4. Latte-2
Pada layar HP kedua siswi itu terlihat konten yang sama dengan judul berita terakhir nang dibaca Latte. Secara gesit, tampilan HP mereka berpindah ke platform lain dan terlihat tikan dengan konten yang sama: Rumor Alien.
"Hmmm, boleh juga mereka...." Latte tersenyum sinis.
Si laki-laki menurunkan kakinya, menapak lantai. Ia bangkit dan melangkah menuju teman-temannya itu.
"Hei, kalian suka sekali menyebar rumor, ya?" sapa Latte.
"Berisik, Latte, kami sedang sibuk." Salah satu siswi, yang cebol dan berkacamata bulat, menimpali dengan acuh tak acuh. Wajahnya pun tanpa ekspresi.
Siswi satunya, yang cukup tinggi, membalas dengan nada yang terbilang agak rasional, "Kami melakukannya karena ada yang me-request. Kami dibayar."
"Apalagi rumor tentang Alien itu...?" Latte menyeringai.
"Kamu, kan, yang me-request-nya kemarin? Bayarannya juga sudah kamu kasih," jawab Siswi Rasional-dijuluki begitu karena pemikirannya yang cenderung rasional.
"Wow! Wow...! Ngeri juga Kakak-Kakak ini...!" Latte membuat gerakan terkejut yang dibuat-dibuat layaknya anak kecil, "Aku bertanya di sini dan malah dituduh yang tidak-tidak! Argh!" Ia mendekap mulut dengan tangkupan telapak tangan.
"Ayo, pergi, Pacamara. Urusan kita di sini sudah selesai. Mari ke klien selanjutnya," ajak siswi cebol kepada Siswi Rasional-bernama Pacamara.
"Ayo, Colombia." Keduanya pun menyimpan gawai, kemudian berdiri dan berjalan menuju pintu.
Ekor mata Latte mengikuti kedua teman yang pergi keluar dari kelas. Si lelaki, seperti biasa, memandang mereka dengan pandangan merendahkan khasnya.
***
Langkah sepasang sepatu hitam menapak bergantian, menggema ke penjuru lorong sekolah yang gelap. Mungkin, lorong itu bisa disebut agak terang, sebab awan mendunglah yang menyebabkan gelapnya keadaan, dipertambah dengan lampu koridor yang tak dinyalakan.
Remaja bersurai hitam, bernetra sipit, serta baju seragam ber-name tag "Latte", membawa tas laptop sembari menyusuri lorong kelas-kelas. Ia melewati lapangan indoor tempat diadakannya festival hari ulang tahun beberapa waktu silam. Tempat tersebut terlihat seperti biasa; rapi, bersih, dan layak digunakan untuk berbagai kegiatan.
Latte mendeceh pelan seiring berhenti jalan, berbalik agak enggan untuk melihat dengan malas sesuatu yang ada di belakangnya. Di sana, di ujung lorong, sesosok makhluk besar bertentakel penuh lendir dan gelatin berdiri tegap bagai siap menerkam mangsa. Lengan-lengan tentakelnya menggeliat bak cacing nan berebut oksigen bebas.
Latte mendengkus kesal, selanjutnya berkata, "Alien itu makhluk yang penuh teka-teki. Mereka misterius. Tidak pernah memiliki wujud yang sama." Laki-laki itu mengejam mata, "Aku ingin pulang. Tolong, jangan mengikutiku."
Sekali kedip, makhluk besar menjijikkan tersebut lenyap dari pandangan. Latte pun berbalik, melanjutkan langkah melewati lorong. Kepalanya serasa panas dan bola mata tak tenang, gelisah memperhatikan sekitar di hadap.
