Bagian 7

"Kamu mudah ngomong, Mo. David hanya sedang kuliah di sana, bukan ninggalin aku. Iya. Dia minta break, tapi bukan berarti kita putus, Mo. Aku enggak cinta sama El. Dia seperti kakakku. Aku enggak nganggap dia lebih."

"Bagaimana dengan perusahaan Ayah elo?"

"Itu urusan Ayah, kenapa aku yang harus dikorbankan? Aku akan tetap mempertahankan hubunganku dengan David."

Kalimat-kalimat itu selalu hadir dalam pikiran El. Jika El menghentikan pemaksaan ini, maka ia akan menyakiti keluarganya dan keluarga Hira. Jika ia melanjutkannya, maka ia akan menyakiti Hira. El tak ingin kedua masalah itu terjadi. Yang akan menjalani kehidupan selanjutnya adalah El dan Hira. El akan membuat keluarganya mengerti, bahwa ia tak mungkin melanjutkan perjodohanya dengan Hira. Ya. El harus menemui ibunya.

El menuju lantai dasar, karena Hilda tak ada dikamarnya. Ia mendengar suara Hilda di dapur. El segera menemui Hilda. "Ami ..." El menatap ibunya.

Hilda menoleh. "Iya, El?" Hilda tersenyum.

"Ada yang ingin El bicarakan, serius."

Hilda segera mencuci tangannya. "Nis, tolong lanjutkan. Ami mau ngobrol sama El," perintah Hilda pada Nisa.

Nisa hanya mengangguk. El dan Hilda pun menuju taman belakang rumah. El dan Hilda duduk di sofa.

"Kenapa El?" tanya Hilda.

El menunduk. "El membatalkan perjodohan dengan Hira," ungkapnya takut.

Hilda membulatkan mata. "Kenapa?! Apa kalian ada masalah?!" tanya Hilda tak percaya.

"Tidak, Mi. Entah kenapa, El enggak yakin dengan Hira." El menatap Hilda.

"Apa yang membuatmu tak yakin, Nak?" Hilda masih tak percaya dengan keputusan El.

"El tak yakin jika Hira menerima perjodohan ini."

"Ami tak mengerti."

"Pak Wijaya membutuhkan bantuan perusahaan kita, dan secara tidak langsung beliau mengikat kerjasama ini dengan menikahkan Putrinya dengan El. El rasa, ini secara sepihak."

"Bagaimana dengan kerjasama perusahaan Pak Wijaya?" tanya Hilda bingung.

El tersenyum. "Kerjasama itu akan El lanjutkan. El bukan menolak Hira, tapi El hanya menunggu Hira benar-benar ikhlas menerima El bukan karena paksaan dari Pak Wijaya."

Hilda mengangguk. "Ami yakin kamu bisa memilih mana wanita yang baik untukmu. Ami menyerahkan semua masalah ini padamu."

"Terima kasih, mi." El tersenyum menatap ibunya.

Aku tak yakin Hira akan menerima semua ini karena dia mencintai orang lain. Aku pun tak akan memaksanya untuk menerimaku. Dan aku tidak mungkin mengatakan apa pun pada Pak Wijaya dan Ami mengenai laki-laki yang dicintai Hira.

***

Hira bernapas lega karena El membatalkan perjodohan itu. Ia tinggal meyakinkan kepastian El untuk membatalkan semua itu dan Hira pun harus meyakinkan ayahnya untuk mempercayai pembatalan itu. Hira segera meraih ponselnya untuk menghubungi El. Hira tersenyum ketika panggilannya tersambung.

"Assalamu'alaikum," sapa El.

"Ini aku, Hira." Hira langsung memotong tanpa menjawab salam El.

"Iya," sahut El datar.

"Bisa kita bertemu siang ini? Ada sesuatu yang ingin kubicarakan."

"Maaf, saya tidak bisa karena nanti siang ada janji dengan klien."

"Hanya sebentar saja, apa tidak bisa?" Hira meminta pengertian.

"Baiklah. Saya tunggu di kafe dekat kantor pukul sebelas siang. Aku harap jangan sampai terlambat."

"Siap. Terima kasih." Hira tersenyum bahagia dan segera menutup panggilan sebelum El menyahuti.

Hira segera siap-siap karena ia harus tiba di kafe sebelum El tiba di sana.

Tanpa susah payah aku menolak perjodohan ini, El yang memutuskannya sendiri. Kenapa aku tidak mengatakan semua ini pada El dari kemarin-kemarin? Dan sebelum El mengatakan sesuatu yang macam-macam pada Ayah, lebih baik aku akan menyuruh El agar tidak mengatakan sesuatu pada Ayah yang tidak aku inginkan. Ya. Aku harus secepatnya menemui El.

Hira tersenyum bahagia ketika ia tiba di kafe tempat ia akan bertemu dengan El. Hira pun duduk di salah satu kursi yang kosong. Sudah lebih lima menit, tapi El masih belum tiba di kafe itu. Hira sudah menghubungi El, tapi nomor El tak aktif. Pesan pun tak terkirim.

"Assalamu'alaikum. Maaf kalau saya terlambat." El berdiri tepat di belakang Hira.

Hira bernapas lega karena El sudah tiba. "Silakan duduk." Hira menyuruh El duduk.

El pun duduk di depan Hira. "Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya El to the point.

