Kisah Sekolah Kita! -24

Sebelumnya maap banget kalo saya jarang banget bisa bales komen kalian satu satu ;w;) seriusan, sesepi-sepinya fandom ini, sesunyi-sunyinya lapak ini, tetep aja bejibun gitu /uhuk

Beberapa hari lalu sempet scroll komen, dan jujur saya kaget pake banget pas tau kalau yang baca fanfic ini banyak banget yang masih underage alias anak SD

serius. saya langsung merasa berdosa memasukkan beberapa dirty jokes disini huweeeeee T_T /halah

Mungkin wattpad butuh fitur rating yang lebih rinci kaya di ffn dot net nih. Soalnya saia 1000% yakin kalau kata kasar disini sudah layak masuk rating T (alias 13+, cmiiw. uhhh mengingat ada beberapa chap dengan dirty jokes, mungkin naik jadi 15+) belom sampe rate M sih woiiiii jangan harap. Bangke.

(sudah kubilang ratingnya bisa 15+!)

Gila ini author note yang lumayan panjang juga /slap

[sama]

"Sora?"

"Hadir!"

"Hadir, Bu!"

"Loh heh? Kok dua?" Deruko mengerutkan keningnya. Sebagai guru yang baru pertama kali mengajar di kelas ini, ia belum familiar dengan prank-prank kurang ajar yang bisa saja muncul setiap saat.

"Memang ada dua, Bu!" Defoko mengangkat tangan sambil memberitahu. "Yang perempuan itu Haruno Sora, terus yang laki-laki ini Suiga Sora!" ucapnya sambil menunjuk ke arah siswi di baris ketiga dan teman sebangkunya.

"SEKARANG KATAKAN PADAKU, MANA SORA YANG ASLI—" Deruko berteriak sambil membawa segentong saus tartar.

"LOH BU!" jerit Haruno Sora sambil menutupi wajahnya dengan tangan. Sebenarnya agak percuma, sih.

"GAK GITU JUGAAAAA!" Suiga Sora malah sudah merunduk di bawah meja. Mungkin karena dia pernah bergabung dengan sosialisasi tanggap bencana.

"SAYA YANG ASLI BU!" Seorang siswa berambut biru berteriak dari koridor.

"Hust!" Temannya yang berambut putih walau belum lansia langsung menoyor kepala si biru dengan penuh cinta dan kasih sayang. "Lu Soraru tolol!"

"Kan ada Sora-nya!"

"GAK MAKE SENSE, UDAAAAAH! BURUAN KE KELAS! UDAH DITINGGAL QUIZ KITA!"

((disclaimer numpang lewat: utaite adalah milik Tuhan YME, gak usah sok ngaku ngaku bojone. halu kalian))

[short hair]

"Gila! Gerah banget pala gue." Flower menyisir rambutnya dengan heboh. "Kayaknya udah kepanjangan nih rambut aing. Potong gak ya?" gumamnya.

"Baru sebahu gitu kok." Iroha menanggapi dengan tenang nan santuy, melahap sesuap nasi goreng hasil oseng-oseng sendiri. Sedikit hambar. Tenang, rasa hambar itu tidak diakibatkan ketombe Flower yang menempel setelah menyebar.

GAK KERAMAS BERAPA HARI KAMU NDUK!? Saya sih gemes to the extreme melihat Flower pecicilannya segitu masih betah gak keramas di atas 2 hari.

UGH.

"Iya ini sebahu aja panas..." Flower mengucirnya asal-asalan. "Potong gak ya?"

"Nanti kalah waifu war sama Mayu." ucap Iroha sambil menggigit kerupuk.

"EMANG BISA GITU YA?" Flower mangap disertai toa tanpa kontrol. "DIKIRA AING BABU?"

"Bukan babu sih, babi."

[lupa]

Seusai berdebat dengan Flower mengenai masalah mahkota kaum hawa, Iroha memandangi jam dinding di kelas, merenungi sesuatu.

Bukan rasa nasi gorengnya.

Bukan kemana perginya pulpen baru miliknya.

Bukan pula kuis biologi dua jam selanjutnya.

"Kayaknya ada yang lupa, tapi apa ya..." Iroha menggumam pelan sambil meraba bagian kanan ranselnya, mencari botol minum.

Nah kan

"EH IYA KAN ADA SOSIS!" Iroha menjerit emosi, menarik sosis dan botol minum miliknya tanpa rasa kemanusiaan sedikitpun. "BEGO!"

