8. Sugar-2

Tiap-tiap yang bernyawa pasti mati.

Mega hari ini pelik sebagaimana biasanya. Robusta, di tengah perjalanan menuju sekolah, mematung pada tepi trotoar. Kepalanya agak mencongak, tapak tangan diangkat sampai depan kening, sedikit melindungi pelupuk. Upaya itu demi kornea sanggup menerima citra angkasa dengan jelas. Supaya tidak silau, kelihatannya.

Lapisan awan putih menyelubungi biru antariksa. Mentari samar-samar tercetak di ufuk timur, tempat si raja siang terbit. Tampak kadang kala kapas-kapas menggumpal, kadang menipis, pada selimut awang-awang. Kirana surya tetap bisa menembus atmosfer, diteruskan sampai pada daratan.

Robusta tidak mendongak lagi. Lelaki berambut poni itu terpaku, pandangannya fokus pada panorama terselubung kabut tebal. Jarak penglihatan terbatas. Meski begitu, di hari nan sibuk ini, orang-orang tetap berusaha menunaikan kewajiban masing-masing. Pekerja kantoran berangkat sesuai shift. Anak sekolahan menuju sekolah sebelum jam tujuh. Mahasiswa bersiap menuju kampus sesuai jadwal. Pedagang mulai pergi menjajakan barang.

Robusta mengamati lingkungan sekeliling dengan saksama. Dunia tidaklah sesederhana yang dia bayangkan.

***

"Selamat pagi."

"Selamat pagi."

Spirit pagi dilengkapi oleh para siswa yang saling sapa di jalanan, gerbang, pula koridor, sebelum memasuki kelas yang sesuai. Akan tetapi, tidak bagi Robusta. Durjanya lejar, kantung mata berlapis, tercetak garis hitam di bawah pelupuk. Senyum tak mengembang pada mimik. Badan agak membungkuk. Jelas sudah terkuras semangat si ketua kelas.

Sebelum jarum jam menunjuk pukul tujuh pagi dan bel belum berdering, Robusta sukses sampai pada kelasnya. Tidak bisa dibilang kelas, sebab ruangan yang dimasuki adalah Laboratorium Biologi. Berkat insiden kemarin lusa, dan atas alasan kondisi kelas tanlayak digunakan, maka sementara tempat menuntut belajar bagi siswa-siswi 2-E dipindah ke situ.

Asal untuk diketahui, Laboratorium Biologi sebenarnya untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, hanya namanya saja yang dicantumkan "Biologi", memang sedari dahulu. Beberapa tahun silam ada laboratorium fisika dan laboratorium kimia, tetapi kemudian dialihfungsikan menjadi koperasi.

Laboratorium Biologi seperti lab pada umumnya. Dua meja panjang ditata pada setiap deret, berpasangan dengan lima kursi tiap mejanya. Ada empat baris meja panjang. Wastafel menempel di dinding kiri dan kanan. Papan tulis danmeja guru di depan. Di belakang terdapat lemari-lemari penyimpanan. Barangkali selagi lab dipakai sebagai kelas, kegiatan praktikum tidak dilakukan atau ditunda.

"Selamat pagi, Robusta. Wajahmu lelah sekali. Bagaimana interogasi semalam?" tanya Arabica yang duduk di sebelah. Si ketua kelas menekuk lengan di atas meja sembari meregangkan badan, kemudian berjeda sejenak.

Namun, sebelum menjawab, datang satu teman yang mulanya terlelap, melipat tangan di atas meja dan menggunakannya sebagai alas tidur, kini berjalan menghampiri meja Robusta. Lelaki bernama Espresso, rambut depan nan lebat menutupi sebelah mata. Tidak hanya dia, satu lagi teman perempuan yang awalnya berbincang dengan orang lain, kini jua menyamper Robusta, berdiri di sisi Espresso. Perempuan itu bernama Cappucino, model rambut kucir kuda. Keduanya memandang si ketua kelas dengan raut cemas, letih. Tampaknya mereka sama eraknya macam Ketua.

"Ketua, maaf, ya, sampai melibatkanmu. Ini salah kami Ketua tidak cukup tidur semalam," ujar Cappucino.

Espresso menggaruk rambut kepala, yang mungkin tak gatal. "Iya, aku juga minta maaf. Tapi, aneh sih kalau Ketua juga ikut-ikutan terbawa. Soalnya Ketua tidak ada di TKP, 'kan."

Arabica terdiam memandang Robusta, lalu beralih menatap keduanya. "Tidak perlu minta maaf. Sudah kewajiban ketua kelas untuk ikut mengurus urusan teman-teman kelasnya. Yang terpenting, dugaan terhadap kalian sudah dicabut, 'kan?" tanyanya.

