32. Smoothies-1

Di umur enam tahun, Strawberry dan Smoothies melakukan hal yang paling diinginkan anak korban dari broken home.

Terbilang suatu ruangan gelap yang dipenuhi alat-alat canggih lagi aneh. Seperti tempat melakukan eksperimen. Lebih mudahnya disebut sebagai ruang percobaan. Di sana, satu pria paruh baya dan satu wanita paruh baya dipertalikan di atas kursi. Mulut mereka dibungkam kain, tangan dililit, kaki dibelit, badan dibebat tali tambang. Keduanya meronta serta memberontak, tetapi tak berhasil bebas. Mata pria-wanita itu dipaksa terbuka dengan diberi penjepit besi yang menahan supaya tidak berkedip.

Sepasang orang tua tersebut dihadapkan monitor besar nan menyala begitu terang. Mereka dipaksa menonton gambar bergerak yang ditayangkan pada layar.

Dua anak kecil berumur sekitar lima tahun nan terlihat kembar, Strawberry serta Smoothies, berdiri di ruangan terpisah yang dibatasi kaca, mengawasi jalannya eksekusi.

“Akhirnya ide untuk mencuci otak Papa dan Mama berhasil! Ini berkat kamu, adikku, Smoothies!”

Perempuan kecil berambut lurus berseru senang, sementara perempuan berambut ikal mengangguk, memasang wajah agak sendu.

“Ayo kita laksanakan percobaan ini!”

Smoothies memencet tombol alat pengendali. Video pada monitor pun dimulai. Sinar yang sangat terang serta perasaan ketakutan membuat sebandung pupil mengalami konstriksi kuat. Gambar hidup itu menampilkan kombinasi warna yang mengganggu, gerakan animasi tidak mengenakkan, transisi layar nan menyakitkan mata, suara yang mengacaukan pendengaran. Semuanya komplet, menghancurkan psike siapa pun nan menonton.

Dua orang yang menyaksikan video itu mengalami keruntuhan psikologis secara hebat. Mereka menjerit histeris, muka memerah, air mata mengalir deras, hidung mengeluarkan cairan kental, urat di wajah tampak menebal. Saliva keluar dari mulut dalam jumlah melimpah.

Usainya video, tubuh dua orang itu masih bergidik, gemetar, menggigil. Mimik begitu ketakutan. Dengan terbata-bata, mereka berkata serempak:

“Aku akan mengikuti setiap keinginan anakku ….”

“Aku akan mengikuti setiap keinginan anakku ….”

Raut Strawberry berseri-seri, dia menjerit kegirangan. “Hore! Kita berhasil!”

***

Siang hari nan terik pula senyap menjadi saksi bisu.

Pada tepi jalanan yang dinaungi oleh rimbunnya pepohonan bugenvil, Tubruk berdiri sambil sesekali menengok ke arah sebarang, seakan tengah menanti seseorang. Lelaki bertubuh tinggi rata-rata itu memperhatikan bunga berona merah cerah di dekat. Pohonnya berduri, daun menyirip, serta bunga tumbuh dalam jumlah banyak. Mata Tubruk mengamati lebih cermat bunga bugenvil itu. Rupanya terdapat tiga bunga yang sebenarnya, terselubungi oleh daun pelindung nan lebar lagi berwarna indah.

Di seberang jalan, terlihat sebuah rumah besar. Ada pagar tinggi yang membatasinya. Seorang perempuan berdiri di depan pagar tembok, tersenyum dengan lembut. Akhirnya sosok yang dicari Tubruk datang juga, lelaki itu memintas jalan nan agak lebar, menghampiri si perempuan berpakaian gaun biru sepanjang mata kaki. Lawan jenis yang memiliki model rambut ikal panjang dan dikucir pita kuning itu tampak senang kala Tubruk berhadapan dengannya.

“Maaf menunggu, ada apa memanggil?” tanya Smoothies.

Tubruk menjadi malu-malu, lelaki tersebut mengusap tengkuk sembari meringis. “Anu, Smoothies … ada yang ingin aku katakan kepadamu ….”

“Apa itu?”

“Sebenarnya … aku … ingin …,” Tubruk berbalik, berlari kecil menuju bilik kamar mandi umum dekat tempat parkir, “ke toilet, hehe ….”

Smoothies memandang punggung si laki-laki yang semakin menjauh. Dengan pipi bersemu merah, perempuan itu meletakkan telapak tangan di samping mulut seraya berteriak, “Tubruk! Tentang surat itu, aku menerimanya! Aku menerima pernyataan cintamu!”

Maka begitulah intrik percintaan yang terjadi. Tubruk harusnya hari itu kencan bersama Strawberry, tetapi justru diam-diam pergi menemui adik pacarnya--Smoothies. Smoothies pun, di saat Strawberry menunggu di tempat lain di luar sana, dia malah menikung pacar kakaknya sendiri dengan membuat perjanjian rahasia bersama Tubruk.

Tubruk senyum-senyum di kala berlari kecil. “Aku tidak menduga reaksinya akan seperti itu.”

***

Sepasang remaja itu berjalan di tepi jalan; Smoothies yang mengenakan gaun merah muda panjang, dan Tubruk yang memakai kemeja hitam polkadot serta celana semijin. Tampak perbedaan tinggi badan nan nyata, Smoothies setinggi kuping Tubruk. Dua sejoli tersebut melangkah santai di bawah naungan pohon bugenvil warna-warni nan tinggi lagi lebat.

