Kisah Sekolah Kita -23
Kalian ga ada niatan buat ngajakin temen temen kalian ngeramein nih lapak?
Engga juga gapapa sih, emang junk fic. Au ah.
Nih fanfic bakal berakhir di chap 25, ya. Fix tanpa nego-negoan lagi.
Sequel? Masih dipertimbangkan... Hehe~★
—
[fasilitas]
Pukul tiga sore, pelajaran di laboratorium komputer. Yuuma entah mengapa paling semangat, paling depan. Biasanya juga paling depan sih, kalau bolos menuju kantin.
"Semangat amat kayak kuda lumping abis dikasih makan tiga roda?" Yukari mangap. Tidak biasanya temannya itu bertingkah hiperaktif di atas jam sepuluh ante meridiem.
Yuuma cengar-cengir depan monitor. Jemarinya dengan lincah mengetik link menuju laman situs video. "Streaming Doraemon dulu bos!"
"Gusti, ada-ada aja kelakuannya." Yukari tepuk jidat. Speechless melihat Yuuma yang kini tengah lipsync mengikuti alunan lagu opening kartun kesukaannya—iya, kedengeran. Saking kencengnya, Yukari bisa mendengar suara cempreng yang asalnya dari headset Yuuma—seratus persen yakin, Yuuma menonton dengan volume penuh. Seratus.
"Daripada ngeliat Boku no Pico." desis Ritsu di sebelahnya.
[tidur]
"PUNTEN MAMANG! SAMLEKOM!" Teto mendobrak ruang OSIS tanpa dosa sedikitpun.
Tidak ada yang merespon. Kebetulan kosong.
"ANJAY KOSONG DONG KAYA OTAK READERS!" Teto langsung melempar sepatu, kaos kaki, tas, artefak suku Amazon, bahkan Candi Borobudur ke sembarang arah.
Lalu tidur.
Buat apa menguasai dunia kalau bisa menguasai ruang OSIS?
[pantun]
"Games aja deh hari ini!" usul cek gu Alys, guru bahasa baru di SMA Crypton, masih muda, cantik, dan asyik. "Siapa mau duluan?"
"SAYA BU SAYA!" Fukase langsung naik meja saking semangatnya, untung nggak naik ke surga. "DUA TIGA TUTUP KONT-"
"WOOOOOIIIIIIIII!" teriak Zeito dari pojok belakang.
"ASTAGHFIRULLAH KASEEEE!" Lumi langsung mengelus dada, namun bukan dada ayam yang ia sembunyikan di laci.
"WOI SONTROTNYA MANTAP SEKALI COK!" sahut Mikio dengan tak kalah asoy. Diduga habis liburan di negeri +62.
"HUUUUUUSSSSSST!" Fukase nyembur ala ikan koi. "TENANG SODARA-SODARA! YANG TIDAK SODARA TIDAK TENANG! SAYA BELOM SELESAI NGOMONG!"
Cek gu Alys masih tersenyum, mau marah juga kok takut keriput. Skincare mahal bos.
"DUA TIGA TUTUP KONTAINER, JANGAN NGERES DULU PINTER!"
"UUUUWOOOOOOHHHHHHHHH!"
[males]
"Tugas teks deskripsi lu gimana?" tanya Chika pada Dex yang sedang asyik membangun rumah tangga yang lalu hilang dalam sekejap mata—maksud saya main tetris.
"Pake yang ane kumpulin minggu kemaren, tapi kuterjemahin ke Bahasa Inggris. Males cari baru."
"KAYAKNYA BROWSING SAMA NERJEMAHIN CAPEKAN NERJEMAHIN DEH?" jerit Chika sambil menghentakkan kaki. Mungkin kebiasaan karena dia ikut baris-berbaris dari SMP.
[inggris]
Teks terjemahan Dex membawa petaka bagi dirinya sendiri. Ia sungguh tak habis pikir, padahal ia mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Murni pemikirn sendiri, observasi mandiri, tanpa menyontek teman atau bertanya pada mesin pencari.
Dex tidak menyadari hasil terjemahannya begitu lucu sampai ia diminta membacakan hasil pekerjaannya.
"Ehem." Dex berdiri dengan pede. "Cane Toad."
Sekelas ngakak berjamaah.
"PFFT-" Miku nyaris menyenburkan ludah.