"Sebenarnya...," Cappucino saling angguk dengan Espresso sebelum lanjut, mengeluarkan selembar kertas bertulis tangan, "Sugar sempat menitipkan surat ini ke aku, tapi sepertinya penerimanya ditujukan kepada Ketua. Kalau bisa, tolong baca dan simpan surat ini, Ketua."

Robusta tak menjawab secara verbal, dengan berat siku mengambil kertas surat tersebut dan menyimpannya, kemudian dia tenggelam dalam lipatan lengan. Espresso dan Cappucino dibuat terheran.

Berikutnya, datang Pacamara, diekori Colombia di belakang. Mereka tak mengindahkan dua teman lain yang mematung.

"Ketua," panggil Pacamara dengan nada manis, memamerkan tampilan di gawai, "lihat situs ini! Sepertinya rumor di sekolah kita semakin menyebar luas! Apalagi kelas 2-E menjadi sorotan. Bisa jadi ini berkat ... ya, Latte. Yang sempat memesan jasa kami."

Selepas berkata, tangan Pacarama bersilangan, tubuhnya melakukan gestur menggoyang sehingga kucir duanya sempat ikut terayun. Di belakang, Colombia membenarkan posisi kacamata, menyimak. Sebenarnya terkesan aneh jika Pacamara si Rasional merayu dengan nada manis. Namun, mungkin saja cara itu terbilang rasional karena sekarang Robusta menoleh ke arahnya. Hanya sesaat. Sebelum si ketua kembali tenggelam dalam lipatan lengan.

"Kalian ke sini untuk pamer atau bagaimana?" Arabica menatap mereka.

Pacamara tersenyum dan menggeleng. "Tidak, tidak. Sebenarnya, meski situs yang kami post mendapat banyak tanggapan, ternyata masih ada akun dengan tanggapan yang lebih banyak lagi. Entahlah, bagaimana bisa begitu. Nama akunnya kuuhaku12. Dia sangat aktif mem-posting dan banyak pembaca yang menyukai tulisannya." Pacamara melakukan kial berpikir.

"Jadi, apa yang kalian mau?" tanya Arabica.

"Aku minta tolong bantu kami mencari tau siapa pemilik akun ini. Aku pikir Ketua pasti memiliki izin untuk mengakses lebih ke dalam database sekolah. Dengan begitu, kami bisa mengetahui cara supaya bisa menduduki posisi teratas di situs."

Arabica menghelas napas. "Ya, memang benar Ketua memiliki hak khusus seperti itu. Baiklah, nanti akan diurus."

Kedua sudut bibir Pacamara terangkat. Colombia ikut senang, tetapi ekspresinya tampak biasa saja selain mata yang berbinar-binar.

"Iya...!" Arabica tersentak, tiba-tiba bergegas ambil buku tulis, mencatat poin semua hal yang diutarakan teman-teman.

Rupanya sepatu milik Arabica dientak oleh sepatu milik Robusta. Bisa ditebak bahwa sedari tadi si ketua kelas memberi kode kepada wakilnya.

"Di mana Milk!" Usai menulis sembari menahan sakit, Arabica merobek kertas dan menyerahkannya ke Robusta.

Salah seorang siswa menjawab, "Milk dan Milkshake tadi pergi keluar. Mungkin ada urusan dengan guru."

Keempat teman yang berdiri, ditambah Arabica, merenung Robusta. Mereka tak tahu harus mengapakan ketua kelas itu.

"Tampaknya hari ini Ketua dalam mode tidak bisa diganggu." Espresso bercekak pinggang.

"Iya, mungkin Ketua ingin beristirahat di UKS?" tawar Pacamara.

"Lampu." Samar-samar, Arabica mendengar Robusta berbisik. Mungkin hanya dia yang menangkap suara itu karena paling dekat. Arabica sadar bahwa kelasnya ini, Laboratorium Biologi, minim pencahayaan.

Menyadari maksud si ketua kelas, Arabica berpaling. "Zinc, tolong," pintanya seraya mengacung tombol nyala di dinding.

Siswa dengan jarak terpendek terhadap tombol nyala pun lekas menghidupkan lampu. Suasana kelas berubah menjadi terang. Setidaknya hawa suram dan sendu bisa berkurang barang sedikit.

Memaklumi perlakuan Robusta; Espresso, Cappucino, Pacamara, dan Colombia kembali ke tempat duduk masing-masing.

