Prolog
Tetaplah di sana.
Aku pernah.
Mengangumi senyummu di depan mata
Memandang tanpa suara
Agar kamu tak curiga atau mungkin kamu akan mengatakan aku gila
Sengaja menyimpan semua kata suka
Asal saja itu semua tidak mudah
Prahara tidak memberiku arah
Karena yang ada aku meraba
Ke mana aku yang pernah ada
Sesuatu yang sudah kulupa
Jika mungkin benar katamu bahwa aku mulai bersikap beda
Langit masih terlihat biru tapi waktu tak pernah bersikap palsu
Hanya saja aku mulai meragu
Memulai kisah baru
Tidak sedetik aku menduga jika ini akan seru
Sebab semua telah berlalu
Kamu.
Suara dan bakatmu, semangat dan totalitas semua orang juga tahu
Kamu pasti menyadari itu
Aku pun juga
Namun, kehadiranmu bagiku tak untuk jadi nyata
Bukan aku yang tak sanggup menggapai
Sebab kamu hanya fantasi
Tak berarti itu pasti
Kutulis setiap detik perubahan dalam hidupku sejak dia datang
Lalu menyimpan semua arti pejuang
Sampai tak ada waktu berterus terang
Karena bukan kamu yang kuperjuangkan.
Dari waktu yang terkikis
Kamu justru tersenyum manis
Kamu menunggu bahkan tak sadar gerimis.
Namun, aku terus mengabai katakan itu terlalu sadis
Hatiku saat ini berada di tengah hutan, tidak tersesat. Ada di atas gunung tinggi, dan tidak membeku. Pada mulanya aku ingin berhenti dan kembali. Hingga mungkin aku harus menunggu. Atau sekadar berharap dari sana kamu datang menjemput. Adakalanya aku sadar jika hati tidak pernah pergi jauh. Juga kamu. Mengikuti bahkan tak kenal kata ragu.
Untuk kamu, Haneo Multazam.
Dariku Radita Kaelan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top