7. Vanilla-3 & tentang Musim Kering
(A/N)
Mari belajar Klimatologi Σ(:3)/~
Dan, Ilmu Gizi, kurasa :"v
Peringatan! 2 ribu kata lebih :d
###
[Tentang musim kering ....]
Musim kering atau lebih sering disebut musim kemarau merupakan salah satu musim di wilayah tropis yang dipengaruhi sistem monsun. Pasangannya adalah musim hujan. Periode musim kemarau biasanya berlangsung antara April hingga Oktober. Untuk menentukan awal musim kemarau, jumlah curah hujan dasarian (sepuluh hari) harus di bawah lima puluh milimeter selama tiga dasarian berturut-turut. Musim kemarau berakhir apabila awal musim hujan dapat ditentukan. Maksudnya, jumlah curah hujan dasarian harus sama dengan atau di atas lima puluh milimeter selama tiga dasarian berturutan. Terjadinya variabilitas iklim seperti El Nino dapat menyebabkan periode musim kemarau lebih panjang dari tahun-tahun sebelumnya, atau awal musim hujan tidak dapat ditentukan.
Di latar kota ini dan seputarnya, tengah berlangsung suatu fenomena iklim nan ganjil. Liputan awan pasti terpantau menutupi daerah kota sepanjang hari selama berminggu-minggu, memantulkan cahaya matahari yang datang dan mencegah cahaya matahari diteruskan, sehingga nilai albedonya tinggi. Meski tutupan awan selalu muncul pada observasi, rupanya hujan tidak pernah turun. Awan seolah terbawa angin melewati daerah situ, tanpa menyebabkan terjadinya hujan. Fenomena tersebut dimulai sejak bulan lalu, yang seharusnya menjadi akhir musim kemarau. Akibatnya, masa yang seharusnya berlangsung musim penghujan dan mendung sepanjang hari, tak terasa seperti musim hujan karena tidak adanya hujan turun.
Curah hujan terukur pada ombrometer tidak pernah menyamai curah hujan seperti tahun sebelumnya. Hujan tidak terjadi selama fenomena ini; atau hujan turun, tetapi curah hujan bernilai kecil. Rata-rata curah hujan bulanan tidak pernah melebihi enam puluh milimeter. Artinya, rerata curah hujan bulanan kurang dari enam puluh milimeter sehingga menurut klasifikasi iklim Mohr, termasuk bulan kering.
Ombrometer atau pluviometer
Kriteria bulan basah, bulan lembap, bulan kering klasifikasi iklim Mohr
Pada bulan yang seharusnya memasuki periode musim hujan, rupanya pada observasi lapangan belum memasuki musim hujan. Seakan, periode musim kemarau diperpanjang akibat adanya variabilitas iklim. El Nino disinyalir menjadi penyebab fenomena ini, mengakibatkan penurunan curah hujan bulanan, awan terbawa pergi oleh pergerakan angin, serta periode musim kemarau semakin panjang.
###
Perhatikan kota nan terpencil ini, terdapat sebuah sekolah bernama Satu Atap. Sekolah tersebut agak terisolasi dari permukiman kota, berada di kaki perbukitan dan dekat dengan hutan randu. Sekolah Satu Atap adalah sekolah dengan lima kelas tiap angkatannya, sehingga memiliki total lima belas kelas.
Meski tidak terlalu besar, fasilitas yang dimiliki terbilang lengkap, mulai dari lapangan sepak bola, lapangan indoor, perpustakaan berlantai tiga, koperasi siswa berikut warung fotokopi, dua laboratorium komputer, laboratorium bahasa, laboratorium biologi, ruang memasak, kantin, ruang bimbingan konseling, usaha kesehatan sekolah, toilet di berbagai titik, rumah kaca, tempat parkir guru dan tamu, tempat parkir khusus sepeda, dan lain-lain.
Sekolah tidak menyediakan tempat parkir motor untuk siswa karena siswa belum cukup umur. Pihak sekolah pula tak mengizinkan pedagang dari lingkungan luar memasuki sekolah atas alasan sanitasi. Di sudut sekolah terdapat satu deret ruangan, setidaknya ada tiga kelas, yang baru selesai dibangun, tetapi belum dipakai.
