20. Robusta-1

Kelas 2-C, Sekolah Satu Atap

Senin, 31 Oktober 20XX

Ini adalah kisah tentang kelas 2-C Satu Atap dan bagaimana akhir mereka yang tragis.

“Aku pikir sebaiknya kita mulai dari insiden penembakan sepuluh murid yang dilakukan Tubruk.”

Seorang remaja perempuan bertubuh gempal mengusulkan. Namun, salah satu temannya merasa bahwa pendapat itu kurang tepat, dia mengatakan bahwa sebelumnya sudah ada dua orang yang mati, yaitu Strawberry dan Smoothies, maka lebih baik mulai dari situ. Lalu, teman lainnya menyampaikan, bukankah sebaiknya kita mulai dari mengusut rumor kakak kelas angkatan pertama yang mati terbakar di sekolah?

Perdebatan ini tidak ada ujungnya. Ketiga siswi tersebut memulai terlebih dahulu tanpa mengikuti instruksi sang ketua. Maka, sebagai pemilik kuasa, satu orang itu perlu untuk memperingatkan mereka sebelum permasalahan makin panjang.

“Vika, Qony, Melma, sudah. Kita tunggu Sekretaris dan Ketua datang dulu.”

Vika, Qony, Melma, adalah segelintir orang dari murid kelas 2-C, yang pada awal tahun pelajaran berjumlah tiga puluh dua orang. Ruang 2-C terletak satu koridor dengan semua kelas 2 lainnya, sehingga berdekatan dengan kelas 2-E. Namun, kali ini mereka tidak menggunakan ruang kelas sendiri--atas kesepakatan sebelumnya--melainkan memakai ruang baca lantai dua perpustakaan sekolah.

Kebetulan ruangan yang terletak di pojok lantai dua itu cukup luas sehingga muat oleh banyak orang. Mereka duduk di atas karpet besar, membentuk lingkaran. Tanpa sepatu, memakai kaus kaki (atau melepasnya karena gerah), dan tas diletakkan di lantai satu. Tampak bahwa di depan pintu masuk perpustakaan, tertata berpasang sepatu dalam jumlah banyak.

Tanpa mereka sadari, ada sesosok orang yang mengawasi dari kejauhan.

Vika memprotes, “Kenapa, Halma? Kami ‘kan sedang menentukan pembuka supaya diskusi nanti tidak melebar dan cepat selesai. Lagi pula, Ketua datangnya terlambat." Dia mungkin terlihat lucu ketika berbicara karena pipi serta tubuh gempalnya bergerak berayun-ayun.

Si laki-laki bertutur, “Urusan itu sudah jadi jobdesk Ketua dan Tim Analisis. Kalian tinggal mengikuti mereka saja. Sesi pertanyaan, sanggahan, dan usulan nanti dibuka setelah presentasi.”

Laki-laki yang menegur itu memiliki nama Halma. Selain tubuh kurus jangkungnya, aspek lain yang menarik dari penampilan Halma adalah wajah khas oriental, berkulit kuning langsat, mata sipit, serta model rambut cepak klimis. Dia sebenarnya merupakan ketua kelas, tetapi bukanlah orang yang dipanggil “Ketua” di sini.

Qony iseng-iseng menghitung. “Sepuluh, dua puluh, dua puluh tujuh … ? Satu orang lagi kurang … ? Ratu?”

“Ratu memang jarang datang. Tapi, dia tetap berkontribusi,” sahut Halma.

Qony hanya membulatkan bibir karena dia sudah tahu hal itu.

“Maaf menunggu lama.”

Akhirnya Ketua yang ditunggu-tunggu datang juga. Laki-laki yang selalu mengenakan kupluk warna kelabu. Entah bagaimana teguran guru tidak mempan kepadanya, sehingga dia bisa tetap mengenakan kupluk sepanjang hari di sekolah. Dia memiliki tatapan tajam, alis yang menukik, serta rahang nan tegas. Namun, percayalah, wajahnya tidak menunjukkan muka garang.

“Tadi aku ngobrol dulu dengan Sekretaris untuk gambaran presentasi kali ini. Presentasi besar-besaran pertama setelah sekian lama. Eng ... ? Sekitar sebulan lebih, ya?”

Dia bernama Ludo. Ludo merupakan ketua dari kegiatan ini. Teman-teman menunjuknya, maka mau tidak mau dia harus menjalankan tugas dengan baik.

Di belakang Ludo, datang siswi berambut keriting pendek yang membawa beberapa lembar kertas A3. Kalian sudah mengenalnya dengan nama Mono. Perempuan itu sedikit terkejut ketika bertatapan dengan Halma. Mungkin karena ada sesuatu.

“Baiklah, kalau begitu mari kita mulai diskusinya.” Ludo menepuk tangan sekali, menarik perhatian teman-temannya.

