaannya.
"Trus gue harus ngapain?" tanya Kanaya santai sambil menarik napas panjang.
Siska benar-benar tidak mengerti dengan sahabatnya ini. Kira-kira sepuluh menit yang lalu dia diberi tahu jika Kanaya– sahabatnya ini sedang hamil lima minggu. Namun, Kanaya malah terlihat santai tanpa beban sama sekali.
Oke. Untuk lebih jelasnya. Kanaya itu belum menikah dan sekarang sedang hamil. Normalnya sebagai wanita yang hamil di luar nikah, dia akan frustrasi atau bahkan terlihat depresi. Namun, sepertinya itu tidak berlaku untuk Kanaya.
"Trus sekarang apa yang akan lo lakuin?" tanya Siska setelah berhasil mengontrol emosinya.
"Yang jelas gue bakal ngelahirin anak ini," jawab Kanaya enteng seperti tanpa dosa.
"Lo bener-bener udah gila!" geram Siska.
Oke. Siska sudah mengucapkan kalimat tersebut tiga kali dan sahabatnya itu, sebentar lagi mungkin akan mendapatkan piring cantik. Kanaya bisa melihat bagaimana Siska sangat terkejut dan bahkan lebih terlihat frustrasi daripada dirinya sendiri.
"Kok lo yang pusing sih, kan yang hamil itu gue," ucap Kanaya masih dengan sikap santai.
Siska menggerling tidak mengerti dengan jalan pikiran Kanaya. Oh my God.
"Trus lo bakalan nyuruh gue buat bunuh anak ini, gitu?" tanya Naya yang masih bisa melihat bagaimana frustrasinya Siska.
Siska semakin melotot. "Nay, please deh. Ini bukan masalah lo hamil trus lahiran dan semua beres." Siska mencoba memberikan penjelasan bahwa hamil itu tidak mudah, apalagi tanpa suami.
"Trus? Maksud lo?"
Demi Tuhan. Siska benar-benar ingin menenggelamkan kepala Naya ke dasar laut selatan, supaya otaknya itu bisa sedikit pintar.
"Ya lo, kudu minta tanggung jawab dari laki-laki yang udah hamilin lo!" balas Siska dengan suara tertahan. Ingin rasanya dia berteriak saat ini jika mereka tidak sedang berada di tempat umum. Dia masih waras untuk tidak menyebarkan aib sahabatnya sendiri.
"Gue nggak sudi."
Singkat. Padat. Jelas. Cukup membuat mulut Siska terbuka lebar. What the hell. Baru kali ini dia mendengar seorang wanita yang hamil di luar nikah tidak mau meminta pertanggungjawaban pada orang yang sudah menghamilinya. Dan wanita gila itu adalah sahabatnya sendiri, Kanaya Sumitra.
"Lo bener-bener udah gila!"
"Tau nggak, lo udah bilang empat kali kalau gue itu gila. Dan selamat Anda mendapatkan sebuah piring cantik." Kanaya tersenyum jahil sambil bertepuk tangan.
Siska benar-benar sudah tidak tahu, bagaimana lagi harus berbicara pada Naya. Berbicara dengan wanita di depannya ini, membuat wanita bertubuh mungil tersebut kehabisan tenaga. Dia kemudian meneguk setengah dari jus mangga di depannya.
Setelah emosinya sedikit mereda, Siska berkata lagi, "Sekarang lo bilang, siapa laki-laki yang udah buat lo bunting?" Sorot mata Siska penuh dengan keseriusan.
"Anji."
Satu kata tapi mampu membuat tenaga Siska habis terkuras. Wanita bertubuh mungil tersebut lemas seketika.
Matanya melirik Naya. "Lo yakin?"
Kanaya menarik napas sebelum mengangguk dengan yakin.
Demi Meikarta yang entah kapan akan selesai setelah Siska sudah menabung untuk pindah ke sana. Wanita itu benar-benar tidak mengerti. Kenapa harus Anji? Dari sekian juta laki-laki kenapa harus laki-laki penebar benih itu, yang gonta-ganti cewek sudah seperti ganti sempak setiap hari.
"Lo kenapa?" tanya Naya yang terlihat cemas setelah menatap perubahan wajah Siska. Dia menelan ludah karena Siska tidak berbicara lagi setelah, mendengar nama Anji Satya Wiraguna.