[pendaftaran]

"Tahun ini banyak yang daftar, ya?" Piko tersenyum melihat Aria yang masih mencermati daftar peminat ekstrakulikuler marching band di laptopnya. Mereka mulai melakukan pengisian form secara online tahun ini, jadi ucapkan selamat tinggal pada masalah kertas form hilang.

"Banyak banget malah. Ga nyangka bakal serame ini." Aria masih menatap layar dengan santai sampai tiba-tiba ia keselek siomay tanpa tedeng aling aling.

Lha kok bisa? Siomay-nya barokah padahal. Duitnya asli setelah dilihat diraba diterawang. Dapetnya juga dengan cara legal yaitu menagih utang dari Neru sampai yang bersangkutan nyungsep di belakang kelas karena Aria noyornya terlalu semangat.

Cara yang legal banget.

"HOK! UOHOK! EHEK!"

"LU KENAPE? KESELEK BIJI MATOA LAGI?" Piko panik dengan aura keibuan yang sarat. Uke banget.

"NGGA COK OHOK—" Aria menunjuk layar laptop dengan tenaga badak.

"Hah—" Piko menengok, lalu wajahnya pun memutih sampai rambutnya kalah putih. "ASTAGHFIRULLAH HALADZIM!"

Bayangin di form brass section alias instrumen tiup macam trompet, trombon, dan sebagainya, tertulis nama Malaikat Israfil lengkap dengan instrumen yang bisa dimainkan yaitu trompet tahun baru dan sangkakala.

Seriusan.

Nama: Malaikat Israfil
Nama Panggilan: Israfil aja deh

Pernah mengikuti marching band?
Pernah sih cuma ga pernah dibolehin lomba aja, padahal skill brass aku jago banged :(

Divisi yang ingin kamu ikuti?
Brass lah! Gila apa jadi CG?

Alat musik yang bisa kamu mainkan?
Trompet, trombon, trompet tahun baruan... Sangkakala juga gak papa!

Piko langsung nyari peci dan sajadah.

[ikat pinggang]

"Rin? Ikat pinggang kamu kemana?" tegur Kiyoteru.

"Maaf pak, rusak..." Rin menunduk kalem. Sia-sia usahanya mengatur baju seragam supaya tak terlihat.

"Kok bisa?"

"Dipake nyabet Len sama bapak saya. Sensei belom punya anak sih, gak ngerasain nyabet anak pake gesper."

Keadaan Kiyoteru saat ini: setengah ingin menyabet Rin dengan sabuknya, setengahnya lagi galau tingkat provinsi.

[kakak]

"Sebel banget gua sama si Lumi!" Una mengamuk dengan segenap jiwa raga.

"Lha kenapa?" Yuki menyimak dengan setengah hati.

"Dia main nitnot soalnya!"

"Dia maen nitnot ga ngerusuhin elu, kan?" respon Rana selogis mungkin.

"MASALAHNYA DIA MAEN NITNOT, GUA LAGI JALAN KE KAMAR MANDI TRUS KEPLESET KEVIDEO DI UPLOAD AJA TUH SAMA SI UBUR UBUR! MALU ANYING JADI VIRAL GA ENAK WOI!" jerit Una.

Aduh, dek. Aibmu kontenku.

[jauh]

"Eh bentar. LU ADEKNYA KAK LUMI?" Yuki mangap bagai ikan lampu di game jadul.

"Kenapa emang?"

"PLIS LAH JAUH BANGET, KAKAKNYA CANTIK ANGGUN KEK BIDADARI ADEKNYA KAYA JAMET KUPROY—" cerocos Yuki tanpa rem depan, rem belakang, akhirnya pake rem kaki alias diinjek Una. Peringatan: Rem dalam kalimat ini tidak bisa disamakan dengan waifu kalah war.

"KELAKUAN KAKA GUA NOH YANG KAYA JAMET KUPROY! MAEN NITNOT MULU TIAP HARI!"

"Daripada elu, gibah tiap hari, makin cakep kaga, makin dosa iya." tanggap Rana masih dengan logika.

"ELU NIH YE! Lu berdua diajakin gibah juga mau-mau aje!"

[intel]

Yohio menguap lebar sambil menggaruk punggungnya. Bukan sulap bukan sihir bukan juga cosplay orangutan, cuma lagi ngantuk aja. Siang-siang bolong mah emang waktu-waktu ngantuk bin kacau gini.

Sikutnya tak sengaja menyenggol dan menjatuhkan sebuah pulpen hitam. Untung cuma pulpen, coba kalau youtuber artis. Habislah Yohio didramain sampai bego. Amit-amit dah.

