26. Robusta-7
Catatan:
-- = m dash
###
Robusta memberikan tatapan nyalang lagi ngeri. Lelaki itu menyeringai licik, menentang seseorang di hadapannya dalam suatu bilik nan gelap.
“Ingatlah ini. Kau harus memastikan semua pintu, jendela, akses keluar-masuk terkunci rapat, sehingga teman-temanmu tidak bisa keluar dan terperangkap di dalam situ. Jangan lupa siram teman-temanmu dengan bensin supaya api yang kau ciptakan bisa besar dan cepat menyebar. Kau ingin membunuh teman-temanmu yang selalu mengejekmu, 'kan?”
Seseorang itu mengangguk. Rencana malam ini dijamin seratus persen bakal berhasil.
***
Segala kemalangan yang terjadi berpusat pada kelas 2-E. Bagaikan, kelas tersebut mendapatkan peran sebagai tumbal sekolah untuk penolak bala. Perandaiannya, seisi kelas menyerap semua hal buruk yang ada di sekolah, menyebabkan siswa-siswi 2-E sengsara. Sementara itu, kelas-kelas lain menjadi bahagia, terhindar dari perkara tercela.
Titik transit kali ini ialah rumah Bendahara 2-C, Poly. Disebut transit karena para remaja hanya akan menitipkan kendaraan, barang, dan lainnya di sana, kemudian pergi lagi ke suatu tempat. Ah, jaraknya tidak terlalu jauh, cukup dengan berjalan kaki untuk sampai dalam waktu singkat.
"Semuanya sudah lengkap?"
Setelah malam merangkak, orang-orang mulai berdatangan dengan mengenakan pakaian santai, kebanyakan dibalut jaket, mengingat cuaca dingin di malam hari, apalagi awan selalu menutupi langit.
Sebenarnya sudah ada beberapa remaja yang datang ke rumah Poly, sengaja karena katanya akan ada pesta teh kecil-kecilan yang diadakan Tim Penyokong. Tentu kebanyakan para laki-laki termasuk Geng Mello yang ikut pesta tersebut, hitung-hitung mengisi perut. Apalagi remaja bertubuh besar selevel Mello membutuhkan asupan nutrisi yang banyak.
Ludo tak lupa mengenakan kupluk kelabunya. Si ketua proyek menunggu beberapa orang yang belum datang. Selagi menanti, bersama teman-teman, lelaki itu menikmati kukis serta minuman hangat yang dibuat oleh pemilik rumah beserta anggota Tim Penyokong.
"Dua orang itu lama sekali, ya ...."
Sementara itu, di depan rumah Halma, Mono menunggu lelaki berkulit kuning langsat tersebut keluar. Ketika Halma membuka pintu, rupanya dia baru bangun tidur, meminta maaf sembari mengenakan celana jin serta kemeja biru laut. Padahal laki-laki kurus kering itu hanya mengenakan celana pendek dan singlet.
Sontak si perempuan berambut keriting menjerit malu seraya menutup wajah. Si laki-laki juga kelabakan, segera menutup pintu kembali.
"Ya ampun, Halma! Pakai bajumu!"
"Maaf! Maaf!"
Singkat cerita, Mono dan Halma sudah sampai di rumah Poly. Ludo pun bernapas lega. Namun, teman-temannya menyadari bahwa ada beberapa orang lagi yang belum datang. Padahal waktu nan dijanjikan sudah hampir tiba.
Ludo tak ingin jam karet. Dia menyuruh teman-temannya segera menuju tempat nan dimaksud, sekarang juga, tidak pakai lama, membawa barang-barang yang diperlukan seperti buku catatan, kertas, buku laporan, alat rekam.
Mereka, tanpa membuat keributan, diam tenang, mengenakan alas kaki, keluar lewat pintu belakang, berjalan beriringan menuju suatu tempat yang agak jauh di belakang rumah. Beberapa orang menyusul kemudian.
Mono dan sejumlah remaja masih belum berangkat, menunggu di rumah Poly. Tahu-tahu, seorang gadis berjalan tergopoh, memasang raut ketakutan. Ketika orang-orang menyuruhnya menenangkan diri, dia ditanyai, 'Ada apa?' Namun, perempuan itu masih terlalu syok untuk menjawab.
