29. Tubruk-3
“Ayah, Ibu, Adik, Tubruk berangkat sekolah dulu, ya!”
Seorang pria dan wanita paruh baya berselonjor di suatu ruangan rumah, menyandar tembok. Tampang mereka babak belur serta mimisan. Mata bengkak, gusi berdarah, tulang hidung patah, dahi terluka lebar. Pada pipi tedapat bekas habis dipukul. Lebam pula memenuhi lengan dan kaki. Air mata sinambung membanjir, terus bercucuran seiring suara rintihan keluar. Ibu dan Ayah tak kuasa menggerakkan badan, hanya bisa pasrah meratapi nasib seraya terus menangis dan merintih.
Dari ruangan lain, suara jeritan anak kecil melengking, terdengar memekakkan telinga. Seorang anak perempuan berumur sekitar enam tahun keluar dari kamar dengan menyeret tubuhnya. Tangan menggeliat, menggaruk-garuk lantai terus hingga badan bisa tertarik, menuju Ayah dan Ibu. Dia terus saja menangis histeris, berteriak kesakitan. Namun, dia tetap berusaha supaya bisa terus bergerak, dengan kondisi kaki patah, perut dipenuhi lebam, wajah babak belur, dahi bincul, mata bengkak, gigi copot, gusi serta hidung berdarah, sebagian rambut rontok.
“Seharusnya kami mendengarkan nasihat nenekmu untuk tidak macam-macam denganmu …,” ucap Ayah terbata-bata, sementara Ibu hanya bisa terus menangis dan merintih.
Ya ampun, mereka menyebalkan sekali. Ini hari perdana Tubruk di tingkat 2, tetapi Ayah dan Ibu malah menyuruhnya untuk pindah sekolah. Mereka mengapa sih? Adik menjadi korban juga, ‘kan!
Kembali ke pembahasan masa sekolah. Tubruk memasuki kelas sebelum pukul tujuh pagi, mendapati beberapa orang sudah berada di dalam. Selain Caturra dan Robusta, Tubruk sudah berteman dengan para laki-laki lainnya.
Ada satu perempuan yang menarik perhatian Tubruk.
Siswi berparas rupawan, berambut panjang lurus, kulit sawo matang. Ah, tidak lupa jepit rambut kepala yang memiliki hiasan stroberi rona merah muda. Namanya Strawberry, bintang idola sekolah dari kelas 2-E. Dia memegang jabatan sebagai wakil ketua kelas.
Singkat cerita, dengan bantuan sahabat terbaik, Tubruk secara mengejutkan membuat teman-temannya terpukau karena lelaki itu berhasil memacari Strawberry, perempuan yang kabarnya telah berkali-kali menolak tawaran untuk berpacaran. Apa rahasia Tubruk bisa memikat hati perempuan itu?
***
Pagi hari di Sekolah Satu Atap, waktu istirahat pertama telah tiba. Langit begitu cerah, baskara mencorong terang, awan sirus putih tampak indah.
Atap gedung perpustakaan merupakan tempat terbaik untuk bersantai, pikir para siswa, tetapi tidak, karena guru BK melarang siswa naik ke sana. Namun, Tubruk tetap ingin ke sana. Dia tak peduli jika melanggar peraturan, asalkan tidak ketahuan. Mungkin secara dasar, kepribadiannya adalah tipe pemberontak.
Tubruk telah berada di lantai teratas perpustakaan, lantai tiga. Di sana amatlah luas, banyak rak-rak besar berjejer, tertata beragam buku sesuai bidang ilmu pengetahuan. Ada ruang baca juga di pojok ruangan. Tegel dan plafon putih, juga dinding krem, cocok sebagai tema ruangan.
Tubruk menuju salah satu rak yang tersembunyi dari pandangan orang-orang. Mumpung perpustakaan sepi, serta siswa-siswi lebih suka menghabiskan waktu istirahat di kelas pula kantin, Tubruk membuka laci yang terletak di bagian bawah rak.
Senjata api senapan laras panjang tersimpan di dalam. Lengkap dengan tas khusus, amunisi, beserta pembersih lubang moncong, dan alat lainnya. Tubruk mengambil senapan tersebut, lalu menutup rak kembali. Semuanya mulus, tanpa sepengetahuan siapa pun.
Lelaki itu menilik sekitar. Setelah memastikan situasi aman, Tubruk melangkah ke tangga besi. Kaki panjangnya mendaki anak tangga satu per satu, tangan menggenggam senapan. Seusai sampai di anak tangga terakhir, mata beriris hitam melirik ke atas.
Sebuah besi penutup yang dipasang gembok pada gerendel. Tangan kiri Tubruk mengambil kunci dari saku celana, kemudian dengan sigap membuka gembok, menarik gerendel, dan mendorong besi penutup. Akhirnya akses menuju teras atap terbuka.
Keadaan di teras atap gedung perpustakaan terasa harmoni. Terdapat tanki air di belakang. Tepi atap tidak memiliki dinding pembatas. Angin silir bertiup perlahan-lahan. Tubruk bisa mengecap kedamaian tidak kekal. Lelaki itu senang menghabiskan waktu istirahat di sana.