Taman yang mereka kunjungi terasa damai lagi asri. Terdengar tawa anak-anak yang berlarian gembira di atas tilam rumput, sementara para orang tua mengawasi dengan duduk di bangku. Cahaya mentari mencorong di langit, menghasilkan bayangan pohon lebat sehingga taman menjadi teduh.

Tubruk dan Smoothies memutuskan berbelok masuk, menyisir jalan setapak yang dihiasi pagar apotek hidup di sisi kanan kirinya. Barisan pohon bugenvil rindang memayungi daratan, tampak begitu teduh, membuat hati siapa saja yang melihat bakal menjadi damai.

Tubruk akhirnya memulai obrolan dengan topik yang dia dapat barusan. “Jadi ingat dulu, ketika aku menunggumu di bawah pohon bunga kertas; menunggu jawaban darimu.”

Smoothies menoleh, tanggap, “Dan, saat itu aku menjawab ‘ya’, ‘kan?”

“Tentu.”

Harmoni saat itu menjadi suasana tenteram yang menyambungkan hati antara si laki-laki dengan si perempuan. Dalam benaknya, Tubruk diliputi perasaan menggebu-gebu nan tak bisa dia tahan.

“Ah! Aku jadi kesal. Kenapa kita harus main rahasia-rahasiaan? Pacar rahasia? Huh. Ayolah, Smoothies! Kita umumkan ke teman-teman kita, bahwa kita itu pacaran! Urusan Strawberry bisa diselesaikan nanti! Aku bisa menjelaskan ke mereka kalau kami hanyalah sebatas teman saja, sedangkan aku dan kamu … sepasang kekasih yang setia. Bagaimana?”

Smoothies tiba-tiba sedikit murung, menundukkan kepala. “Aku tidak bisa menyetujuinya.”

“E--eh? Kenapa?”

Perempuan berambut ikal panjang itu mengacungkan telunjuknya seraya menegakkan kepala.

“Rahasia kelas, pertama: jangan bagi tahu siapa pun bahwa kita berpacaran!”

Suaranya begitu mantap serta penuh percaya diri.

“Rahasia kelas, kedua: jangan beri tahu satu pun orang bahwa Strawberry sudah punya pacar!”

Smoothies tersenyum penuh kemenangan. Matanya mengejam sambil menatap si lawan bicara.

“Bagaimana? Sudah ingat ikrar kita saat itu?”

Tubruk merasa kalah telak. Permintaan egoisnya menjadi hancur mumur. Dia tak menduga Smoothies bakal mengatakan hal tersebut.

“Ah, kamu ini! Masih ingat saja, haha!” Ah, sial.

“Jika salah satu rahasia terbongkar, maka rahasia lainnya harus terbongkar juga. Tubruk tidak mau ‘kan, rahasia kakakku diketahui orang-orang?” Smoothies menatap tajam, manik matanya mengilat.

***

Hari ini Tubruk dan Smoothies melangsungkan kencan perdana mereka, setelah sebelumnya si perempuan menerima perasaan si laki-laki. Lokasi yang dipakai adalah taman dekat kediaman Smoothies, bahwa banyak pohon bugenvil tumbuh menjulang di sana.

Mereka berjalan kepil, tampak serasi sebagai pasangan muda yang dimabuk asmara. Tubruk tidak peduli banyak orang yang melihat di pagi akhir pekan itu, toh wajar sepasang kekasih menikmati waktu bersama dengan berjalan-jalan di taman. Sebenarnya, apa yang membuat Tubruk tertarik dengan Smoothies?

“Kamu cantik. Tapi, aku belum suka kamu. Tidak tahu kalau nanti malam. Lihat saja nanti!” seru Tubruk.

“Apa itu maksudnya?” Smoothies heran.

“Tidak paham, ya? Yah, harusnya aku tidak pakai gombal hasil colong itu!”

Smoothies tertawa kecil. “Kamu itu lucu sekali!”

“Tapi, sekarang serius.”

“Apanya?”

“Benaran, serius. Kamu dengar baik-baik, ya.”

Oke, Smoothies memasang telinga baik-baik, memperhatikan dengan saksama. Tubruk memberikan tatapan serius, meyakinkan komunikan bahwa pesan ini bersifat sungguh-sungguh.

“Ini adalah rahasia antara aku dengan kamu saja, mengerti? Tidak boleh ada yang tahu selain kita, termasuk teman-teman di kelas. Rahasia kelas pertama, tidak boleh ada yang tahu kita berpacaran.”

Smoothies menyadari makna di balik perkataan Tubruk.

“Jadi, ada rahasia kelas lagi?”

“Rahasia kelas kedua, Strawberry sebenarnya sudah punya pacar.”

Perempuan itu membatu, bungkam. Raut mukanya berubah menjadi sarat kekecewaan. Terdengar “oh” keluar dari bibir, tampak bahwa Smoothies benar-benar merasa dikhianati.

“Ini adalah rahasia, ya … ?” tanya si perempuan.

“Iya.”

Smoothies tersenyum getir, memicing mata. Dia mengacungkan jari kelingking. Tubruk balas senyum, menyambut jari kelingking itu, kemudian saling bertautan. Mereka telah membuat janji suci. Sebuah pinky swear.

###

17 Juli 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top