Para siswa-siswi 2-C segera mengambil posisi siap dalam rangka mengikuti diskusi yang akan dimulai ini. Mereka sudah duduk, membuat lingkaran besar, sehingga tinggal menyimak dengan saksama. Ludo dan Mono mengambil tempat duduk di sela-sela.

“Sebelum diskusi kita mulai, alangkah baiknya kita berdoa terlebih dahulu. Berdoa mulai.” Para siswa 2-C menundukkan kepala, khidmat, beberapa mengangkat tangan. "Tiada kata cukup dalam berdoa." Mereka kemudian kembali bersikap siap.

“Baiklah, di sini, teman kita, Mono si Sekretaris, akan menunjukkan ringkasan dari data yang telah kalian dapatkan dan kalian analisis. Ini untuk mempermudah kalian."

Ludo menunjuk Mono yang mengangguk, sudah siap dengan gulungan kertas A3 di tangan.

"Pertama-tama, aku meminta kepada tim dokumentasi untuk merekam kegiatan ini. Aku juga meminta tim penyokong untuk membantu mereka guna bisa mengikuti diskusi dengan maksimal. Misal dengan menyediakan minum—ah, bagus—dan makanann—ups, jangan sampai ketahuan guru perpustakaan!—dan lainnya.”

Orang-orang yang dimaksud lantas menyiapkan apa-apa yang diperlukan; beberapa orang menyalakan kamera dan alat rekam, sejumlah remaja membagikan piring-piring plastik berisi camilan dan gelas plastik berisi air minum, lainnya menyiapkan catatan.

Ludo mengamati aksi teman-temannya. Lelaki yang memakai kupluk itu menepuk tangan lagi. “Oke, tanpa basa-basi lagi, aku persilakan kepada Sekretaris untuk menyampaikan presentasinya. Mono, silakan.”

Siswi berambut keriting berdiri. “Oke, terima kasih kepada Ludo selaku ketua proyek ini. Jadi, aku mulai, ya. Simak baik-baik, teman-teman.”

Mono membuka penuh sebidang kertas lebar yang ditempeli berbagai gambar dan diberi keterangan-keterangan.

“Jadi, kita akan membahas tentang kehebohan yang terjadi di sekolah kita. Rentetan peristiwa yang berlangsung di awal bulan Oktober, dan semuanya berhubungan dengan kelas 2-E. Urutan waktunya seperti ini, teman-teman …."

Tampak bahwa halaman kertas terbagi atas banyak panel, dan setiap panel ditempeli gambar serta diberi keterangan.

“Nah, ini akan dijelaskan oleh Tim Investigator. Kepada Tim Investigator dipersilakan.”

Seorang remaja laki-laki berdiri, membawa buku tipis yang dijilid. Kemungkinan itu adalah buku laporan. Dia nembuka lembar demi lembar, lalu berhenti setelah menemukan halaman yang diinginkan. Berikutnya, lelaki tersebut melangkah, berpindah tempat di sebelah Mono.

Lelaki itu berdeham. “Baik, terima kasih atas waktu yang diberikan. Di sini saya Hasin, perwakilan dari Tim Investigator, akan menjelaskan tentang rentetan peristiwa yang telah menjadi fokus kita. Saya akan memberikan urutan waktu dan peristiwa dari kasus awal hingga kasus paling terbaru."

Dia menunjuk salah satu panel pada kertas yang digenggam Mono, sambil membacakan tulisan di buku laporan, halaman per halaman. Sementara teman-temannya menyimak dengan saksama. Ini akan menjadi pemaparan yang panjang.

“Kasus pertama, Sabtu, 1 Oktober. Kematian guru pertama di rentetan tragedi ini. Wali kelas 2-E, Lupine, ditemukan tewas di depan Ruang Tata Boga. Jasadnya ditemukan mengenaskan dengan puluhan pisau tertusuk di tubuhnya. Namun, juga terdapat bekas cekikan di lehernya. Penyebab kematiannya adalah kehabisan napas. Diduga Lupine melakukan percobaan bunuh diri dengan menusuk-nusuk tubuhnya dengan pisau kemudian melakukan gantung diri pada Jumat malam. Hal ini dperkuat bahwa korban tidak kehabisan terlalu banyak darah. Semua pisau yang merupakan milik kelas 2-E yang digunakan untuk Kelas Tata Boga disita. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa murid 2-E tidak bersalah, dan kemungkinan besar Lupine menggunakan pisau-pisau itu untuk menutupi percobaan bunuh dirinya.

“Kasus kedua, Selasa, 4 Oktober. Kematian murid 2-E pertama, bernama Strawberry. Jasadnya ditemukan di bak kamar mandi rumahnya, melepuh akibat terendam dalam air panas. Diduga penyebab kematian adalah syok akibat terjadinya pelepuhan. Kasus ini dimasukkan ke dalam percobaan bunuh diri. Strawberry adalah wakil kelas, dan dia tewas di hari ulang tahunnya.