"Nih pulpenmu." Lumi memungutnya, lalu mengembalikannya ke meja Yohio.

"Makasih... EH TUNGGU BENTAR." Yohio yang awalnya menguap layaknya air mendidih kini duduk tegak dan melotot bagai mentalis sedang beraksi.

"Napa?" Lumi mengerutkan kening, bingung. Jarang-jarang Yohio serius. Biasanya lagi ujian pun makhluk itu masih suka ngeprank dengan cara meletakkan permen karet bekas kunyahan di bangku pengawas.

(Sebenarnya prank Yohio gagal total. Pengawasnya cukup jeli dan berakhir memutari ruang ujian selama dua jam, menciutkan kesempatan satu kelas untuk saling bertukar jawaban.

Senjata makan tuan.)

"Pulpen jatuh dibalikin." Yohio menggumam. "Dari Polres mana?"

Yohio pun ditabok binder.

"Ih bukannya makasih!"

[berpenampilan menarik]

Terpantau pukul lima lewat empat puluh lima pagi, Miki sudah tiba di kelas, sudah nangkring santai di kursi baris ketiga dari kiri.

Lengkap dengan skincare selengkap koleksi dosa kalian semua.

Rin mangap tiga jari bak anggota paduan suara. Selain kursinya diinjak Miki dengan seenak jidat karena yang bersangkutan sedang mengoleskan handbody, ia juga baru tahu rutinitas merawat kulit seorang Miki ternyata lebih panjang daripada tahap-tahap penelitian.

"Niat amat skincarean-nya? Mau ngegebet cogan sebelah?"

"Lu sadar gak sih kita itu sudah dibodohi?"

Respon menantang dari Miki membuat Rin tergerak untuk melanjutkan pembicaraan. "Maksudnya dibodohi paan dah?"

"Berangkat sunrise pulang sunset masih dikasih tugas, otomatis kurang tidur kita. Udah gitu, ke sekolah bawa skincare, bawa make up, disita mulu. Giliran ada lowongan kerja syaratnya BERPENAMPILAN MENARIK bingung dah." cerocos Miki.

"Bener sih." Rin membantu Miki membereskan skincarenya dari meja, sekalian nyuil lipbalm wangi mint yang notabene tentunya milik Miki.

[tanpa telur]

"Buuuuk! Mi goreng tiga!" Kaito memesan makanan dengan semangat 45 yang tak pernah nampak di kelas. Moke dan Piko mengekor di belakangnya bagaikan kakak beradik yang terpisah dari orangtuanya di taman hiburan.

"Pake telor ga lu pada?" Kaito menoleh pada dua makhluk kuntet di belakangnya.

Iya saya juga kuntet wahai netizen juga readers yang maha benar.

"Pake dong." Piko menjawab santai.

"Gua ga usah." sahut Moke.

"GA PAKE TELOR? IDIH MISKIN!" Kaito langsung bergidik jijik ala-ala tokoh antagonis sinetron kejar tayang sehari jadi. Keren kaga, bikin kesel iya.

"WOI SEJAK KAPAN STANDAR KEKAYAAN SISWA DITENTUKAN OLEH ENDOG!?" jerit Moke. "LAGIAN W MAKAN TELOR LANGSUNG BISUL, LO GA NGERASAIN JANGAN BANYAK CHING CHONK!"

[ukuran sepatu]

"Dah lah, males..." Gumi menghantamkan kepalanya ke meja dengan ritme teratur bagaikan pasukan pengibar bendera sedang gerak jalan.

Kadang saya kasihan sama mejanya.

"Lemes amat?" Kyo melirik Gumi dengan tatapan mengiba. Tumben perhatian.

"Kadang suka sedih gua tuh..." Gumi menatap ke luar jendela dengan melankolis. "...Udah cape-cape belajar, tetep aja nilai Matematika sama ukuran sepatu gedean ukuran sepatu."

"Huft..." Kyo meringis, ikut galau dramatis. "Lu kalo ngomong jangan terlalu relate, nyesek tau..."

[baju]

Kembali lagi bersama Hiyama Kiyoteru, guru muda menuju tua namun masih jomblo yang senantiasa awet muda karena humornya kadang ga bisa dikontrol.

Sereceh-recehnya Kiyo, tetep aja para siswa pada takut. Soalnya beliau jeli pake banget, bukan jeli yang kenyal nih, tapi jeli yang maksudnya teliti.

"BAJUNYAAAAAA!" teriak Kiyo pada Len yang tengah melahap pisang dengan santai di gazebo.