Pada pinggir jalan yang cukup ramai karena jam kerja segera dimulai, Robusta mencangklong tas, sedang melangkah bersama teman-teman sekolah Satu Atap. Dia berpostur agak pandak, mempunyai model rambut pendek berponi, dan mata nan bulat. Hari ini para siswa laki-laki mengenakan baju cokelat muda, celana panjang serta dasi cokelat.
Rupanya pada name tag Robusta yang terjahit di sebelah kiri baju, memang hanya tertulis Robusta. Siswa itu melewati gerbang sekolah, berjalan terus hingga masuk kelas 2-E. Si remaja lelaki duduk, meletakkan tas di bangku nomor dua dari depan pada barisan tengah. Telah banyak teman sekelas yang hadir, wajar sebab jam dinding di depan menunjukkan waktu hampir pukul tujuh.
Di sebelah Robusta, laki-laki berkacamata dan beroman murung menyapa, "Selamat pagi, Ketua."
Robusta mengangguk dahulu, sebelum membalas, "Ah, iya. Selamat pagi."
Bel masuk pun berbunyi, semua siswa memasuki kelas dan duduk ke bangku masing-masing. Akan tetapi, meja-meja dan kursi-kursi di belakang dibiarkan kosong. Guru wanita memasuki kelas, memberi salam. Melalui lensa kacamata, mata beliau menyapu visi di hadapan. Berikutnya, Bu Guru menuliskan sesuatu di papan tulis putih. Jam pelajaran pertama hari itu di kelas 2-E adalah Ilmu Pengetahuan Sosial. Bahan yang diajarkan ialah tentang "Variabilitas Iklim".
Guru wanita yang telah berumur dan wajahnya keriput itu menerangkan materi dengan bercerita panjang lebar, barangkali cukup membosankan bagi para siswa yang tak biasa belajar tanpa latihan atau praktik. Namun, bagi siswa yang menyimak pula mendengarkan penjelasan guru dari awal hingga akhir, terlebih mencatat poin-poin penting, pastilah dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
"Kali ini Ibu akan menerangkan tentang variabilitas iklim. Variabilitas artinya hal yang menyebabkan sesuatu menjadi bervariasi, berubah-ubah. Jadi variabilitas iklim adalah fenomena yang menyebabkan iklim menjadi berubah-ubah. Di sini Ibu akan menjelaskan dua fenomena yaitu El Nino dan La Nina.
"El Nino, dari bahasa Spanyol, berarti anak laki-laki. El Nino ini berdampak terhadap wilayah Indonesia. Dampaknya adalah terjadinya kekeringan pada musim hujan. Jadi waktu yang seharusnya musim hujan sudah tiba, menjadi tertunda, karena adanya El Nino. Akibatnya, musim kemarau semakin panjang.
"El Nino terjadi ketika massa air laut di Samudra Pasifik (Benua Amerika) naik ke atas, menyebabkan suhu permukaan laut tinggi dan tekanan udara rendah. Suhu yang tinggi membuat air menguap sehingga massa udara mengandung uap air. Sehingga, terbentuk awan di atas laut (Samudra Pasifik), sementara di Indonesia kering.
"Angin bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi, Indonesia, ke daerah bertekanan udara rendah, Samudra Pasifik (Benua Amerika), membawa awan ke Samudra Pasifik, mengumpul di atas lautan, dan di sana terjadi hujan lebat."
Keadaan normal vs fenomena El Nino
Menyelesaikan materi, si guru tak sengaja menjatuhkan spidol hitam bermerek ManusiaSalju. Beliau membungkuk, bermaksud mengambil benda yang terjatuh, membelakangi murid-murid. Namun, berhenti mendadak, lir patung yang menyeluduk. Tahu-tahu jari-jemarinya gemetar, sebelum segera menyambar spidol di atas lantai. Manik mata menggigil, tubuh si guru bergidik, peluh menghiasi dahi.