“Kasus ketiga, Kamis, 6 Oktober. Dua hari setelah kematian murid pertama, terjadi lagi kematian murid 2-E, yaitu Smoothies, saudari kembar Strawberry. Smoothies ditemukan gantung diri di kamarnya, tetapi terdapat sisa racun di dalam mulutnya. Diduga korban mencampur racun ke dalam makanannya, kemudian setelah itu segera menggantung diri, untuk menutupi penyebab kematiannya. Penyebab kematian adalah keracunan makanan, karena korban lebih dahulu mengalami keracunan sebelum kehabisan napas.

“Kasus keempat, adalah kasus yang sempat menghebohkan media massa, pada hari Sabtu tanggal 8 Oktober, yang bertepatan dengan hari diadakannya Festival Hari Ulang Tahun Sekolah Satu Atap. Terjadi penembakan murid-murid dalam waktu yang singkat, memakan korban tewas sebanyak sepuluh orang, yaitu Excelsa, Liberica, Gayo, Jamica, Caturra, Chocolate, Salt, Water, Tropical, dan Preanger. Pelaku penembakan diduga adalah Tubruk, yang kemudian terjun bunuh diri dari atap gedung perpustakaan. 

“Kasus kelima, memiliki selisih hari yang lebih panjang. Hal ini akan dijelaskan Tim Analisis. Senin malam, 17 Oktober. Seorang siswi bernama Vanilla ditemukan tewas di gudang sekolah dengan posisi duduk terikat di kursi dengan kondisi mengenaskan. Penyebab kematiannya adalah keracunan gas, diketahui dari adanya tabung elpiji yang terbuka di pojok ruangan. Kasus ini dimasukkan ke dalam kasus bunuh diri.

“Kasus keenam, Kamis malam, 20 Oktober. Siswa bernama Latte ditemukan tewas di ruang kelas 2-E, dengan posisi duduk terikat di kursi dan kondisinya mengenaskan, banyak luka dan lebam di sekujur tubuhnya. Diduga penyebab kematiannya adalah kegagalan fungsi organ setelah mengalami kekerasan fisik yang parah. Diduga korban melakukan percobaan bunuh diri dengan menyiksa dirinya sendiri.

“Kasus ketujuh, Jumat siang, 21 Oktober. Siswi bernama Sugar tewas setelah beberapa saat memakan kue ulang tahunnya yang telah ditambahkan racun, di Kafe Muria. Berdasarkan rekaman kamera pengawas, terbukti korban melakukan percobaan bunuh diri dengan mencampurkan sendiri racun ke dalam kue ulang tahunnya.

“Kasus kedelapan, Senin, 24 Oktober. Senin pagi, setelah kegiatan upacara sekolah. Kejadian di tempat yang sama terulang lagi, dengan ciri korban yang sama seperti kasus pertama. Kepala Sekolah Satu Atap, Keil, ditemukan tewas di depan Ruang Tata Boga. Diduga korban telah dibunuh oleh seseorang. Jasadnya dipindahkan ke sana setelah dibuat kehabisan napas dengan cara dijerat tali tambang di tempat lain. Kemudian, tubuhnya ditusukkan dengan puluhan pisau supaya mirip dengan kasus pertama. Penyebab kematiannya adalah kehabisan napas. Pelaku pembunuhan terbukti adalah siswa bernama Silver, keponakannya sendiri. Motif belum diketahui pasti.

“Kasus kesembilan, Senin malam, 24 Oktober. Pelaku pembunuhan Kepala Sekolah Satu Atap, Silver, meledakkan kantor polisi tempatnya ditahan, mengakibatkan dirinya dan beberapa polisi tewas, serta puluhan orang luka-luka. Tubuh Silver tercerai-berai dan sulit untuk diidentifikasi. Belum diketahui dari mana pelaku bom bunuh diri mendapatkan bom itu.

“Kasus kesepuluh, Rabu pagi, 26 Oktober. Wali kelas pengganti 2-E, Evendy, ditemukan tetangganya tewas gantung diri di kamar rumah kontrakannya, dan meninggalkan surat kematian. Diduga korban melakukan percobaan bunuh diri pagi dini harinya, kemudian tewas setelah kehabisan napas.

“Kasus kesebelas dan paling baru, Sabtu pagi, 29 Oktober. Seorang siswi bernama Kona ditemukan tewas dengan tengkorak hancur, di lahan persawahan belakang Sekolah Satu Atap. Diduga korban melakukan bunuh diri dengan terjun dari balkon lantai dua, dengan posisi kepala di bawah."

###

quququququ'

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top