Kesembilan
Pagi hari suasana sudah sangat ramai di kediaman Siska dan Mahesa –suaminya. Acara akan berlangsung pada pukul sepuluh nanti. Banyak orang yang sudah sibuk menata dekorasi. Melapisi lantai dengan karpet dan menata kursi untuk para tamu undangan.
Suami Siska adalah seorang programing di salah satu stasiun televisi swasta di Jakarta. Jadi, wajar jika dia nanti akan mengundang beberapa teman kerja dan juga keluarga. Maklum ini adalah syukuran kelahiran cucu pertama bagi keluarga Mahesa Birawa.
Kanaya berdiri di ruang tamu sambil mengamati orang-orang yang tengah sibuk dengan pekerjaan mereka. Ada perasaan iri dalam hatinya. Dulu sewaktu Tiara lahir, tidak ada syukuran atau acara apa pun. Jangankan syukuran, orang tua Kanaya saja tidak mau tahu jika anaknya telah melahirkan. Hanya dia dan Siska yang merawat Tiara waktu itu.
"Pagi-pagi jangan ngelamun," ucap seorang laki-laki berparas tampan yang berdiri di samping Kanaya.
"Mahesa," panggil Kanaya sedikit kaget. Mereka belum bertemu sejak Kanaya tiba tadi malam.
"Sorry, baru nyapa sekarang," ucap laki-laki yang kata Naya mirip model tersebut, tapi ditolak mentah-mentah oleh sang istri.
"Gapapa kok, udah ketemu Tiara?"
"Udah barusan. Dia lagi ngrecokin maminya yang lagi dandanin anak gue."
Naya tertawa kecil mendengar cerita Mahesa.
"Sepertinya, Tiara pengen banget punya adek," sindir Mahesa kemudian laki-laki itu masuk kembali ke dalam kamar.
Kanaya masih sedikit terkejut dengan perkataan terakhir Mahesa. Dia kemudian tersenyum kecil. Laki-laki itu tidak tahu saja jika proses terjadinya Tiara itu penuh kontroversi. Bagaimana mungkin dia akan membuat adek untuk Tiara, jika suami saja tidak punya. Apa dia harus cari laki-laki buat dinikahi?
Oke. Skip bagian akhir, Kanaya. Lo bisa gila kalau mikirin soal laki-laki, cukup fokus ke Tiara.
Setengah jam lagi acara akan berlangsung. Persiapan sudah selesai. Chatering pun sudah siap. Siska dan Mahesa pun sudah siap dengan mengenakan pakaian berwarna putih begitu pula anak mereka.
Tiba-tiba saja Kanaya menangkap bayangan seorang laki-laki yang masuk ke dalam halaman rumah Siska. Laki-laki yang lima tahun lebih sudah Naya lupakan keberadaannya. Dia kemudian mendekat ke sisi Siska sedangkan Mahesa berjalan keluar untuk menyambut laki-laki tersebut.
"Lo ngundang Anji?" tanya Naya dengan suara rendah.
Siska melihat laki-laki bernama Anji tersebut sekilas sebelum menjawab pertanyaan Naya, "Dia kan temannya laki gue, jadi nggak mungkin Mahesa nggak ngundang."
Kanaya mengangguk mengerti.
"Kenapa? Lo nggak suka ada dia di sini?" bisik Siska.
"Aneh aja rasanya." Naya menarik napas sambil melirik laki-laki yang menurutnya semakin matang dan dewasa.
"Lo masih suka sama dia?" selidik Siska.
Namun, dengan cepat Kanaya menggeleng. Dulu memang dia pernah menyukai laki-laki itu, tapi semenjak ada Tiara, perasaan tersebut sudah lama menghilang. Entah sejak kapan dia juga tidak tahu, tapi melihat laki-laki itu berada di sini sekarang, jujur saja itu membuatnya sedikit tidak nyaman. Oksigen terasa lenyap dari bumi yang membuatnya sedikit sesak. Ada debaran aneh dalam jantungnya, sebuah rasa yang bernama ketakutan.
"Dia baru aja cerai," tambah Siska.
"Trus apa hubungannya sama gue?" Kanaya mencoba bersikap biasa saja.
"Ya, kan ada lowongan buat lo."
Naya mencibir perkataan Siska.
"Kabarnya, istrinya nggak puas di ranjang," lirih Siska.
Kanaya tertawa kecil mendengar perkataan Siska. Dia melihat sahabatnya ini sedang tersenyum geli sendiri. Namun, Kanaya tahu jika hatinya mulai merasa tidak baik-baik saja.
"Tapi kalau lo beneran balikan sama itu kunyuk, gue nggak bakalan setuju," ujar Siska.
"Mulut Bu dijaga. Itu anak lo kasihan dengerin."
"Anak gue belum ngerti."
Siska menelisik wajah Kanaya yang sedikit berubah sejak kedatangan Anji. "Lo, nggak papa?" tanya Siska mulai khawatir.
"Gue baik-baik saja," balasnya santai dengan senyum keterpaksaan.
Siska menghela napas panjang. Dia tahu jika sahabatnya ini sedang tidak baik-baik saja. Anji adalah topik sensitif yang sudah lima tahun lebih mereka berdua hindari, atau lebih tepatnya Kanaya tidak mau membahas tentang Anji.