Lelaki itu telah sampai pada tempat parkir kendaraan bermotor. Walau langit seolah berkata waktu telah petang, tetapi masih banyak motor yang berjajar di sana. Mata Latte menyapu seisi parkiran sampai akhirnya menemukan motornya; bermerek tidak terkenal dan mesinnya manual. Ukuran motor pun tidak terlalu besar dan modelnya tampak lama. Latte segera memakai helm dan mengeluarkan kendaraan tersebut, menempatkan pada jalur yang ada. Kemudian, ia menyalakan mesin seusai mencolokkan kunci. Ditarik gas, motor pun melaju meninggalkan tempar parkir.
***
Lelaki itu masih dalam perjalanan pulang kala masa telah larut. Malam menyebabkan jalanan gelap dan hanya lampu penerangan yang mampu membuat jelas pandangan. Latte mengendarai motor dengan agak laju, matanya menperhatikan jalan saksama.
Remaja tersebut-entah mengapa?-memiliki niatan untuk berhenti sejenak, di tengah jalan beraspal yang gelap, sepi, dan tidak lebar. Ia mematikan mesin motor, setelahnya menurunkan standar, lalu menaikkan kaca helm. Kepalanya mendongak pada langit biru hitam nan gelap. Tiada apa pun di sana selain tutupan awan yang tebal.
Tiba-tiba, sinar putih luar biasa cerah, terang benderang, muncul dari atas. Cahaya itu hanya terlihat sebagian, layaknya terdapat benda raksasa datang dari langit. Perlahan, pendar memudar sedikit, menampakkan kapal luar angkasa yang sangat besar. Kapal itu mengeluarkan suara bising, seperti baling-baling, tetapi juga bukan dari baling-baling. Latte menyipitkan netranya kala menatap benda tersebut dengan terkesima. Mata si lelaki berbinar-binar dan mulutnya agak menganga.
Namun, Latte mendadak berubah menjadi tak senang. Mulut kembali mengatup, bibir melengkung ke bawah, matanya yang awalnya berbinar-binar kini menyipit bagai melayangkan pandangan curiga. Remaja itu menyalakan mesin motor, lalu dengan kendaraannya, ia melaju kencang melalui jalan yang seolah-olah terang benderang akibat sinar kapal luar angkasa tadi.
Bagaikan disirami cahaya terang, jalan raya yang Latte lalui seolah berona putih. Cakrawala ungu kehitaman di kiri kanan, hamparan sawah serta hutan-hutan, mengiringi perjalanannya. Atau mungkin, pelariannya. Lelaki itu terlihat panik, mencoba kabur dari kejaran kapal angkasa raksasa yang bergerak mengikuti.
Napas si siswa menderu, kedua bola mata memerah dan berair, giginya mengertak. Tangannya menarik gas penuh sehingga motor melaju sangat cepat. Namun, kapal angkasa terus mengikutinya. Jalan raya yang dilalui tetap berwarna putih.
"Tinggalkan aku!" teriak Latte, terus fokus pada arah jalan.
Kendaraan Latte melaju sangat cepat. Meskipun amat cepat, tetapi kapal angkasa tetap mampu menyusulnya. Merasa terburu, Latte menaikkan gas sampai penuh agar makin melaju di depan. Namun, tak butuh waktu lama, kapal angkasa telah mendahului, cahaya terang benderang memenuhi langit di atas.
"Minta maaf! Aku minta maaf! Maaf karena aku mengabaikan kalian tadi! Tapi, kapal angkasa yang kalian bawa bagus sekali! Aw-!"
Suatu bola besi berkecepatan tinggi menghantam mata kanan Latte, menyebabkan matanya seketika mengeluarkan tumpahan darah merah. Setang sempat hilang kendali, kendaraan yang melaju cepat ada waktu oleng, tetapi remaja yang melaung kesakitan tetap bisa mempertahankan motor tetap di lajur.
Meraung penuh kepedihan, Latte memperhatikan jalan dengan sebelah matanya yang agak menyipit, sementara mata satunya sudah kehabisan kesempatan untuk melihat barang sejenak. Napas Latte makin tak beraturan, pandangannya kabur, tetapi ajaibnya ia masih bisa mengendalikan motor agar tidak jatuh.