"AWOAKWOAKWOKAWOKAWOKA!" Kaito ngakak di bangku belakang sambil menggebuki meja.
"KENTOD ANJIR APAAN-" SeeU sampai guling-guling tak tertahankan.
"SUMPAH WOI KENTOD, DEMI APA DEX SEMBARANGAN LU!" Dell mengomentari dengan ekspresi lucu nan kampret bagaikan orang yang baru saja melihat rekaman hokage goyang jamet di perempatan Gejayan.
"CANE TOAD WOI! KODOK TEBU NJIR!" Dex sebenarnya ingin marah, melampiaskan, tapi dia sendiri juga mau ketawa karena baru menyadari kelucuan tersirat di baik teks yang sudah ia susun dengan aduhai.
Ah, kekuatan Bahasa Inggris.
Pelajaran berharga untuk Dex (mungkin kita semua), menerjemahkan harus sambil membaca. Yap, lisan.
[nama]
"Tai." Nigaito mencolek bahu Taito.
"Hnnnn." Taito masih sibuk membuat doodle burung puyuh, tak menggubris panggilan si rambut hijau.
"Taaaaiiiiii."
"Hhhhhhhnnnnnn."
"Ttttttaaaaaaaaaiiiiiiiiii-"
"BISA GA SIH MANGGIL YANG KOMPLIT SEKALIAN!? TAITO, GITU, JANGAN TAI TAI TAI!" Sebuah toyoran sayang mendarat di kening Nigaito.
[laki-laki]
"BODO AMAT, GUA YAKIN PASTI MENANG NOH PISANG MILAN!" teriak Len sambil menggebrak meja.
"GAK! WORTEL FC YANG MENANG!" sambar Gumiya.
"HALAH PALING ENTAR KALAH JUGA SAMA TERONG UNITED!" Gakupo datang-datang ikutan rusuh.
"YANG MENANG FINAL TETEP AISU UDAH!" seru Kaito sambil nyapu kolong meja.
"AH KAGA YAKIN GUE!" balas Gumiya.
"WORTEL FC AJA KALAH LAWAN TERONG UNITED!" celetuk Yohio.
"EH LU JANGAN SOK IYE DEH LU!" Gumiya menonjok meja.
"GUE DUKUNG WORTEL FC KOK! MOGA MENANG BIAR LEN NGASIH GUE CEBANAN!" Yohio nyengir.
"SORI GA PERCAYA GUE SAMA WORTEL FC!" Len menjulurkan lidah.
"LAH INI NIH JUDI GA NGAJAK-NGAJAK, TAKUT KALAH?" teriak Kaito, masih piket bersih-bersih papan tulis.
"KEMAREN BILANGNYA KERE!" Gakupo menampol kepala Kaito dengan estetik.
"KALIAN BERANTEM AJA DULU, ENTAR KUBANTUIN NGEMEME DEH! IKHLAS!" Fukase nimbrung sambil geser-geser trending 1cak.
"WOIIIIII KALIAN SEMUA!" Yuuma menendang pintu kelas dengan biadab. Para pejantan yang sejak tadi ribut masalah klub bola menengok dengn serempak bagai tentara, kecuali Gakupo dan Kaito yang sedang asyik berbaku hantam.
"Ape?" Fukase merespon normal—tumben. Mungkin otak saya saja yang sedang malas menggambarkan sosok Fukase sebagai tokoh sejuta kenistaan.
"DAH PADA LIAT SKANDALNYA ELEANOR FORTE BELOM KALEAN?"
Gakupo dan Kaito berhenti tonjok-tonjokan.
Gumiya berucap,"HAH!?"
Len dan Fukase nyengir kambing, tahu kalau Yuuma mengangkat topik panas yang beneran panas. Baru juga kemarin viral, langsung ada videonya.
Sumpah. Len aja belom sempat ngemis link di kolom komentar.
"WAH PARAH NIH, BANDAR VIDEO HARAM KITA GERCEP BANGET KALO GINIAN!" komentar Yohio.
"DISPONSORI OLEH DEX INI GAIS HOHOHOHO!" Yuuma ngakak nista, Dex di belakangnya langsung menendang pantatnya.
"ASU NGALIR SAMPE JAUH LAH DOSA AING!" umpat Dex.
"Nah. Sebagai sobat seperhentongan, tau kan harus ngapain?" Kaito nyengir jahanam.