Siswa-siswi di belakangnya menatap dengan tampang dingin lagi waspada, bagaikan, memonitor setiap gerak-gerik Bu Guru.
Guru wanita itu kembali berdiri, bersikap biasa, seolah-olah tak ada hal aneh yang terjadi. Mungkin saja, perasaan ngeri barusan hanyalah khayalan belaka. Beliau pun melanjutkan materi pelajaran.
Tak mengacuhkan tatapan tajam sejumlah mata yang mengawasinya.
***
Sudut sekolah sering kali menyimpan misteri. Salah satu penjuru sekolah Satu Atap memiliki lorong, bahwa terdapat deretan tiga kelas belum terpakai. Perhatikan dinding, bingkai jendela, serta daun pintunya. Cat baru saja diterapkan, tampak sudah kering; dan pernis belum lama dilapiskan. Bisa jadi pernis masih basah sehingga jangan sampai menyentuh itu.
Pada salah satu kelas, pintu terbuka, meja jua kursi ditata rapi, lantai bersih habis disapu. Sejumlah siswa-siswi berada di dalam situ. Total lima orang. Dua perempuan, tiga laki-laki.
Siswa berkacamata dengan iris cokelat terang ialah Americano. Siswa yang juga berkacamata, bermuka murung, bernama Arabica. Di kelas 2-E, dia duduk di sebelah Robusta. Dua siswi merupakan duo sahabat yang sudah dikenal sebelumya, Milk dan Milkshake. Milk memiliki surai sebahu nan mengilap, sementara Milkshake posturnya nyata lebih tinggi, rambut bergelombang diikat. Sementara siswa terakhir: Robusta, rambut pendek berponi.
Menganggap kelas tak terpakai itu sebagai milik mereka, Robusta dan kawan-kawan sering kali membahas urusan perihal kelas 2-E. Jelas, sebab mereka semua memegang jabatan penting. Robusta merupakan ketua kelas, Arabica wakil ketua. Milk sebagai sekretaris, Milkshake selaku bendahara. Sedangkan, Americano berperan menjadi sie kelas.
Namun demikian, aktivitas yang paling banyak mereka lakukan di kelas itu hanya berdiam seribu bahasa, sibuk dengan urusan masing-masing. Americano di pojok kiri belakang memandang jendela. Robusta hening melamun di meja guru. Milk dan Milkshake duduk bersebelahan, yang satu membuat inventaris kelas 2-E, satunya mendata teman-teman yang sudah dan yang belum membayar uang kas kelas. Arabica tampak kebingungan memperhatikan keempat temannya.
Buyar dari lamunan, si ketua kelas mengigau, "Hei, bagaimana menurut kalian soal El Nino tadi? Materi IPS Bu Elisa."
Arabica, memanfaatkan pertanyaan itu sebagai topik pembicaraan, segera menjawab, "Aku pikir El Nino relate dengan keadaan saat ini. Lihat di luar, langit dipenuhi awan, kabut jauh di pandang. Mungkin saja El Nino adalah penyebabnya."
Keheningan pun perlahan pudar. Americano yang di pojok memandang Robusta. "El Nino bisa saja menjadi alasan tidak terjadinya hujan di bulan ini. Bulan ini seharusnya sudah masuk musim hujan, tapi ternyata belum terjadi hujan. Mungkin periode musim kemarau makin panjang," timpalnya.
Robusta berkedip, seperti itu cara dia menanggapi jawaban kedua temannya. Selanjutnya, dia menatap duo siswi yang masih asyik dengan kesibukan. "Milk, bagaimana menurutmu?"
"Menurutku," Milk masih sibuk mencatat daftar barang-barang, "Variabilitas iklim itu materi yang sulit. Sulit membayangkannya jika tidak melihat langsung. Maksudku, kita tidak hanya melihat dari sisi Indonesia saja, tetapi juga harus dari Samudra Pasifik pula." Arabica terpana akan jawaban tersebut. Robusta barangkali sama, tetapi dia tetap menunjukkan raut datar.