"Bunda...," panggil Tiara yang baru saja keluar dari ruang tengah. Tadi Naya melihat putrinya sedang duduk manis sambil menonton kartun kesukaannya.
"Ada apa, Sayang?"
"Tiara mau pipis," bisik gadis kecil itu di samping telinga Kanaya.
"Oke."
Setelah kepergian Tiara dan Naya ke kamar mandi, Mahesa dan Anji datang ke arah Siska yang sedang memangku sang buah hati.
"Wah, selamat ya. Sekarang kamu udah jadi ibu, eh salah mahmud, mamah muda," seloroh Anji pada Siska.
"Terima kasih Pak, sudah mau datang."
Walaupun Anji adalah sahabat Mahesa, tapi dia juga atasannya di kantor jadi Siska memanggilnya dengan sebutan Bapak, untuk menjaga sopan santun.
"Masak saya nggak datang sih," candanya.
"Loh mana Naya, tadi kayaknya di sini?" tanya Mahesa pada istrinya.
"Ada, lagi ke kamar mandi," jawab Siska. Entah kenapa ada perasaan lega, ketika Kanaya sedang berada di kamar mandi. Jadi, sahabatnya itu tidak bertemu langsung dengan Anji sekarang. Siska tahu jika Kanaya belum siap berhadapan dengan Anji.
Anji mengerutkan kening. Dia sedikit bingung dengan arah pembicaraan sepasang suami istri tersebut.
"Aku ke dalam dulu, kayaknya dia haus," pamit Siska pada dua orang laki-laki tersebut ketika anaknya menangis.
"Kenapa?" tanya Mahesa yang merasa ada yang aneh dengan perubahan wajah Anji.
"Naya?" tanya Anji penasaran.
Mahesa tertawa kecil. "Iya Kanaya, yang dulu katanya dekat sama kamu," jawab Mahesa.
Anji terdiam untuk beberapa saat. Sudah lama dia tidak pernah mendengar nama Kanaya disebut atau kabar tentangnya. Wanita itu seolah menghilang begitu saja, sesaat setelah pertunangannya digelar.
"Tuh, dia." Tunjuk Mahesa pada wanita yang sedang merapikan rok Tiara.
"Dia udah punya anak?" tanya Anji tampak terkejut.
Mahesa mengangguk.
"Kapan dia nikah?" tanya Anji lagi.
"Aku nggak tahu tepatnya kapan, Siska juga jarang cerita, tapi katanya sudah cerai sejak masih hamil."
Memang Siska tidak pernah cerita tentang kondisi Naya yang sebenarnya pada Mahesa. Wanita itu hanya bilang kalau Naya sudah bercerai. Lagipula Mahesa dan Siska kenal setelah Tiara lahir. Dan Mahesa tidak pernah tahu hubungan yang terjadi pada Naya dan Anji. Laki-laki itu hanya mendengar beberapa gosip kalau Anji pernah dekat dengan sahabat Siska yaitu Kanaya.
"Beneran kamu pernah deket sama dia?" tanya Mahesa yang juga penasaran karena sang istri tidak pernah mau cerita. Siska hanya bilang kalau mereka cuma teman biasa.
Anji membuang napas kemudian mengangguk.
Kedua mata Mahesa terbuka lebar. Dia tidak pernah menyangka kalau gosip tersebut benar.
"Teman?"
"Mungkin lebih, bahkan aku pernah ngajak dia nikah," ungkap Anji. Dia seperti teringat kembali kejadian lima tahun yang lalu.
"Serius?" tanya Mahesa dengan mata terbuka lebar, dia masih belum bisa percaya dengan perkataan Anji.
Anji tertawa kecil melihat reaksi Mahesa. Dia kemudian menepuk pundak sahabatnya itu dan berjalan keluar menuju halaman. Laki-laki itu belum siap untuk bertemu dengan Kanaya sekarang, atau lebih tepatnya sedang mengumpulkan keberanian untuk menyapa wanita itu secara langsung.
Mahesa yang masih penasaran dan terdiam di tempat, tentu saja dia dibuat terkejut dengan pengakuan Anji. Laki-laki itu juga tidak percaya jika istrinya menyembunyikan fakta mencengangkan tersebut. Dia masih tidak percaya jika seorang Anji Satya Wiraguna bisa dekat dengan perempuan seperti Naya. Bukan karena Naya tidak cantik, tapi siapa yang tidak tahu sepak terjang seorang Anji. Bahkan seluruh rakyat se-Indonesia tahu, siapa Anji dan juga keluarganya.
*****
"Masa lalu akan tetap ada walaupun sudah dikubur dalam-dalam dan dilupakan."
~veaaprilia
*****
Hayo siapakah sosok Anji?
Kenapa sampai seluruh rakyat Indonesia tahu wkwkkwk 😂 jangan-jangan Anji Drive wkwkkwk bisa jadi, bisa jadi 😂 😂
Selamat penasaran dan membaca.
Jangan lupa vote dan spam komentar yang banyak ya, biar saya lebih semangat untuk nulis lagi.
Saya mau siap-siap malam mingguan. Bye
Vea Aprilia
Sabtu, 08 Desember 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top