Hira seketika tertawa. "Kamu enggak pesan makan atau minum dulu?"

"Satu jam lagi saya ada meeting dengan Pak Wijaya," sahut El datar tanpa menatap Hira.

Mendengar nama ayahnya di sebut, Hira merasa tegang. Tapi ia kembali tenang karena masalahnya akan selesai sekarang juga. Hira tersenyum. "Apa Ayahku sudah tau mengenai masalah pembatalan perjodohkan kita?" tanya Hira.

"Belum."

Hira tersenyum bahagia. Ini yang kuinginkan.

"Aku yang akan menjelaskan semuanya pada Ayah, jadi kamu tak perlu mengatakan apa pun pada Ayahku."

"Baiklah. Ada lagi?" tanya El.

"Kurasa sudah tidak ada lagi." Hira tersenyum puas.

"Kalau begitu, saya pamit pergi." El beranjak dari duduknya. "Assalamu'alaikum." El melangkah pergi.

"Tunggu!" Hira mencekal lengan El.

El menatap cekalan tangan Hira. Hira menyadari tatapan El, lalu segera melepaskan tangannya dari lengan El.

"Terima kasih untuk semua ini. Senang bisa mengenal orang sebaik kamu," ucap Hira tulus.

El hanya mengangguk dan berlalu pergi. Hira kini tersenyum lebar dan merasa sangat bahagia. Rencana selanjutnya adalah menemui ayahnya dan meyakinkan bahwa El yang memutuskan perjodohan ini, bukan dirinya. Dan Hira akan fokus dengan mimpi-mimpinya bersama David. Hira pun segera pulang ke rumah dengan raut bahagia.

***

Wijaya memasuki ruangan El setelah mendapat ijin masuk dari El.

"Selamat siang Pak El," sapa Wijaya.

"Selamat siang, Pak. Silakan duduk." El mempersilakan Wijaya duduk.

Wijaya pun duduk dan menyerahkan berkas yang akan mereka bahas. Mereka pun terlibat diskusi serius mengenai masalah proyek perumahan yang mereka tangani.

Pembahasan mengenai proyek pun selesai. Wijaya ingin mengatakan sesuatu pada El mengenai hubungannya dengan Hira, tapi waktunya tak tepat. Wijaya terlihat gelisah di tempat duduknya. El merasa terusik dengan kegelisahan Wijaya.

"Apa Pak Wijaya baik-baik saja?" tanya El memastikan.

Wijaya tersenyum ramah. "Ada sesuatu yang ini kukatakan masalah perjodohan Anda dengan anak saya." Wijaya terdengar takut.

Senyum paksa El ukir. "Semuanya baik-baik saja. Putri Bapak yang akan menjelaskannya."

Wijaya merasa lega mendengar perkataan El.

Setelah berbincang ringan, Wijaya pun pamit untuk kembali ke kantornya.

Maafkan saya, Pak. Semua ini atas permintaan Putri Anda. Saya melakukan semua ini demi kebahagiaan putri Anda. Saya tidak bisa memaksa Hira untuk menerima semua ini sedangkan dia terpaksa melakukannya hanya karena masalah kerjasama proyek kita. El menghela napas dan menyandarkan punggungnya pada kepala kursi.

***

"Ra. Kamu baik-baik saja, kan? Dari tadi senyum-senyum sendir?" Man menegur adiknya yang sedang melamun sambil tersenyum sendiri di ruang makan.

Hira memudarkan senyumnya, dan mengganti rautnya menjadi datar. "Keppo," sahutnya cuek pada Man.

Di saat yang sama Wijaya pun duduk di ruang makan.

"Yah. Nanti Hira mau ngomongin sesuatu sama Ayah, tapi berdua." Hira menatap Wijaya lalu beralih menatap Man dan ibunya.

"Kenapa enggak bicara di sini saja? Ibu juga ingin tahu." Lina menyahuti.

"Benar kata Ibu." Man menimpali.

Hira mengabaikan tanggapan ibunya dan Man.

"Setelah makan, Ayah akan ke kamarmu." Wijaya mengerti dengan maksud putrinya. Hira pasti akan membicarakan masalah perjodohannya dengan El.

***

"El, semuanya baik-baik saja?" tanya Hilda pada putranya, terlihat sedang melamunkan sesuatu.

El tersenyum. "Enggak ada apa-apa, Mi. Semuanya baik-baik saja."

Hilda duduk di samping putranya. "Bagaimana masalahmu dengan Hira?"

"Baik, Mi. Semuanya sudah membaik. El sekarang hanya fokus pada kerjaan di kantor."

Hilda menepuk pundak putranya pelan. "Jangan terlalu sibuk dengan pekerjaan, karena nanti kamu lupa untuk mencari calon istri."

El tersenyum. "Ami. Jodoh ada di tangan Allah. El sudah ikhtiar dan berusaha, tinggal El terus berdoa dan banyak amalan saja supaya usaha El, Allah ridhoi. El juga minta doa dari Ami, semoga Allah cepat kabulkan permintaan kita."

"Itu pasti, Nak." Hilda memahami hati putranya. Dua kali kecewa dalam masalah wanita. Hilda ingin sekali membantu El untuk mencarikan jodoh El, tapi Hilda tak ingin memaksa El sebelum El yang yang meminta padanya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top