"Kenapa mesti Anji?" Suara Siska terdengar sedih. Naya jadi serba salah. Apakah Siska menyukai Anji?
"Lo suka sama Anji?"
Siska langsung melotot garang. "Kenapa dari semua laki-laki, musti harus Anji?" Suara Siska penuh dengan tekanan tertahan.
"Kenapa musti bajingan brengsek yang sampai mati pun gue nggak rela lo jadi tempat pembuangan benihnya." Siska benar-benar dibuat frustrasi. Harusnya cerita tentang hamil diluar nikah itu bakalan sedih sampai bikin nangis darah, bukan seperti ini. Melihat wajah Naya yang tampak biasa saja. Semringah dan tanpa beban.
"Tapi, buktinya benih itu ada di rahim gue." Naya nyengir setelah mengucapkan kalimat tersebut.
Oke. Kali ini Siska bakalan serius. Dia tidak ingin main-main lagi. Karena sepertinya dia akan ikut menjadi gila.
"Bajingan itu udah tahu kalau lo hamil?"
Naya menggeleng.
"Lo nggak beritahu dia?"
Naya kembali menggeleng.
Oh Ghosh.
"Naya!" Siska menutup wajahnya untuk beberapa saat, sebelum bicara lagi, "Seharusnya lo bilang supaya bajingan itu mau tanggung jawab!"
"Kalau dia nggak mau. Apa lo mau laporin ke polisi?" tanya Naya yang tidak melihat respon Siska.
"Oh hell. Gue sama dia itu ngelakuin atas dasar suka sama suka dan tidak ada paksaan. Jadi, lupakan pikiran lo tentang mau laporin dia. Gue ogah ribet."
Demi dewa. Siska sudah kehilangan akal. Dia akhirnya hanya diam sambil terus menarik napas panjang dan membuangnya melalui mulut.
"Trus sekarang rencana lo apa?" tanya Siska setelah dia benar-benar tenang dan bisa berbicara.
"Gue akan melahirkan anak ini dan membesarkannya sendiri."
Siska dapat melihat kilauan kebahagiaan ketika Naya mengucapkan kalimat tersebut sambil mengusap perutnya yang masih rata.
"Lo yakin? Nggak mau nyoba buat bilang sama Anji?" Suara Siska sedikit merendah.
Naya dengan mantap menggeleng. "Gue udah dewasa dan gue harus bertanggung jawab atas apa yang telah gue perbuat. Anak ini nggak salah. Gue yang salah dan gue nggak mau nanggung dosa lagi buat ngebunuh anak ini. Dan Anji, dia nggak perlu tahu. Cukup lo dan gue yang tahu. Oke." Naya menautkan jempol dan jari telunjuknya sambil tersenyum.
"Lalu kerjaan lo?"
Naya adalah seorang editor tetap di sebuah penerbitan terkenal di Indonesia. Pekerjaan itu adalah mimpinya. Jadi, melihat Naya sangat menginginkan anak itu, maka dia harus rela resign. Kalau tidak, akan banyak gunjingan menjijikkan bahkan mungkin dikucilkan di tempat kerjanya.
Naya melihat kegusaran dalam wajah Siska. Dia tahu bahwa sahabatnya ini sangat sayang padanya. "Tenang, gue bisa jadi editor lepas dan nulis blog buat dapat duit."
Siska dapat melihat bagaimana Naya sudah merencanakan ini semua. Dia benar-benar tidak menyangka seorang Kanaya Sumitra bisa mempunyai pemikiran seperti ini. Mereka sudah bersahabat sejak masih kuliah di UGM hingga hijrah ke Jakarta. Namun, hari ini Siska baru tahu sisi lain dari seorang Naya. Wanita tegar dan kuat yang bisa mengambil keputusan –yang menurutnya– gila.
****
Hallo semuanya.
Ini adalah cerita terbaru Saya.
Judulnya "MUTIARA"
Cerita yang menurut saya akan bisa membuat orang baper. Kisah tentang perjuangan seorang ibu tunggal demi anak dan cintanya.
Tungguin aja di akun aku Veaaprilia.
Jangan lupa masukkan cerita ini ke perpustakaan kalian untuk mendapatkan update terbaru.
CATATAN: Cerita ini akan dipublish secara teratur mulai tanggal 1 Desember 2018
Jadi, tunggu dan catat tanggalnya.
Happy Saturday Night.
Vea Aprilia
Sabtu, 10 November 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top