Semacam bilah tipis nan tajam mengiris lengan atas kirinya.
Latte melaung panjang, "Aaargh!" Tubuh lelaki itu menerima rasa sakit yang luar biasa. Badannya mengedik, sementara lengan kiri terus mengeluarkan darah. Matanya pun tak mau kalah mengucurkan darah.
Sebuah bola sinar tertembakkan dari kapal angkasa raksasa yang cahayanya terang benderang memenuhi langit. Bola itu sangat laju, dalam sekerjap mata langsung menghantam bagian belakang motor Latte. Kendaraan berikut pengendaranya segera terpental sembarangan, beberapa atribut motor hancur berkeping-keping. Meski tak terjadi ledakan, lamun kerusakan yang diakibatkan tembakan bola sinar itu amatlah luar biasa, bahkan jalan aspal pun ikut hancur.
Tubuh Latte terpental beberapa meter dari lokasi jatuhnya tembakan bola, untungnya menerpa tilam hijau sehingga tak terlalu beratlah rasa sakit yang diterima. Namun, tentu saja masih sakit rasanya badan Latte, apalagi ditambah satu mata yang hancur dan lengan kiri yang teriris. Mungkin saja, salah satu kakinya saat ini telah patah tulangnya sehingga si remaja menjadi pincang. Kondisi lelaki itu teramat parah.
"Aduh...." Latte mengumpulkan sisa-sisa kekuatan yang dimiliki, meremas rerumputan dan mengerang kesakitan. Ia berteriak, tetapi teriakannya tidak dibuat berlebihan, melainkan ditahan, karena memang begitulah si Latte.
Perlahan, remaja tersebut bangkit dari posisi tiarap dengan tangan kanan menolak tanah, sementara lengan kiri tampaknya sudah mati rasa. Mengandalkan pandangan kabur yang tersisa, Latte memandu dirinya sendiri untuk keluar dari tepi jalan, menuju suatu tempat yang aman dari kejaran kapal angkasa.
Dengan langkah terpincang-pincang, kepala berdarah, dan pandangan kabur karena cairan merah yang merembes mata, Latte mencari tempat yang aman untuk bersembunyi dari kapal angkasa raksasa. Ia harus menemukan tempat supaya terhindar dari serangan susulan kapal itu.
"Aaargh!" Tidak kunjung menemui tempat aman, Latte meraung kesakitan. Tak ada satu pun tempat aman di sekitar.
Hingga, lelaki itu menampak tembok bangunan yang berjarak beberapa meter. Segera Latte berlari sekuat tenaga dengan kaki timpang, butuh waktu lama dan usaha lebih untuk mencapai bangunan. Setelah sampai, ia menyender dinding dan mengambil napas sebisanya, tangan kanan meremas lengan kiri.
Namun, kapal angkasa terus mengejar, bahkan sudah tepat di atas langit. Latte menjadi tampak sangat takut, ia langsung berlari masuk ke dalam bangunan, menemukan bahwa ruangan di dalam amat gelap dan berantakan, banyak benda berserakan di sana-sini. Mungkin saja, itu adalah gudang penyimpanan.
Mendengar suara bising dari luar, Latte yang kepanikan menoleh ke sekitar tak keruan, berjalan menuju sudut gudang yang sekiranya aman dan cocok sebagai tempat sembunyi. Tiba-tiba, suara bising berhenti, keheningan mendadak memenuhi ruangan gudang.
Merasa telah aman, Latte mencoba menguasai dirinya, mengatur napas dan mengamati sekitar dengan pandangan kabur, lengan kanan meremas tangan kiri. Ketika ia menyadari terdapat sesuatu di balik punggung, Latte segera berputar. Ada sesosok siluet manusia tepat di hadapan, mengangkat sebilah benda tumpul.


###
Sleman, 26 April 2020
Berharap ada yang nungguin :"v
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top