Mono menyuruh orang yang tersisa untuk menyusul gerombolan nan telah berangkat. "Biar aku yang menjaga Naria."
Gadis syok itu meminum air putih yang diberikan Mono. Saat ditanyai, katanya dia akan memberi tahu di tempat sana, tepatnya kepada Ludo, ketua proyek.
Tiba-tiba, Mono merasakan hawa dingin mengintip dari balik jendela ruang tamu. Maka, dua perempuan tersebut memutuskan untuk segera menyusul teman-teman mereka.
Sementara itu, rombongan yang telah dahulu berangkat, bermodalkan lampu corong atau senter HP, berderap melewati jalan setapak di antara lahan sawah tebu. Tanaman komoditas perkebunan tersebut sudah memasuki fase generatif, tinggi menjulang, lebat, serta menghasilkan suara kerisik saat tertiup angin. Sontak hal itu membuat bulu kuduk merinding.
Para remaja 2-C merasa bersyukur. Mereka tidak harus melewati pematang nan sempit atau menyisiri batang-batang tebu, karena situasi ini benar-benar mirip adegan di film horor Barat. Siapa bisa menduga bakal ada orang-orangan sawah yang meloncat lalu membacoki mereka satu per satu?
Setelah menempuh jarak kurang dari setengah kilometer, akhirnya gerombolan remaja 2-C sampai. Sisa orang nan menyusul pula sudah tiba. Remaja 2-C memutuskan untuk menggunakan kandang sapi sebagai tempat berkumpul mereka. Tidak ada alasan tertentu mengapa harus di situ, karena selama ini mereka memanh selalu memilih tempat secara acak. Ah, karena rumah Poly sedang ada tamu dan saudara berkunjung, Poly berinisiatif untuk memindah tempat berkumpul ke sini.
Kandang kayu tersebut lebih mirip jika disebut rumah. Ukurannya besar, memiliki tinggi sekitar delapan meter dan luasnya kira-kira seratus meter persegi. Bagian langit-langit cukup lapang.
Kandang kayu seukuran rumah itu digunakan sebagai tempat tinggal belasan ekor sapi dewasa, ada pula anak sapi. Karena mereka hewan diurnal, sebagian besar sudah tidur, tetapi sedikit terusik akibat kehadiran banyak orang, atau mungkin atas sebab lain. Pernah melihat sapi tidur? Mereka menekuk keempat kaki, duduk dengan bertumpu pada tungkai.
Poly membuka gembok dengan kunci, lalu mengorak rantai yang mengikat pintu besi, menarik daun yang besar itu. Selepas memastikan semua temannya masuk ke dalam, dia menutup kembali pintu. Perempuan itu mengecek keadaan sapinya yang cukup gelisah ketika dia datang.
"Sapi baik, sapi baik ...."
"Kandangnya lumayan jauh dari rumahmu, Poly. Kalau ada yang maling bagaimana?"
"Biasanya ayahku berjaga tiap malam di gubuk kecil sebelah kandang ini. Tapi, karena malam ini ada kalian, aku meminta ayahku di rumah saja."
Suasana di dalam cukup temaram. Meski satu lampu penerangan di tengah dinyalakan pun, masih tetap remang-remang. Ruangan kandang terdiri dari sejumlah partisi di pinggir serta bagian blangko di tengah. Petak-petak diisi sapi tiap bilik. Sekat yang dipasang merupakan balok-balok kayu nan diikat kuat.
Lantai kandang dialasi jerami kering dalam jumlah banyak. Terdapat tumpukan jerami di salah satu dinding yang kemungkinan adalah stok pakan ternak. Ada pula beberapa karung berisi butir pakan. Satu peti kayu yang tampak tak serasi disandarkan pada dinding. Tong-tong plastik ditata di pojok, tertutup rapat. Itu merupakan wadah untuk membuat pupuk kotoran*. Tentu tercium bau tak sedap di serata ruangan.
(*di sini digunakan kata pupuk kotoran karena pupuk kandang sebenarnya istilah yang kurang tepat dipakai di bidang pertanian)
"Bau apa ini?"
