KetigapuluhSatu
Seperti biasa Kanaya pergi untuk menjemput Tiara pada jam makan siang. Dia tiba lebih cepat lima menit dari waktu yang biasanya karena jalanan yang lenggang. Segera, Kanaya memarkir motornya. Matanya melihat sekeliling halaman, tapi tidak mendapatkan keberadaan putrinya. Akhirnya, dia memutuskan untuk masuk, mungkin Tiara masih di kelas. Namun, di kelas hanya terdapat beberapa anak saja dan tidak terlihat Tiara di antara mereka. Saat dia melihat lagi ke kelas, ada tarikan pada bajunya yang membuat Kanaya langsung menoleh. Dia menatap seorang anak yang Kanaya sangat kenal. Sultan.
"Tante mencari Tiara?" tanya anak laki-laki bertubuh gemuk itu dan Kanaya membalas dengan anggukan tidak lupa juga tersenyum.
"Tadi, Tiara dijemput sama Omnya," jelas anak bernama Sultan itu sambil menunjuk gerbang.
"Om?" tanya Kanaya dengan dahi berkerut. Anak itu mengangguk dengan keras.
"Iya, tadi saya juga ada di depan, Bu," timpal seorang perempuan yang tiba- tiba muncul di antara Kanaya dan Sultan.
"Bu Sekar," panggil Kanaya sopan karena perempuan itu adalah salah satu guru Tiara.
"Kira-kira lima menit sebelum Ibu Kanaya datang, Tiara sudah dijemput seorang laki-laki. Tiara bilang kalau om-nya," tambah perempuan berhijab itu dengan senyum yang menyejukkan.
Kanaya manggut-manggut tanda mengerti. Dia berpikir mungkin Kelana yang sudah menjemput, mengingat hubungan mereka yang sudah membaik. Dan tadi, Kanaya juga melihat Kelana keluar kantor setengah jam sebelum makan siang.
"Terima kasih, Bu atas informasinya," ucap Kanaya sopan.
"Sama-sama, Bu Kanaya."
"Dan terima kasih juga untuk Sultan," ujar Kanaya sambil mengusap rambut anak laki-laki itu.
"Iya, Tante."
Setelah berpamitan pada dua orang yang telah memberikan informasi padanya, Kanaya langsung menstarter motornya untuk kembali ke kantor. Mungkin Tiara sudah sampai di sana.
****
Dua puluh menit kemudian Kanaya baru sampai di kantor karena dia harus mampir untuk membeli makan siang untuknya dan juga Tiara. Dia segera memarkir motornya dan bergegas masuk, tapi matanya tidak menemukan Tiara di manapun. Akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk ruang kerja Kelana, mungkin saja putrinya ada di sana. Kebiasaan Tiara suka sekali bermain di ruangan Kelana hingga tertidur di sofa. Lama Kanaya mengetuk, tapi tidak mendapatkan jawaban.
"Pak Lana belum balik," ucap salah satu karyawan dari arah kubikel. Kanaya mengangguk tanda mengerti.
Kanaya menarik napas dalam-dalam. Dia mungkin harus menunggu sebentar. Kebiasaan buruk Kelana saat menjemput Tiara adalah membelikan gadis kecil itu es krim. Mungkin saja mereka terlambat karena harus mampir ke kedai es krim. Kanaya pun kembali ke kubikelnya dan membuka bekal makannya. Perutnya sudah mulai lapar. Biarlah, dia tidak menunggu Tiara lebih dulu. Saat dia baru mau memasukkan suapan kedua, matanya melihat Kelana berjalan melewati kubikelnya. Namun, dia tidak melihat Tiara bersama laki-laki jangkung itu.
"Pak," panggil Kanaya sambil berdiri.
Kelana pun berhenti dan menjawab, "Iya."
Mata Kanaya celingak-celinnguk melihat sekitar Kelana ya sedang berdiri, lalu dia juga melihat ke arah pintu masuk. Apa mungkin Kelana mengantar Tiara pulang ke rumah Bi Indah? Pikir Kanaya.
"Kamu kenapa?" tanya Kelana karena melihat gerak-gerik Kanaya yang aneh.
"Maaf, Pak. Di mana Tiara?"
Kedua alis Kelana terangkat setelah mendengar pertanyaan Kanaya. Dia pun melihat ke sekeliling dan wajahnya pun terlihat bingung. "Maksud kamu?"
"Bukannya ...." Ucapan Kanaya terhenti karena melihat wajah bingung Kelana. "Apakah Bapak tadi menjemput Tiara?"
Kelana pun semakin dibuat bingung, dia pun menggeleng. "Tidak. Saya tidak menjemput Tiara."
Perasaan Kanaya yang tadinya tenang mendadak khawatir. "Bukannya, Bapak keluar tadi?" tanya Kanaya memastikan lagi.
"Iya benar saya keluar, tapi untuk bertemu seseorang."