***

Berita duka tersiar melalui pengeras suara, mengenai kematian seorang siswi Sekolah Satu Atap. Seluruh penjuru sekolah berkabung. Pemakaman akan berlangsung di kediaman mendiang.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan lebih, tetapi guru tak kunjung masuk kelas. Keadaan serupa ini tak lain dan tak bukan ialah jam kosong. Hal tersebut tak ayal membuat siswa kecewa, karena di hari ketujuh dalam jangka waktu seminggu, semangat pagi untuk belajar mereka sia-sia. Namun, tidak juga. Banyak yang memanfaatkan jam kosong untuk menongkrong di kantin, gazebo, lorong kelas, untuk bergosip ria, atau tidur-tiduran di kelas. Berlaku jua bagi kelas 2-E. Robusta tentu memanfaatkan kesempatan ini untuk istirahat, tidur di kursi.

Gerombolan siswa yang menderap masuk membuat kaget beberapa temannya, lantas segera kembali ke bangku masing-masing, bersikap siap. Milk dan Milkshake ikut dalam gerombolan yang gelagapan itu. Tahu-tahu guru wanita memasuki Lab Biologi, memberi salam dan meletakkan setumpuk buku di atas meja. Guru wanita tersebut suah renta, kulit wajah keriput, memakai kacamata tebal.

"Maaf terlambat. Saya tadi rapat di kantor guru dulu." Beliau agak memelankan suara, sendu, "Kemarin, teman kita, saudari Sugar, telah meninggal dunia. Pemakamannya akan diadakan hari ini siang nanti. Oleh karena itu, pelajaran hanya akan berlangsung sampai jam sembilan."

Murid sekelas dibuat kejut, bermuram durja. Atmosfer pilu memenuhi laboratorium.

"Tapi, jangan terburu-buru ingin pulang, ya. Saya akan mengadakan ulangan materi yang sudah saya ajarkan. Saya harap kalian sudah belajar sebelumnya."

Mendengar perkataan itu, lantas para siswa 2-E menyiapkan sehelai kertas, ada dari menyobek buku ada yang sudah beli kertas lembaran, kemudian membereskan meja. Hanya papan alas, alat tulis, dan carik kertas yang diperbolehkan di atas meja. Mereka bersigap melaksanakan tes.

Bu Guru pun membagikan helai soal kepada tiap siswa. Jumlahnya belasan, hanya butuh waktu singkat. Selepas itu, siswa dipersilakan mengerjakan tes. Jawaban ditulis pada secarik kertas yang sudah disiapkan sendiri, tidak lupa dibubuhkan identitas. Lembar soal tidak boleh dioret-oret.

Robusta mencermati butir-butir soal tes. Soal nomor lima, dari lima soal, sukses mencuri perhatiannya.

5. Perhatikan tabel. Menurut Golden Gate Weather Service, El Nino yang berlangsung pada tahun 2015 memiliki intensitas sangat kuat (very strong). Bagaimana dampak El Nino terhadap musim di Indonesia?

Robusta berpikir. El Nino merupakan penyebab musim kemarau panjang. Akan tetapi, tahun di soal? Tahun 2015? Robusta tidak ingat hal semacam itu pernah terjadi. Malahan sebetulnya tahun inilah terjadi El Nino dengan dampak paling parah.

Menentukan kesimpulan, akhirnya Robusta memutuskan untuk menjawab.

Namun, belum selesai menuliskan jawaban, mendadak suara ribut muncul dari lorong di depan lab.

"Ada apa itu?" Siswa di dalam laboratorium bertanya-tanya.

Seorang guru pria paruh baya berbadan sintal tampak tengah berdebat dengan guru pria yang rambutnya beruban. Mereka berjalan melalui koridor, menuju pintu masuk kelas.

Pria sintal terlihat memprotes, "Ini terlalu gegabah! Tapi, Pak Kepsek, setidaknya kita harus mendiskusikannya dengan semua anak di kelas itu!"

Pria beruban bersikap tenang, seakan telah mengambil keputusan mantap. "Saya tahu posisi Bapak sebagai wali kelas sangatlah berat. Tapi, tidak ada waktu untuk berlama-lama lagi. Pilihan ini harus segera diambil supaya korban tidak lagi bertambah."

"Tapi, bahkan Bu Elisa berkata bahwa anak-anak itu harus diwaspadai! Mereka memiliki keinginan mereka sendiri, Pak!"

Kedua guru itu memasuki Laboratorium Biologi. Guru yang beruban, tak ayal lagi merupakan Kepala Sekolah Satu Atap, berdiri di depan, menyapu seisi ruangan.

"Anak-anak kelas 2-E. Dengan ini, saya umumkan bahwa kalian semua akan dipindahsekolahkan."

9 Juni 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top