Keenam

"Gimana kabar lo?" tanya Naya yang sedang menelepon Siska.

"Gue baik-baik aja, walaupun masih ngilu dikit."

Siska baru saja melahirkan anak laki-laki dua hari yang lalu. Dan Naya belum bisa menengok sahabatnya itu yang tinggal di Jakarta.

"Tiara gimana kabarnya?"

"Dia baik. Sekolahnya juga rajin."

"Syukur deh. Gue kangen sama dia."

"Gue juga kangen sama lo."

Naya dan Siska sudah satu tahun tidak pernah bertemu. Terakhir kali mungkin saat Siska pindahan ke rumah baru yang dia beli bersama suaminya.

"Lo bisa datang kan di acara syukuran anak gue?" tanya Siska yang masih belum yakin.

"Iya. Iya, gue pasti datang kok. Lo tenang aja. Hari Minggu kan acaranya?"

"Iya, Minggu ini. Soalnya kalau hari kerja kan nggak mungkin."

"Oke, siap bos."

"Yaudah gue tutup dulu, anak gue kayaknya nangis. Salam buat Tiara ya."

Setelah mengucapkan salam perpisahan Naya menutup teleponnya dan bergegas menuju kamar. Ada Tiara di sana yang sedang bermain dengan bonekanya.

"Sayangnya Bunda," panggil Naya membuat gadis kecil itu langsung menoleh dan tersenyum lebar hingga lesung pipitnya jelas terlihat.

"Bunda, tadi Mami Icha telepon ya?" tanya Tiara. Gadis itu memanggil Siska dengan sebutan Mami sejak dia bisa bicara. Karena Siska sendiri yang maunya dipanggil Mami bukan Tante. Karena bagi Siska, Tiara juga anaknya.

"Iya. Sayang. Mami bilang dedek bayi mau ketemu Tiara. Jadi, hari Minggu kita ke rumah Mami," Naya berkata sambil memeluk erat tubuh Tiara.

Tiara yang seperti terkejut langsung menoleh pada Naya dan bertanya, "Beneran Bunda?"

"Masa Bunda bohong sih."

"Hore...! Tiara udah kangen banget sama Mami. Tiara juga pengen gendong dedek bayi."

"Memang Tiara kuat?" goda Naya.

"Kuat dong Bun, kan tiap hari Tiara udah minum susu."

"Ya, sudah sekarang Tiara cuci kaki, gosok gigi lalu bobok ya, Sayang."

Tiara mengangguk kemudian berlari menuju kamar mandi. Gadis kecil itu sudah dilatih mandiri sejak kecil jadi dia bisa melakukan beberapa pekerjaan sendiri.

Sebagai ibu tunggal tanpa suami dan tanpa menikah, Naya adalah sosok orang tua yang mendidik putrinya agar mandiri dan disiplin sejak dini. Dia tegas dalam mendidik Tiara, tapi tidak pernah marah atau membentak. Tiara adalah permata dalam hidupnya. Naya tidak pernah menyesali keberadaan Tiara, malah dia sangat bersyukur karena Tuhan telah memberikan bidadari kecil untuknya.

"Bunda," panggil Tiara ketika Naya sudah memeluk dirinya sambil menepuk-nepuk pelan lengannya agar cepat tertidur.

"Kenapa Sayang?"

"Kapan kita ke rumah Nenek lagi?"

Naya menghentikan gerakan menepuknya setelah mendengar pertanyaan Tiara. Nenek yang Tiara maksud adalah ibu dari Naya. Kedua orang tua Naya masih hidup dan tinggal di Jogja. Naya pulang ke Jogja hanya di saat hari raya. Selebihnya, dia tidak pernah.

Kehamilannya lima tahun yang lalu sedikit banyak membuat kedua orang tua Naya murka. Kanaya dulu berencana untuk pulang saja ke Jogja ketika kandungannya berusia lima bulan. Dia ingin melahirkan di rumah orang tuanya, tapi mereka malah mengusir Naya.

Akhirnya Naya kembali ke Jakarta dan tinggal bersama Siska. Karena Naya juga sudah berhenti dari pekerjaannya dan memilih untuk menjadi editor lepas saja. Bukan karena uangnya tidak cukup untuk menyewa rumah kontrakan sendiri, tapi lebih kepada Siska yang takut jika Kanaya kenapa-kenapa. Apalagi dalam keadaan hamil sendirian.

Siska sendiri adalah pembaca berita di sebuah stasiun televisi swasta di Jakarta. Penghasilannya lumayan di atas Kanaya. Mereka berdua berasal dari Jogjakarta. Kuliah di universitas yang sama dan bersahabat sampai sekarang.

"Bunda?" panggil Tiara kembali.