"Mungkin kotoran sapi. Atau, pupuk."
Sekian orang merasa badan mereka tak enak, terutama di bagian perut. Kebanyakan para laki-laki, termasuk Geng Mello. Orang-orang berbisik-bisik, berbicara dengan nada rendah. Mereka duduk melingkar pada tikar nan digelar di tengah ruangan, tiap sudutnya terdapat tiang kayu penyangga. Barang bawaan digeletakkan di sekitar. Sesudah para remaja berkumpul semua secara komplet, diskusi bisa dimulai.
"Baiklah--" Ludo hendak membuka kegiatan, tetapi salah satu perempuan menyelang. Perempuan yang datang terakhir bersama Mono.
"Teman-teman, ini tentang Alvon! Alvon menghilang! Tinggal dia saja yang belum datang, 'kan? Aku sudah menghubungi nomornya, tapi tidak tersambung! Aku sudah pergi ke rumahnya, tapi tidak ada orang! Aku tidak tahu ke mana hilangnya Alvon! Apakah ada yang tau dia di mana?"
Perempuan itu mungkin masih syok. Sayangnya tidak ada yang bisa membantu memberi jawaban. Semua orang tidak tahu. Mereka justru bertanya-tanya.
"Aneh sekali ... ?"
"Alvon kan Ketua Tim Dokumentasi, dia selalu datang tepat waktu untuk mengecek tempat. Mengapa dia tidak hadir?"
"Iya, benar. Sementara orang yang biasanya mangkir, malah hadir. Lihat! Dia malah memainkan rambut kayak tak acuh."
Perempuan tinggi berjaket denim yang dimaksud, Ratu, memutar mata ke atas. "Heh? Si Alvon itu tidak datang? Mungkin saja dia diculik, atau malah dibunuh." Perempuan itu bercekikikan.
"Ratu, jaga omonganmu!"
Tercipta suasana ingar kecil. Para sapi jadi makin terganggu istirahatnya. Beberapa orang berdebat dengan Ratu, sementara Ratu merasa tak terima dituduh yang tidak-tidak.
Sementara itu, para laki-laki makin mengeluh tentang perut mereka yang sakit. Beberapa perempuan juga. Mau tak mau, Ludo harus membuat teman-temannya tenang.
"Masalah Alvon bisa kita urus nanti. Tenang saja, oke? Supaya tidak semakin malam--apalagi tempat ini terpencil--mari kita mulai saja diskusi kali ini. Sebelumnya aku meminta maaf jadwalnya mengaret sekali dan kalian harus pulang malam-malam. Kuharap kalian sudah menghubungi rumah."
Tar, Ketua Tim Analisis yang gelisah sedari tadi, membuka presentasi setelah dipersilakan. Tangannya gemetar membuka halaman buku catatan.
"Teman-teman ..., jangan kaget ... kami Tim Analisis sesungguhnya tidak percaya, tapi--"
Perempuan itu mengambil jeda untuk menarik dan mengembus napas.
"Berdasarkan hasil analisis tim kami, identitas sebenarnya dari pemilik user kuuhaku12 adalah ... Robusta, ketua kelas 2-E. Ini memang sulit dipercaya. Tapi, berdasar surat-surat yang didapat dari map milik Robusta, memang benar dialah yang mem-post posting-an itu. Dialah pemilik akun kuuhaku12. Aku tidak tau jika ada orang lain, tapi dia benar-benar pintar menyembunyikannya."
Para remaja merespons tak percaya. Mereka ingin bertanya lebih lanjut, tetapi mengurungkan niat karena presentasi masih berjalan.
Tar mengatur napas. "Selanjutnya, yang tak kalah mencengangkan. Penyebab kematian murid-murid 2-E. Kami menemukan bahwa--"
Mendadak, terdengar bunyi berisik dari pojokan kandang. Peti kayu tiba-tiba terbuka sendiri, mengungkap sesosok jasad berkulit pucat yang jatuh tersungkur bersamaan dengan daun. Tubuh kaku seorang remaja laki-laki ... yang familier.
"Alvon!"
###
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top