Dex berdehem, bersiap memberi spoiler. "Betewe mantap loh, bener-bener ini video berkualitas tinggi, bukan 3gp di semak-semak asal tusuk macam seleranya Gakupo—"
"HEH LU JUGA NONTONIN KAN KAMPRET!?" Gakupo siap mengganti target baku hantam.
"INI MALAH SPOILERAN, TRABAS SAJALAH ANJING SHARE LINK!" teriak Gumiya barbar.
"ANJING LAH BAHAS GINIAN AJA LANGSUNG DAMAI!" Fukase tepuk jidat.
[tiba-tiba]
"Udah denger gosipnya adek kelas yang tau-tau dikeluarin itu belom?" Una menyikut Rana, membuat Rana beralih sejenak dari aktivitas mencoreti buku catatan secara asal sebagai penbunuh waktu di kala bosan.
Panas-panas ghibah euy.
"Gimana ceritanya?" Rana merespon seadanya, mungkin mood-nya untuk ghibah belum ngumpul. Masih berserakan bagaikan baju kotor di kamar anak kos.
"Gua juga ga abis pikir, coy. Tiba-tiba hamil, percaya gak sih lu? Kirain kalem orangnya, tau-tau bunting aja."
"Lu juga, dipanggilin guru... Kirain masih di kelas, tau-tau udah sampe ujung selatan kantin."
[reaktif]
"Ted, unsur apakah yang paling reaktif dalam golongan A?"
"Cewek lagi PMS, Bu." Ted nyengir.
Duh. Ada yang meledak tapi bukan nuklir.
[uang]
Siang yang damai di kantin. Luki, Yuuma, dan Yohio ke sana bertiga. Mereka tiba di saat yang tepat—kantin cukup ramai namun bangku favorit mereka kosong, antrian menunggu hidangan siap santap juga tak begitu panjang.
Mamamia.
Yuuma menyodorkan lembaran uang lima puluh ribuan. Cukuplah untuk mentraktir kedua kawannya.
"Asyik, dibayarin." celetuk Yohio kurang ajar.
"Hust." Yuuma menginjak kaki Yohio dengan biadab. Ah, jadi flashback ke chapter 1.
Ibu kantin seolah bisa membaca pikiran Yuuma, memberikan uang kembalian yang amat sangat pecah—selembar sepuluh ribuan, empat lembar lima ribuan, tiga lembar dua ribuan.
Sekali jajan empat belas ribu? Yuuma lagi mode nggragas, tau.
"Ga minta dua puluh ribuan aja?" Luki berucap sambil mengerutkan kening melihat Yuuma berjuang melipat dan menyimpan lembar-lembar alat tukar tersebut ke saku celananya. Sedikit berharap ada satu lembar yang jatuh agar nanti bisa ia pungut. Lumayan buat bayar kas.
"Gini lho." Yuuma menarik selembar duit dua ribuan, lalu membentangkannya. Persis seperti orang mengecek keaslian uang dengan cara diterawang.
"Apaan?"
Yuuma menunjuk enam angka yang berderet di bagian samping uang tersebut. Ia membalik lembaran uang yang sama dan menunjukkan enam deret yang sama—kali ini terletak di bagian bawah.
Ia menyeringai.
"Nuklir pemersatu bangsa."
Luki nyaris menyemburkan es tehnya.
Yohio memutar bola mata. "Entar bagi-bagi kalo ada yang bagus."
[mati lampu]
Momen ketika lagi jam kosong, nonton film deh dikelas. Alhasil digelapin tuh biar kayak bioskop. Eh, tiba-tiba mati lampu...
"WIL MANA!?"
"WOE WIL ILANG WOE CUK!"
"WAH WIL ILANG LAGI NIH!"
"JANGAN RASIS KALEAN BABI! MASA IYA ANE DAH NONTON DEPAN LAPTOPNYA PERSIS GINI MASIH GAK KELIATAN!?" geram Wil. Jelas aja emosi, dia masih kena cahaya laptop lho. Proyektornya doang mati, laptopnya kan engga, gitu. Ish.
Tinggal dikasih hestek black lives matter. Asoy.
[grebek]
"Halo gais! Kembali lagi bersama Ars, Matsudappoine, dan tentunya saya sendiri Kiyoteru Hiyama! Hari ini kita akaaan..."
"GREBEK! ASHIYAAAAAAAP-" ucap tiga-tiganya.