"Kenapa tadi kamu tidak bilang ke Bu Elisa?" tanya Robusta.
Milk berhenti, meletakkan bolpoin di atas kertas. Dia menentang si ketua kelas, tersenyum kikuk, "Maaf, Ketua, aku baru terpikirkan itu setelah istirahat tadi."
Robusta beralih melirik Milkshake. Perempuan tersebut sedari tadi tak indah, masih asyik sendiri. "Milkshake?" panggil Robusta, mengecek apakah si lawan bicara punya pendapat lain atau tidak.
"Maaf, Ketua. Aku tidak terlalu memahami materinya. Jadi tadi aku tertidur."
Arabica meringis. Americano balik memandang jendela. Milk mengernyih kecil, lalu lanjut menulis lagi. Robusta tahu-tahu murung atas alasan tak jelas, kini mukanya hampir mirip si Pemurung Arabica, lamun mengandung makna tertentu. Remaja laki-laki itu memainkan pensil di atas meja, memperhatikan catatan di bukunya mengenai El Nino.
"Oh, jadi begitu." Ketua kelas pun menutup buku catatan.
"Ketua," panggil Milkshake tiba-tiba, bertampang serius. Robusta pun menoleh, menanti terusan. "Sepertinya seseorang akan membawa masalah kali ini. Dengar-dengar dia akan menyatakan 'delay'."
Arabica merasa tidak nyaman. "Seseorang itu...?"
"Vanilla." Milkshake menjawab setengah sungkan. Menghela napas, netra Robusta mengerling, seakan tidak senang dengan keadaan yang dialami.
***
Ketua, ayo malam Minggu kita kencan di Kafe dekat sekolah. Membahas sesuatu yang penting. Tenang saja, kutraktir.
Sabtu malam, Robusta diajak berkencan oleh Vanilla. Bukan berarti dia seseorang yang spesial dalam hidup Vanilla, melainkan memang Robusta memegang jabatan penting dalam kelasnya. Robusta mengenakan pakaian biasa, kemeja putih kotak-kotak garis hitam dan celana cokelat. Lokasi kencan berada di kafe dekat sekolah, yang lumayan ramai orang. Di dalam, pada salah satu meja dengan dua kursi berseberangan, duduk Vanilla, bertopang dagu dan tersenyum menanti. Di atas meja terdapat gelas dua perempat kosong yang menyisakan es-es batu mencair, serta satu gelas lagi berisi susu putih yang mengepulkan uap.
Berbeda jauh dengan Robusta, Vanilla memiliki penampilan yang terbilang centil. Dia mengenakan jaket denim, kaus dalaman hitam, dan celana jin panjang. Lipstik merah menghiasi bibirnya, tampak menggoda. Bulu mata lentik, pipi merona, kulit putih, tampak cantik. Rambut hitam lebat tergerai rapi, tampak memesona.
Selepas masuk, Robusta sempat berdiri beberapa saat di depan pintu. Ternyata dia sedang mencari keberadaan sosok Vanilla. Vanilla pun melambaikan tangan sembari menyapa manis, sebagai kode supaya mudah ditemukan. Menjumpai perempuan yang dicari, lelaki itu segera menghampiri, duduk di kursi kosong, berhadapan dengan Vanilla. Kedua tangan Robusta diletakkan pada paha.
Meninjau penampilan Robusta, Vanilla tertawa kecil. "Kenapa Ketua pakai celana seragam sekolah?"
"Um, iya." Robusta melirik ke bawah sejenak, kemudian mengangguk.
"Untukmu," ucap Vanilla kala Robusta melirik segelas susu di atas meja.
Robusta menatap datar minuman tersebut. "Aku punya lactose intolerance."
"Apa itu ... lactose intolerance, Ketua?" eja Vanilla di dua kata asing terakhir.
Robusta beralih melipat kedua lengan di atas meja. Dia menatap sang lawan bicara dengan mantap, mengambil jeda sejenak demi menarik napas juga meneguk ludah. Bagaikan, bersiap guna memberikan penjelasan panjang lebar untuk beberapa menit ke depannya.