Jawaban Kelana langsung membuat tubuh Kanaya luruh. Wanita itu terduduk dengan wajah pucat serta badan yang lemas. Rasa laparnya tadi sudah menguap hilang entah ke mana. Pikirannya sekarang fokus pada Tiara. Ke mana gadis kecilnya pergi dan dengan siapa? Kanaya pun semakin cemas.
Kelana yang melihat perubahan sikap Kanaya merasa ada sesuatu yang buruk terjadi pada Tiara. "Kamu tidak apa-apa? Apa yang terjadi?" tanya Kelana yang telah berjongkok di depan Kanaya.
"Saya tidak tahu di mana Tiara," jawab Kanaya dengan wajah khawatirnya.
"Maksud kamu?" tanya Kelana lagi.
"Saya tidak tahu ...." Kanaya mulai terisak, dia menutup kedua wajahnya.
"Pelan-pelan saja, coba ceritakan," ujar Kelana mencoba menenangkan.
Akhirnya mengalir juga cerita saat Kanaya menjemput Tiara di sekolah, tapi anak berumur enam tahun itu ternyata sudah tidak ada. Teman dan gurunya berkata jika Tiara sudah dijemput oleh seorang laki-laki yang mengaku sebagai om-nya. Dan dia mengira jika laki-laki itu adalah Kelana.
"Saya harus mencari Tiara, Pak," ucap Kanaya yang langsung bangkit dari kursinya.
"Tunggu. Tenangkan dulu dirimu baru mencari Tiara."
"Bagaimana saya bisa tenang jika saya tidak tahu keberadaan anak saya," teriak Kanaya yang langsung membuat beberapa karyawan menatap ke arahnya.
"Oke-oke. Saya mengerti. Saya akan membantu mencari Tiara."
"Bapak tidak perlu repot. Saya bisa mencarinya sendiri." Kanaya pun segera mengambil tasnya.
"Kamu akan mencari Tiara di mana dengan kondisi kamu yang seperti ini?" tanya Kelana sambil menarik tangan Kanaya. Mencoba menenangkan serta menyadarkan wanita itu.
"Saya tidak tahu, tapi saya tidak bisa tinggal diam saja." Kanaya melepaskan pegangan tangan Kelana dan beranjak pergi.
Kelana meremas rambutnya dan segera menyusul Kanaya. Dalam keadaan seperti ini, dia tidak bisa membiarkan wanita itu mencari Tiara sendirian.
"Bapak seharusnya tidak perlu menemani saya dan meninggalkan pekerjaan kantor," ujar Kanaya ketika mereka sudah berada di mobil Kelana.
Kelana menarik napas dan membuangnya. "Singkirkan dulu ego dan harga diri kamu untuk sementara. Saya sudah bilang akan membantu mencari Tiara."
"Tapi ...."
"Sudahlah jangan keras kepala. Kita fokus dulu pada Tiara."
Mobil Kelana pun melaju ke tempat terakhir Tiara berada. Sekolah.
****
Sudah hampir jam sembilan malam, tapi belum juga terdengar kabar tentang Tiara. Kanaya dan Kelana pun sudah melaporkan hilangnya Tiara pada kepolisian. Namun, kasusnya baru akan ditangani jika sudah 24 jam. Dan Kanaya tidak punya waktu sebanyak itu untuk bersabar. Polisi pun menyarankan agar menghubungi sanak saudara dan juga teman-teman Tiara terlebih dahulu. Sebelum menerima saran dari pihak kepolisian, Kanaya dan Kelana pun sudah melakukan hal tersebut, tapi hasilnya nihil. Meskipun demikian, mereka tidak menyerah begitu saja, pencarian tetap dilakukan sampai hari menjelang malam, Kelana mengantar Kanaya pulang walaupun harus ada drama penolakan dari wanita itu. Kelana tahu jika Kanaya sedang kalut dan sangat cemas, tapi dia juga khawatir dengan kondisi wanita itu.
"Kamu istirahat dulu, kita cari Tiara lagi, besok," ujar Kelana dengan lembut.
"Terima kasih, Bapak telah menemani saya hari ini." Kanaya turun dari mobil dan berjalan ke arah jalan raya. Kelana yang melihat hal itu langsung turun dan manarik tangan Kanaya.
"Kamu mau ke mana?" tanya Kelana dengan keras. Kelana tidak menyangka jika wanita yang telah mencuri hatinya sangatlah keras kepala. Bahkan seharian tadi, Kelana harus bersabar untuk menghadapi Kanaya.
"Lepaskan, Pak," ucap Kanaya tak kalah keras sambil mencoba melepaskan diri, tapi sia-sia tangan Kelana memegang lengannya dengan sangat kuat.
"Tenangkan dirimu."
"Bagaimana saya bisa tenang sedang saya tidak tahu di mana keberadaan anak saya," teriak Kanaya marah.