Len langsung jantungan, untung jantungnya gak ketukar sama jantung pisang. Dia panik ga karuan, langsung meraba-raba seragamnya, overthinking mengenai atribut selayaknya dasi atau ikat pinggang yang mungkin menghilang secara ajaib, ada tidakkah bet seragam yang belum terjahit, apakah kaus kakinya bener, apakah sepatunya hitam. Sepanik itu.

Yah, sebenarnya Len sendiri bukan murid baik-baik nan suci yang poin pelanggarannya tak sampai sepertiga junlah total setelah mencapai kelas dua belas. Meskipun demikian, malas saja rasanya berurusan dengan BK hanya karena secuil atribut yang tidak berkontribusi apa-apa dalam membantunya memahami rentetan rumus fisika.

Masih mending kalau bisa nambah stat macam game-game MMORPG.

"K-KENAPA PAK!?"

Eh si bapak malah nyaut gini.

"BEGITU LUSUH! TAK MUNGKIN IA SAMAAAAA, DEEENGAAANN KAAAUM KUUUUUUU—"

"PAK PLIS DEH, KALO BAPAK TIBA-TIBA JADI BATU PAS NAIK KAPAL SAYA GAK MAU TAU PLIS—"

[lama]

"Sudah selesai?" Maika merengut gemas. Entah ada apa di otak siswa-siswi ini, mengerjakan lima soal saja durasinya sepanjang penjajahan bangsa Belanda ke Indonesia.

Berarti susah dong, Bu.

"BELOOOOOOM!"

"Hah... SURAT KABAR LAMA, BATTERY LAMA, SEMUA LAMAAAAA! NGERJAIN KUIS LIMA SOAL PUN LAMA!"

[jawaban]

"Woi Yuuma! Lu nganggur kan? Cariin nomer 4 napa, di LKS kalo ga salah ada tuh." Yuu menyikut Yuuma yang tengah sibuk menjadi pihak AFK alias tidak melakukan apa-apa alias GAK GUNA di tengah kerja kelompok siang itu.

"Ah males. Lagian lu dah tau ada di LKS masih aja nyuruh." Yuuma ngeles sambil muter analog.

Yuu menarik napas panjang, bersiap nge-rap. "IDIH NIH ANAK YA! DISURUH NYARI JAWABAN MALESNYA KAYA BOCAH DISURUH BERES-BERES! GILIRAN NYARI KODE NUKLIR SEMANGAT 45!"

Yap. Rap bonus ear-rape.

"HAH NUKLIR? MINTA!"

Memang dasar otak gak lulus sensor.

[seni]

"Bikin apaan sih lu?" Kokone bergidik ngerti melihat Luki yang tengah berkutat dengan objek tak jelas yang disebutnya tugas Seni Budaya dan Keterampilan.

"Oooh. Boneka." jawab Luki santai.

"Ngeri tau! Kaya boneka santet ini mah!" Kokone berucap sambil merengut. "Bentuknya gak jelas gini, lebih gak jelas dari muka lu tau gak?"

"Justru itu." Luki asyik memasang mata palsu pada boneka itu dengan asal. "Benda kaya ginian kalo dibeli dukun mah mahal. Kemaren ada tetangga gue bikin ginian, dia tawarin ke dukun. Dukunnya bilang ini boneka santet jaman meganthropus, mahal. 10 juta dia angkut."

Megurine Luki, siswa biadab merangkap pengrajin jenglot.

[sedotan]

"AYO GAIS BELI SEDOTAN KERTAS BIAR MENGURANGI PLASTIK!" teriak Miku.

"SEDOTAN STAINLESS AJAAAA! SAVE POHON SEKALIAN!" debat Luka.

"IH SEDOTAN STAINLESS EMISI GASNYA BANYAK CUK! SEDOTAN KERTAS AJAAAAA!"

"APA GUNANYA KAU MENGURANGI PLASTIK TAPI GA MENGURANGI PENEBANGAN? SEDOTAN STAINLESS AJA, TAHAN LAMA LOH!"

"BERISIK KALEAN!" Rin menenggak es jeruknya sampai habis, lalu menaruh gelasnya dengan kasar supaya dramatis (untung tidak pecah). "MINUM LANGSUNG DARI GELASNYA AJA NAPA, SUSAH BENER!"

"MENINGKATKAN PEREKONOMIAN TEMEN LAH SEKALI-KALI!" teriak Luka dan Miku kompak.

chap 24 - end

author note (LAGI!?)
happy kagerou daze LOL

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top