"Lactose intolerance adalah kondisi ketika tubuh tidak bisa menyintesis enzim laktase, sehingga laktosa keluar begitu saja tanpa tecerna. Gejalanya bisa begah, bersendawa, kram perut, kembung, dan diare, bahkan muntah. Lactose intolerance banyak ditemukan pada orang Asia, yang tidak biasa mengonsumsi susu dan keju.
"Kalau orang Eropa 'kan sering mengonsumsi susu dan keju. Makanan atau minuman yang dikonsumsi dapat menjadi substrat tumbuhnya bakteri mikrobioma yang suka dan bisa mengurai laktosa, sehingga makin besar kolonisasi mikrobiomanya, maka tubuh memiliki enzim laktase untuk mencerna laktosa."
Vanilla, yang sedari tadi menyimak dengan tampang tak seratus persen paham, merespons, "Aku tidak terlalu paham, tapi kasihan sekali kamu, Ketua. Pasti sulit jika punya keinginan memiliki tubuh tinggi."
"Tidak juga, aku bisa mengonsumsi alternatif lain, makanan dan minuman yang mengandung vitamin D tinggi, seperti ikan salmon, ikan sarden, kuning telur, jamur, dan lain-lain."
Vanilla membulatkan bibir. Lamun kemudian, dia terkesiap. "Eh, tunggu sebentar. Katamu banyak ditemukan pada orang Asia. Berarti aku juga punya lactose intolerance-kah?"
"Bisa jadi, tapi tidak parah atau hanya pengaruh kecil. Buktinya, kamu masih bisa minum susu tanpa mengalami gejala akut seperti yang kusebutkan. Meski begitu, jika kamu banyak minum susu, nanti perutmu bakal terasa mulas dan kamu pun BAB. Itu karena laktosa di susu tidak tecerna dan keluar begitu saja."
Salah satu sudut bibir Vanilla tertarik ke atas. Manik netranya tak berkedip, saling tatap dengan lawan bicara. Sejenang, perempuan itu terdiam, lalu menoleh ke kiri pada panorama di luar jendela, kemudian balik memandang Robusta.
"Ketua," panggilnya, dengan nada penuh penekanan.
Robusta balas menatap, mengembalikan posisi tangan ke atas paha. Sekarang dia memberi gestur "apakah-diskusinya-berakhir-di-sini?", menunggu lanjutan dialog Vanila.
"Sebelum ini, Ketua memberikan jeda waktu selama satu minggu. Kita sekelas semua setuju dan menyebutnya sebagai 'delay'."
Robusta memberi isyarat dengan kedipan mata. "Jadi...?"
Vanilla menyungging senyum. "Jadi, aku ingin menyatakan 'delay' itu juga. Semua orang bisa menyatakannya, bukan? Apa Ketua mengizinkan? Jika iya, aku akan segera mengumumkan melalui pesan ke semua teman sekelas."
Robusta mengulas senyum, senyum yang tiada satu pun mafhum arti pun maksud sebenarnya. "Boleh, asalkan jangan menimbulkan masalah."
"Ah, tenang saja. Aku pasti bisa menanganinya dengan baik." Vanilla bergegas memberesi barangnya, dimasukkan dalam tas. "Kalau begitu, aku pergi duluan, ya." Perempuan itu bangkit, mengamati kondisi ketua kelasnya setelah kencan perdana mereka. "Memang, aku tidak bisa mengetahui maksud Ketua sebenarnya."
"Bagaimana dengan susunya?" Robusta menatap segelas susu dengan rasa bersalah.
"Ah, itu ditinggal saja, tidak apa-apa."
Sepatu hak si perempuan bergantian menapak lantai keramik. Tubuhnya berlenggak-lenggok menggerakkan pinggul ke kanan dan kiri, sebelum keluar dari kafe.
Robusta memperhatikan sepucuk amplop putih di atas meja. Di luar, Vanilla tersenyum penuh kemenangan.
Catatan: dikarenakan William males ngedit2 lagi, foto daftar murid tidak bisa dijadikan petunjuk misteri
7 Juni 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top