Pilihan


Rin menggaruk kepalanya, padahal dia tidak memiliki ketombe. Bagaimana mau memiliki kotembe? Kalau ketombe saja salting pada saat hinggap dirambutnya itu.

"Santai aja sih, gue tungguin," ucap Sae sebagai penenang, karena Rin hampir gila atas  berberapa pilihan yang ada didepannya saat ini.

Yang menjaga pun sempat berkata pada Rin untuk tenang dan memilih dengan bijak, meski sudah disemangati beberapa kali Rin tetap tidak yakin dengan pilihannya.

Kesana kemari, Rin melangkah sambil berpikir keras. Kedua pipipun sudah panas memerah karena sedari tadi dia tepuk dengan sengaja, padahal tidak ada nyamuk yang hinggap diwajahnya.

Bagaimana nyamuk mau hinggap? Kalau para nyamuk sudah salting duluan melihat Rin.

Sae melirik pada Rin yang masih gelisah galau meran, padahal saat ini sedang tidak ada penyanyi dangdut. "Udah, tenang aja. Abang tunggu."

"Maaf kak, bentar lagi," jawab Rin.

Sae mengangguk, karena sepertinya Rin masih lama dalam berpikir untuk menentukan pilihan. Sae pun memilih untuk melihat-lihat area sekitar sambil menambah relasi dengan orang-orang yang bekerja disini.

Balik pada Rin yang masih hampir gila, tangan kanannya sempat bergerak untuk mematenkan pilihan. Namun, tangan kiri menghentikan pergerakan tangan kanannya. Seolah berkata bahwa pilihan itu masih gegabah dan masih bisa dimatangkan lagi.

Rin diam, menyilangkan kedua tangannya didepan dada sambil menatap tajam pilihan-pilihan didepan itu. "Hmmm."

Sungguh, jika salah pilih maka harus dengan lapang dada menerima kenyataan.

Rin tidak menginginkan hal tersebut terjadi. Ini adalah kesempatan langkah yang terjadi seribu bulan sekali, bahkan hampir lima ribu bulan sekali.

Jika Rin salah menentukan pilihan disini, rasanya Rin hanya memiliki pilihan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

Sae kembali setelah beberapa menit berbaur dengan masyarakat sekitar, sempat terlihat tersenyum karena relasinya berhasil bertambah.

"Jadi? Bagaimana?" Tanya Sae pada Rin.

Rin menggeleng, seakan-akan kecewa karena masih ragu dengan pilihannya dan membuat sang kakak menunggu lama. "Maaf, belum."

Sae menghela napas, dia kemudian menunjuk arah kanan sebagai kode dia akan ke area tersebut sembari kembali menunggu Rin untuk berpikir.

Rin rasanya ingin menangis, ini pilihan yang sulit. Entah dosa apa yang telah ia perbuat hingga semesta mengirimkan cobaan berat seperti ini kepada dirinya.

Yang bekerja disini kembali memberikan semangat, meski faktanya semangat tersebut tidak berdampak apa-apa pada Rin.

Sepuluh menit berlalu, akhirnya terlihat hilal Rin sudah mempatenkan pilihannya.

Dengan tangan gemetar, Rin membuka kulkas untuk mengambil minuman yang dia pikirkan secara detail keuntungannya.

Rin memilih minuman susu jahe sebagai pilihannya, Rin yakin ini adalah plihan yang tepat untuk memanfaatkan momen dimana datang hari Sae sang kakak mau mentraktir dirinya.

Padahal uang traktir yang dipake Sae sebenarnya adalah uang titipan mama mereka, uang tersebut dititipkan pada Sae untuk diberikan pada Rin. Namun, Sae mau melihat harapan Rin muncul, dengan mentraktir Rin pakai uang Rin sendiri.

Riweub, intinya Sae nipu Rin.

Di perjalanan mereka, mereka tentu saja mengobrol. Karena disini akrab, yang nggak akrab cukup dimanga saja.

"Lama amat milih," kata Sae sambil membuka tutup botol minumannya.

Oh iya, Sae memilih minuman teh gula aren.

Rin menyelesaikan tegukan pada minumannya sebelum menjawab Sae. "Lagian, pilihan minumannya banyak."

"Jadi? Itu enak nggak?"

"Nggak."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top