Kelimabelas

Siska sedang menyusui Satria ketika Mahesa masuk ke dalam kamar mereka, setelah selesai mandi. Laki-laki bercambang tipis tersebut kemudian duduk di samping istrinya setelah mencium sekilas putra mereka yang baru saja terlelap ketika menyusu.

Siska kemudian meletakkan Satria ke dalam box bayi secara perlahan-lahan. Setelah itu dia duduk kembali di samping Mahesa.

Mahesa kemudian memijat pelan pundak istrinya. Perlakuan sederhana yang membuat Siska merasa sangat dicintai. Suaminya bukan tipe laki-laki yang romantis, tapi Siska sangat menghargai segala bentuk perhatian yang diberikan Mahesa padanya.

"Cha," panggil Mahesa disela pijatan lembutnya.

"Hmm... ada apa?" 

"Aku dengar dulu Anji sama Naya pernah dekat, ya?"

Pertanyaan Mahesa tentu membuat Siska terkejut. Pasalnya selama mereka kenal, sampai menikah, Mahesa tidak pernah bertanya tentang hubungan Anji dan Naya. Walaupun Siska tahu jika suaminya itu juga telah mendengar banyak gosip tentang kedekatan mereka.

Siska menoleh kemudian berkata, "Kenapa?"

"Jadi bener kalau Anji dulu pernah deket sama Naya?" ulang Mahesa.

"Kan, aku udah pernah cerita, dulu. Kalau mereka cuma temen," jelas Siska.

"Tapi, kayaknya lebih deh."

Siska menoleh lagi ke arah Mahesa. Dia mengerutkan dahi. Sejak kapan suaminya tersebut jadi tukang gosip.

"Kenapa kamu jadi penasaran?"  tanya Siska karena dia juga penasaran dengan topik yang diangkat oleh Mahesa.

"Enggak sih, cuma Anji bilang kemarin pas datang ke syukuran Satria, kalau dia pernah melamar Naya...."

"Melamar?" sela Siska, terkejut dengan ucapan Mahesa. Dia langsung berbalik untuk menghadap wajah suaminya.

"Kamu kenapa?" tanya Mahesa bingung dengan tindakan Siska.

"Kapan Pak Anji bilang kalau dia pernah melamar Naya?"  sekarang tampak Siska yang lebih jauh penasaran daripada Mahesa.

"Kemarin pas datang ke sini," jawab Mahesa bingung.

"Bukan itu. Maksudnya dia ngomong gitu pas dulu, lima tahun yang lalu?"

Mahesa yang sekarang bertambah bingung. "Aku nggak tahu kapan itu. Dia cuma bilang dulu pernah mau melamar Naya. Ngajakin nikah gitu."

"Terus, diterima? Atau ditolak?" Siska bertanya dengan antusias sehingga Mahesa mengerutkan kening bingung.

Mahesa menggeleng. "Aku tidak tahu."

Tentu saja Mahesa tidak tahu. Laki-laki itu bekerja di kantor Anji, ketika Naya sudah melahirkan dan pindah ke Semarang. Jadi, mana mungkin dia tahu. Sedangkan Anji juga baru saja menikah waktu itu.

Siska mengembuskan napas kasar, kemudian berbalik lagi memunggungi Mahesa. Dia menjadi penasaran dengan informasi yang baru saja diperoleh dari suaminya. Kenapa Naya tidak pernah cerita soal lamaran itu padanya. Siska sedikit menyesal kelapa dulu tidak memberitahu Anji saja jika Naya hamil. Namun, dia juga tidak bisa menolak ketika sahabatnya itu memohon untuk merahasiakan kehamilannya pada siapapun terutama Anji. Ah, jika Siska tahu tentang lamaran itu sebelumnya.

Dia kemudian hanya bisa menghela napas. Nasi sudah jadi bubur. Toh, sekarang Naya sudah bahagia bersama Tiara. Jadi, lupakan tentang masa lalu. Jika waktu itu Siska nekat, mungkin Naya akan marah padanya.

Mahesa pun juga merasa bingung dengan perubahan sikap istrinya tersebut. Dia tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Aku juga ngasih nomor Naya ke Anji beberapa hari yang lalu."

"Apa?" Siska langsung menoleh dan melotot garang ke arah Mahesa.

"Kamu kenapa sih?" tanya Mahesa terkejut.

"Kamu ngasih nomor Naya ke Anji?"  tanya Siska dengan suara tertahan, takut, jika anaknya akan terbangun. Dia sebenarnya geram dengan sikap implusif suaminya. Bisa-bisanya dia memberi nomor Naya pada Anji.

"Iya. Aku ambil dari hp kamu."

Siska semakin mendelik setelah mendengar perkataan Mahesa.

"Kok kamu nggak minta izin dari aku sih?"  Siska hampir berteriak jika tidak ingat Satria.

Mahesa menggaruk rambutnya. "Aku pikir mereka pernah dekat, jadi waktu Anji minta nomor Naya, aku kasih aja dari hp kamu."