"UDAH PAK BUK, UDAAAAAH!" Miki keluar dari kantin dengan tampang semrawut. "SAYA JADI GAK SELERA MAKAN PAK BUK, CRINGE SANGAT PA BUK, TOLONGLAAAAH!"
[menikah]
Suatu hari di kantor guru.
"Hayo Ars ngapain senyam-senyum mulu tuh~" goda Matsudappoine santai.
"WOII-" Ars kaget seriosa, wajahnya blushing membara. Walau umur sudah mau kepala tiga, tidak ada salahnya malu-malu kucing bagai remaja, kan?
"Waaaah ada yang mau nikah nih bentar lagi~" Lenka ikut memeriahkan suasana.
"Siapa? Siapa yang nikah?" Maika langsung grasak-grusuk ketika tiba di kantor.
"Ini nih bentar lagi nyusul dirimu!" Deruko menunjuk Ars yang kini memberi ekspresi bacot-kalian-semua.
"Waduuuuh. Asyik dong!"
"Wih ada apa nih? Rame banget." Kiyoteru masuk dengan aura bersinar bagaikan bintang. Cakep.
"Ars lagi bucin!" Lenka langsung spill the tea.
"Cieeeeee!" Terdengarlah sambutan meriah dari semua guru, kecuali Lenka dan Ars.
"URUSAI!" Ars blushing parah, tangannya menutupi wajah. Aw, malu banget!
"Oh iya, betewe kan Kiyo yang paling senior di antara kita-kita. Kok lu malah belom nikah-nikah sih?" tanya Deruko kepo. Entah kepo atau memancing pertikaian.
"Iye nih! Kiyo udah 29 lho!" celetuk Lenka rada jahanam. Bawa-bawa umur. Dih, mentang-mentang dia yang paling duluan nikah.
"Jangan dikira Kiyo ganteng ini jomblo ya!" Kiyoteru menepuk dada, memasang tampang cool walau di dalamnya sakit. Ya iyalah, dipukul.
"Trus?"
"Kalo nikah, punya anak, entar jadi receh... Jokesnya becandaan bapak-bapak semua, gimana dong?"
"EMANGNYA SEJAK KAPAN ANDA LUCU, MOYANG!?"
[dalgona]
"Mas, dibeli dong!"
"Wuaaah! Jualan apa nih mbaknya?" tanya Meito yang baru saja pulang dari tempat PKL dan kebetulan melewati stand kecil yang sebelumnya tak pernah ia lihat.
Baru dibangun, pekok. Gak ada mistis-mistisan.
"Dalgona coffee! Mari dibeli, mari dibeli!" SeeU melempar senyuman manis bak matahari. Koreksi, senyuman ala pejuang dana usaha yang mengharap dagangannya laku dibeli demi kelangsungan acara sekolah nanti. Kalau bukan dana usaha, ngapain dia mau berpanas-panas menjajakan es kopi dalgona di pinggir jalan? Mending pre-order. Mengurangi paparan sinar matahari, ngirit sunblock. Panas tau.
Yah, kalau cuma ngandalin pre-order ngga cukup soalnya. Ngga kekejar targetnya, gitu.
"Mantap nih seger-seger. Satu dong, sama topping misis aja deh." Meito menyerahkan lembaran duit bernilai lima ribuan dan dua ribuan. Saya yakin netijen bisa menghitung berapa jumlahnya. Yak, benar sekali, tujuh ribu.
Kenapa sih ngga ngetik tujuh ribuan aja, gitu? Biar panjang. Semakin panjang semakin enak.
No komen, not gomen.
"Ashiyaaap." SeeU dengan cekatan mempersiapkan minuman tersebut untuk Meito.
"Kalo beli banyak?"
"Nanti dal gandul kamu bawanya."
"Kalo beli onlen?"
"Dal go food."
"Kalo dicuri?"
"Dal gondol."
"Kalo kepanasan?"
"Dal gosong."
"Kalo-"
"DAL GO AWAY! MINGGAT SIA, NGERECEH AE KOYOK WARGA SOSMED BURUNG PUYUH!" jerit SeeU sambil menyerahkan pesanan Meito.
"LHA MBAKNYA KOK YANG PERTAMA NGERECEH!"
"Oalah. Pantes gaada yang mau masukin SeeU ke danus..." Flower geleng-geleng sambil mecahin es batu.