"Iya, Sayang." Naya kembali melanjutkan gerakannya menepuk-nepuk lengan Tiara.

"Tiara kangen sama Kakek dan Nenek."

Naya menarik napas panjang. Orang tuanya dulu memang tidak menginginkan anaknya, tapi setelah setiap kali lebaran dia pulang, mau tak mau mereka luluh juga. Mereka berdua bahkan sangat sayang pada Tiara kecilnya. Walaupun masih saja ada gunjingan oleh tetangga sekitar karena Tiara tidak mempunyai ayah atau karena dia tidak memiliki suami. Naya menjadi malas untuk pulang, tapi demi Tiara, dia pun membutakan mata dan menulikan telinga agar tidak melihat atau mendengar semua orang yang tengah menggunjingnya.

"Kan, lebaran kemarin udah, Sayang."

"Tapi, Tiara udah kangen banget. Kalau nunggu lebaran lagi kan masih lama Bunda."

Naya memang tidak bisa berbohong kepada Tiara. Dia juga tidak pernah mengajarkan putrinya untuk berbohong. Jadi, apa pun itu, Naya akan bicara dengan jujur.

"Tiara, bukan Bunda tidak mau, tapi Bunda harus bekerja dan Tiara juga sekolah. Bagaimana kalau pas Tiara libur dan Bunda juga libur?" Naya terdengar sedang bernegosiasi, tapi pada kenyataannya dia sedang membujuk Tiara agar melupakan tentang pergi ke rumah neneknya. Karena tidak mungkin Naya mendapatkan hari libur yang sama dengan Tiara. Kalaupun ada itu cuma satu hari atau saat hari raya.

"Baiklah, Bunda." Gadis kecil itu pun akhirnya setuju.

"Yaudah, sekarang Tiara bobok ya, besok biar nggak terlambat sekolah."

Tiara mengangguk kemudian memejamkan mata. Tak berapa lama putri kecilnya itu sudah tertidur pulas.

Naya kemudian bangkit secara perlahan dari ranjang agar tidak membuat putrinya terbangun. Rumahnya hanya memiliki satu kamar tidur, satu kamar mandi, dapur dan ruang tamu.

Dia kemudian menuju ke dapur untuk menyiapkan bahan makanan besok pagi dan membereskan beberapa peralatan makan. Matanya tidak sengaja menangkap bungkusan plastik dari toko buku tadi yang masih tergeletak di meja makan. Tadi Tiara sudah mengambil buku gambar dan crayonnya dari sana.

Naya mengambil tas plastik tersebut kemudian mengeluarkan isinya. Sebuah novel berjudul "RETAK". Entah kenapa saat membaca blurbnya dia merasa tertarik. Namun, tiba-tiba segerombolan anak SMP menabraknya hingga buku yang dipegangnya terjatuh.

Setelah itu dia dikejutkan dengan kehadiran atasannya, Kelana Wiraatmaja. Lalu, laki-laki itu tiba-tiba saja memberikan novel tersebut padanya. Entah apa yang dipikirkan oleh laki-laki itu.

Kanaya merasa hari ini atasannya bersikap aneh sekali. Dia sendiri juga tidak tahu kenapa Kelana bersikap murah hati padanya.

Ibu satu anak itu kemudian membawa novel tersebut ke dalam kamar. Lalu meletakkannya di dalam rak yang sudah tersusun banyak buku.

Dia menatap kembali putri kecilnya. Pertanyaan Tiara sewaktu di sekolah kembali terngiang di telinganya.

Pertanyaan, kapan ayahnya akan pulang?

Seandainya Tiara tahu, kalau ayah kandungnya tidak pernah mengetahui keberadaan dirinya bahkan ketika masih dalam kandungan. Tentu saja akan sangat melukai hati kecilnya. Namun, untuk saat ini Naya tidak bisa mengatakan apa-apa. Dia hanya mencoba menutupi keberadaan ayah Tiara. Mungkin nanti, setelah Tiara lebih dewasa dia akan mengungkapkan kejujuran itu.

Kanaya menarik napas kemudian mematikan lampu, lalu merebahkan tubuhnya di samping Tiara Melupakan sejenak tentang gejolak dalam hatinya. Dia hanya membutuhkan Tiara saat ini dan Tiara cukup untuk memiliki dia sebagai ibu sekaligus seorang ayah.

*****

Sekuat dan setegar apa pun seorang wanita, dia tetap memiliki sisi rapuh yang tidak ingin diketahui oleh orang lain.
~vea Aprilia

*****
Hallo semuanya....

Ah, aku update aja, nunggu komentar banyak tuh nyesek wkwkkwk 😂 😂 😂

Happy reading

Vea Aprilia
Rabu, 05 Desember 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top