Boleh tidak berkata kasar pada suami sendiri? Rasanya Siska ingin mengatai Mahesa sekarang. Namun, sepertinya dia masih bisa menahan itu semua.

"Terus dia bilang apa?"

"Siapa?" tanya Mahesa tidak mengerti.

Siska menggerutu, "Teman kamu."

"Oh, Anji. Enggak, dia cuma minta nomor Naya karena lupa minta pas ketemu di sini. Terus dia bilang cuma pengen ngobrol karena lama tidak berhubungan."

Bodoh.

Mungkin satu kata itu yang bisa mewakili sikap Mahesa kepada Anji. Siska tentu saja tahu jika Anji sedang memanfaatkan kedekatan mereka. Anji juga pasti tahu jika Mahesa pasti akan memberikan nomor Naya dengan mudah karena tidak mungkin dia memintanya sendiri.

Sekarang Siska termenung. Dia teringat Naya. Mungkin laki-laki brengsek itu sudah menghubungi Naya. Lalu, bagaimana perasaan Naya sekarang?  Ah, Siska tidak bisa membayangkannya. Semua ini karena kebodohannya dan tentu saja dengan campur tangan Mahesa.

Setelah itu Siska tidak menghiraukan Mahesa lagi dan tidur sambil memunggungi laki-laki itu. Mahesa pun dibuat bingung dengan sikap istrinya yang tiba-tiba berubah setelah membicarakan soal Anji dan Naya.

****

Naya baru saja merebahkan tubuh di atas kasur ketika bunyi notifikasi ponsel mengagetkannya. Dia mengambil ponselnya dari nakas. Membuka kemudian membaca sebuah pesan yang baru saja masuk.

Kay, kok kamu nggak balas pesanku sih. Ini benar nomor kamu kan?

Anji.

Naya meringis membaca pesan tersebut. Dia tidak berniat untuk membalas pesan itu. Lagi. Dia cukup mengabaikannya saja. Kenapa setelah lima tahun laki-laki itu baru mencarinya sekarang. Kenapa tidak dari dulu setelah dia tiba-tiba menghilang karena telah hamil Tiara.

Ah, Naya menghela napas panjang.

Semua sudah terlambat untuk memulai kembali. Apa yang terjadi lima tahun yang lalu sudah Naya kubur dalam-dalam. Dia sudah tidak mengharapkan laki-laki itu datang dalam hidupnya. Laki-laki itu terlalu jauh untuk dia gapai. Terlalu tinggi untuk dia raih. Jadi, Naya memilih untuk mundur saja.

Rasa cinta dan kagum saja tidak akan cukup untuk menguatkan hubungan mereka berdua. Jarak mereka terlalu jauh. Perbedaan mereka juga terlalu banyak. Naya tidak akan pernah bisa menggapai bintang di langit. Dia hanya bisa memandanginya seumur hidup.

Kanaya menghela napas, kemudian berbaring kembali. Dia memeluk erat Tiara. Biarlah masa lalu tetap menjadi masa lalu. Hidupnya sekarang baik-baik saja. Dia dan Tiara akan baik-baik saja tanpa adanya Anji. Setidaknya, Naya percaya itu setelah lima tahun yang dia lalui bersama Tiara. Walaupun laki-laki itu datang kembali, takkan merubah apa pun.

Laki-laki itu tetap tidak akan pernah bisa dicapainya. Anji adalah masa lalunya, dan akan seperti itu selamanya. Dia tidak boleh berharap, ketika harapannya lima tahun yang lalu telah pupus.

Kanaya tidak pernah membenci Anji. Dia hanya merasa rendah diri. Kanaya merasa tidak akan pernah pantas untuk bersanding dengan laki-laki itu, dengan keluarganya atau semua hal yang berhubungan dengan Anji. Namun, Kanaya masih bisa bersyukur karena Anji-lah yang telah memberikan bidadari kecil untuknya. Dan dia sangat berterima kasih atas itu.

Sekarang dunianya adalah Tiara. Dia hidup untuk Tiara dan semuanya untuk gadis berumur lima tahun tersebut.

Tanpa adanya pernikahan dia masih bisa bertahan, tapi tidak tanpa adanya Mutiara, putri tercintanya.

*****
"Hidup itu adalah sebuah pilihan, tinggal mana yang akan kamu pilih, baik atau buruk, benar atau salah, semua terserah padamu."
~veaaprilia

*****

Hallo semuanya....
Selamat sore....

Hari ini Anji sms lagi ya 😄😄 senang kan teamAnji 😄😄

Oh, ya Sabtu dan Minggu aku nggak update ya, tapi aku janji Senin bakalan update lagi.

Kabar baiknya, Hari Senin bakalan ada adegan full antara Anji dan Kanaya 😄😄😄
Jadi, tungguin ya

Jangan lupa vote dan komentar yang banyak 😄😄😄 i Love You

Happy reading
Vea Aprilia
Jumat, 14 Desember 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top