[anak STM]
Siang yang panas pake banget.
Ted menuntun motornya ke bengkel tempat Meito praktik.
Ngapain sih harus banget menempuh jarak 2 kilometer hingga ke tempat Meito? Bela-belain ngelewatin 2 bengkel yang jaraknya jelas lebih deket? Biar dapet harga temen. Anak sultan sama anak nolep mana paham ginian.
"Cuk! Bocor lagi nih ban gua!" teriak Ted tanpa rasa hormat secuil pun.
"KAU LAGI KAU LAGI! BOSEN KALI!"
"LU NIH NAMBAL BAN PAKE HANS*PLAST, GAMPANG BOLONG KAN! KORTINGANNYA LAH, DAH BERAPA KALI JUGA ANE NAMBAL DISINI!"
"HEH! LU UDAH SERING AYE DISKONIN YA! Besok jalan kaki kalo gak mau bocor mulu!"
Yap, tidak ada rasa hormatnya sama sekali.
Meito ngedumel sambil mempreteli motor Ted. Eits, jangan samakan dengan insiden unboxing motor karena ditilang pakpol yang sempat viral 2019 lalu. Bener-bener dibenerin kok sama Meito. Lagian yang punya bengkel baik banget ke dia, ngasih gaji yang cukup berlimpah (cuma seperempat dari karyawan tetap sih, Meito saja yang lebay alias jarang kaya) ke dia.
Ted sendiri duduk dengan gak nyelow di bangku yang tersedia. Capek pastinya ngedorong motor siang-siang. Ditambah lagi jam pelajaran terakhir kebetulan Matematika. Panasnya luar dalam gitu. Coba letakkan sepanci air di kepala Ted, lalu masukkan mie pas airnya blebek-blebek. Selamat menikmati.
Masih dalam posisi duduk, Ted meraih botol taperwew legendaris yang sudah membersamai dirinya sejak kelas 5 SD. Entah seberapa saktinya botol tersebut sampai-sampai belum ada catatan kehilangan yang mampu membangkitkan amukan emak si pemilik botol. Serius. Paling parah cuma ketinggalan di kelas sehari semalam. Ditenggaknya air yang tersisa di botol tersebut.
"Oi, Ted." Meito mengawali pembicaraan. Terpantau tenang tanpa ada intensi untuk berbaku hantam.
"Napa TOD?" Oh, bukan ngegas. Ini panggilan sayang Ted untuk MeiTOD.
"Anu. Lu udah pernah beli dalgona yang di deket terminal Taraktakdung belom?"
"Ooooh, itu? Yang jual temen gue malah. Biasanya dia open PO doang sih. Paling ngejar target dana usaha."
"SERIUS COK? CANTIK COY MASIH JOMBLO GA?"
"Hah kaya gitu cantik?" Ted menganga. "Manusia model receh receh ngegas mah udah kayak remahan rengginang kali di Crypton."
"Lu aja kali yang udah bosen ngeliatin! Bagi nomer hapenya lah kalo ada, aiji-nya, twindernya sekalian gapapa—"
"Katanya anak STM gak mikir cinta cintaan, katanya bucin bucin tai anjing, katanya persahabatan itu yang terbaik di sekolah kamiii..." Ted nyinyir sampai monyong. Dendam kesumat karena Meito membully dirinya habis-habisan kala ia curhat tengah naksir kakak kelas, tapi beda gender.
Lah emang harusnya beda gender woi, parah lu.
Maksudnya beda usia. Ted merasa sayang, tapi dia gak sreg aja mengingat umurnya lebih muda.
"LO GAK NGERTI RASANYA SATU SEKOLAH BATANG SEMUA, MAU REBAHAN LIAT BATANG, KE KANTIN LIAT BATANG, PAPASAN JUGA SAMA BATANG MULU TIAP HARI! TIDAK ADA KESEGARANNYA GITU!" jerit Meito mengeluhkan betapa kurangnya populasi perempuan di sekolahnya.
"YA SIAPA SURUH MASUK STM? MASUK SMEA NOH BANYAK CABE GATEL!"
"Kalo gatel digaruk aja, kok repot?"
"BANGKE." Ted menonjok bangku, meratapi kerecehan sahabatnya. "GAPAPA SIH SAMA SEEU KALIAN COCOK BANGET, COCOK BIKIN ORANG DARAH TINGGI."
~ chap 23 : e n d ~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top