Tubruk yang menikmati suasana tiba-tiba buyar oleh suara nyanyian burung gereja. matanya meneropong sesuatu pada atap gedung kelas bertingkat. Terdapat seekor paksi kecil berbulu cokelat yang bertengger di kabel. Senapan laras panjang yang dibawa Tubruk dia angkat, membidik ke burung gereja tersebut. Pandangan terfokuskan pada target.
Mendadak, suara seseorang yang akrab mengintervensi fokusnya. “Sepertinya kebiasaan membidik burung adalah hobimu, ya?” Orang itu berkata dengan riang, tanpa rasa bersalah.
Tubruk terpaksa harus menurunkan senapan, mengurungkan niat membidik burung gereja, memasang selempang kemudian membiarkan senapan menggantung. Dia menoleh ke arah sumber suara, lalu mengembus napas. “Robusta,” panggilnya, agak tak puas. Tampak remaja laki-laki berpostur pendek dan mempunyai rambut poni berdiri di belakang.
“Kebiasanmu itu menembak burung gereja, ya?” tanya Robusta, kini berada di samping Tubruk. Tampak perbedaan tinggi badan nan nyata.
Laki-laki yang ditanyai hanya membisu. Reaksi itu membuat Robusta bertanya-tanya terhadap respons nan mungkin di luar dugaan.
“Kamu itu orangnya tipe tidak suka banyak omong, ya?” Robusta memiringkan kepala, melirik jahil kepada Tubruk.
Laki-laki yang ditanyai bungkam, mengerling sekilas. “Seperti Ketua.”
Robusta tercenung.
Tubruk menghela napas. “Caturra pernah berkata, dia lebih suka memberikan respons berupa gestur daripada dialog, karena gestur itu ambigu. Orang yang diajak berinteraksi akan menafsirkan gestur itu terlebih dahulu, kemudian mendapatkan jawaban yang bakal bervariasi, tergantung orangnya. Sementara dialog, orang akan langsung tau apa hal yang dimaksud.”
Robusta membulatkan mulut. “Terdengar rumit, ya!”
Tubruk melirik si ketua kelas yang seakan mempermainkannya. “Saat keadaan genting dan aku hanya diberi dua pilihan: untuk menyelamatkan diri sendiri atau menyelamatkan Caturra (orang lain)? Aku lebih memilih menyelamatkan Caturra, karena dia teman pertamaku di sekolah ini.”
“Kalau misal aku?” tanya Robusta sambil tersenyum lebar.
Tubruk justru bingung. “Entahlah. Toh, Ketua memiliki cara Ketua sendiri untuk mneyelamatkan diri sendiri.”
Robusta merasa sarkasme barusan memiliki efek kerusakan nan besar. Dirinya seakan kalah telak, poin kehidupan terkuras habis. Tubruk sebagai lawannya memiliki keahlian nan lihai untuk menjebak musuh. Robusta harus menggunakan kartu as sebagai jurus pamungkas.
Lelaki berambut poni itu berseru, “Aku akan membantumu mendapatkan pacar!”
Tubruk mengernyitkan dahi serta kening. “Kenapa tiba-tiba?”
“Karena orang-orang di kelas ingin kamu berpacaran dengan Strawberry!”
“Kenapa Ketua beranggapan begitu?”
“Ayolah, semua orang tahu kau sedang melakukan PDKT dengan Strawberry!”
Tubruk menderita sesak di dada nan dalam. Dirinya seolah tak nyaman dengan perkataan barusan. Lelaki dengan tinggi badan rata-rata tersebut menentang mantap kepada Robusta.
“Ketua …,” ucapannya sedikit berjeda, “aku … sudah memiliki pacar.”
Robusta tercengang dengan pernyataan barusan.
Pepohonan bugenvil berkuntum bunga warna-warni menari tertiup angin kencang. Daun pelindung beragam rona berjatuhan, seolah terjadi hujan kembang di tepi jalan nan damai. Puspa jambon bertaburan, kusuma putih berjatuhan, puspita merah berserakan, sari kuning berhamburan, sekar jingga berguguran, kujarat ungu berluruhan.
Tubruk terpana di bawah hujan berupa-rupa seludang bunga bugenvil. Mata lelaki itu pula terkesima memandang sosok seorang perempuan yang berdiri menanti di depan rumah megah berpagar tinggi. Figur nan anggun tersebut tersenyum lembut, rok biru langit dan rambut panjang ikalnya berkibar-kibar diembus angin. Si remaja perempuan berkucir pita kuning mengulurkan lengan seraya berkata dengan pipi bersemu merah:
“Tubruk, aku menerima pernyataan cintamu ….”
Saat itulah Tubruk menyadari, bahwa seludang bunga bugenvil baru akan gugur setelah layu, mengerut, memudar, merona cokelat buruk, sehingga tidak ada siapa pun yang ingin melihatnya.
###
16 Juli 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top