"Lalu, apa kamu akan mencari Tiara di mana? Kita sudah menghubungi semua orang yang mungkin tahu." Kelana berkata dengan nada tinggi walaupun mungkin bisa melukai hati Kanaya yang sedang kalut.
"Kalau Bapak lelah, silakan pulang. Saya bisa mencari Tiara sendiri." Kanaya masih saja keras kepala. Dia pun masih berusaha melepaskan pegangan tangan Kelana.
"Kanaya!"
Teriakan Kelana akhirnya bisa membuat Kanaya diam. Wanita itu pun menunduk dan tak lama Kelana mendengar isakan. Sejak siang tadi memang Kanaya mencoba tegar dan tidak meneteskan air mata. Dengan gerakan pelan, Kelana menarik tubuh Kanaya ke pelukannya. Dan langsung saja tangis Kanaya pecah. Walau bagiamana pun, Kanaya adalah seorang wanita, meskipun dia terlihat tegar serta kuat, tapi tetap saja rapuh dan butuh sandaran.
"Maaf," lirih Kelana.
"Saya takut terjadi sesuatu pada Tiara, Pak. Saya tidak mau Tiara kenapa-napa," ucap Kanaya di sela tangisnya.
"Kita berdoa saja, semoga Tiara baik-baik saja. Sekarang kamu tenang dulu." Kelana semakin mempererat pelukannya. Sesekali dia juga mengusap punggung Kanaya. Dia tahu bagaimana perasaan Kanaya saat ini. Hilangnya Tiara merupakan pukulan yang besar bagi Kanaya. Kelana juga bisa merasakan hal itu. Bagaimana pun juga, Kelana sudah menyayangi gadis kecil itu dengan sepenuh hati.
Saat Kelana masih mencoba menenangkan Kanaya, tiba-tiba ada sinar lampu yang menyorot ke arah mereka. Sebuah mobil perlahan berhenti di depan mereka. Kanaya pun menarik diri dari pelukan Kelana dan menatap mobil berwarna hitam tak jauh dari tempatnya berdiri. Tak lama sang empunya turun dan membuka pintu samping. Walaupun baru saja menangis, tapi mata Kanaya langsung mengenali orang tersebut. Anji. Kaki Kanaya langsung berlari ketika melihat Anji mengendong seorang anak.
"Tiara," panggil Kanaya setelah sampai di depan Anji dan langsung mengambil anak gadisnya yang sedang tertidur.
Kanaya menatap tajam ke arah Anji untuk beberapa saat. Ada perasaan lega sekaligus marah. Wanita itu pun berbalik dan berjalan menuju rumahnya dengan Tiara dalam gendongannya, meninggalkan Anji dan juga Kelana.
Setelah Kanaya benar-benar telah masuk, langsung saja Kelana melayangkan sebuah tinju yang membuat Anji langsung tersungkur di jalanan.
"Brengsek, apa yang kamu lakukan!" teriak Anji marah karena tidak terima Kelana memukulnya tepat di wajah.
"Seharusnya, aku yang tanya apa yang telah kamu lakukan seharian ini dengan Tiara? Tidakkah, kamu tahu bagaimana cemasnya Kanaya?" ucap Kelana panjang lebar.
Mendengar ucapan Kelana langsung membuat Anji menunduk. Dia tahu jika sudah bersalah, tapi seharian juga dirinya sudah menghubungi Kanaya walaupun tidak mendapatkan balasan. Mungkin saja Kanaya telah memblokir nomornya. Namun, menjelaskannya saat ini juga percuma, dirinya tetap salah karena telah membawa Tiara tanpa izin.
Mereka terdiam untuk beberapa saat. Anji pun bangkit sambil memegangi wajahnya yang baru saja terkena pukulan. Kelana menatap laki-laki di depannya masih dengan amarah yang coba diredamnya, begitu juga dengan Anji. Laki-laki itu juga merasa marah dan terbakar cemburu saat tadi melihat Kelana memeluk Kanaya. Ketika dua laki-laki itu saling lempar tatapan membunuh, Kanaya tiba-tiba muncul dan langsung menampar pipi Anji. Tempat yang sama ketika tadi mendapatkan pukulan dari Kelana.
"Kay?" panggil Anji kaget.
Kanaya tidak mengatakan apa-apa dan langsung berbalik pergi meninggalkan Anji yang masih terkejut. Sedangkan, Kelana juga terkejut melihat apa yang baru saja terjadi.
*****
Sebelumnya saya ucapkan SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI, MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN.
MAAF, kalau saya lelet update selain sakit juga setelah sembuh langsung mempersiapkan untuk hari raya dan sibuk banget, tapi insya allah saya akan aktif lagi untuk menulis. Terima kasih banyak juga atas doanya.
Terima kasih untuk semua yang sudah mau menunggu cerita ini. Dan kabar baiknya semua rahasia akan terungkap, hayo tebak, gimana rahasia itu akan terungkap?
Happy Reading
Vea Aprilia
Jumat, 14 Juni 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top